header image
 

All posts in September 20th, 2016

Pada hari Minggu 18 September 2016,Komisi Anak GMIT Agape berkesempatan melayani kurang lebih 160 anak sekolah Minggu pada ibadah KKR & Penginjilan Anak di GMIT Baithania Tulun-Baumata.KKR & Penginjilan berlangsung sejak pukul 16.00- 18.00 Wita.

 

Suatu hari, ayah dari suatu keluarga yang sangat sejahtera membawa anaknya bepergian ke suatu negara yang sebagian besar penduduknya hidup dari hasil pertanian, dengan maksud untuk menunjukkan bagaimana kehidupan orang-orang yang miskin.
Mereka menghabiskan waktu berhari-hari di sebuah tanah pertanian milik keluarga yang terlihat sangat miskin. Sepulang dari perjalanan tersebut, sang ayah bertanya kepada anaknya, “Bagaimana perjalanan tadi?”
“Sungguh luar biasa, Pa,” tukas si anak.
“Kamu lihat kan bagaimana kehidupan mereka yang miskin?” tanya sang ayah.
“Iya, Pa,” jawabnya.
“Jadi, apa yang dapat kamu pelajari dari perjalanan ini?” tanya ayahnya lagi.
Si anak menjawab, “Saya melihat kenyataan bahwa kita mempunyai seekor anjing sedangkan mereka memiliki empat ekor. Kita punya sebuah kolam yang panjangnya hanya sampai ke tengah-tengah taman, sedangkan mereka memiliki sungai kecil yang tak terhingga panjangnya. Kita memasang lampu taman yang dibeli dari luar negeri dan mereka memiliki bintang-bintang di langit untuk menerangi taman mereka. Beranda rumah kita begitu lebar mencapai halaman depan dan milik mereka seluas horison. Kita tinggal dan hidup di tanah yang sempit sedangkan mereka mempunyai tanah sejauh mata memandang. Kita memiliki pelayan yang melayani setiap kebutuhan kita tetapi mereka melayani diri mereka sendiri. Kita membeli makanan yang akan kita makan, tetapi mereka menanam sendiri. Kita mempunyai dinding indah yang melindungi diri kita dan mereka memiliki teman-teman untuk menjaga kehidupan mereka.”
Dengan cerita tersebut, sang ayah tidak dapat berkata apa-apa. Kemudian si anak menambahkan, “Terima kasih, Pa, akhirnya aku tahu betapa miskinnya diri kita.”
Terlalu sering kita melupakan apa yang kita miliki dan hanya berkonsentrasi terhadap apa yang tidak kita miliki. Kadang kekurangan yang dimiliki seseorang merupakan anugerah bagi orang lain. Semua berdasar pada perspektif setiap pribadi. Pikirkanlah apa yang akan terjadi jika kita semua bersyukur kepada Tuhan atas anugerah yang telah disediakan oleh-Nya bagi kita daripada kuatir untuk meminta lebih lagi.

Pernah ada seseorang yang tak punya makanan apapun untuk keluarganya. Ia masih punya bedil tua dan tiga butir peluru. Jadi, ia putuskan untuk keluar dan menembak sesuatu untuk makan malam.
Saat menelusuri jalan, ia melihat seekor kelinci dan ia tembak kelinci itu tapi luput. Lalu ia melihat seekor bajing, dia tembak tapi juga luput lagi.
Ketika ia jalan lebih jauh lagi, dilihatnya seekor kalkun liar di atas pohon dan ia hanya punya sisa sebutir pelor, tapi terdengar olehnya suatu suara yang berkata begini “Berdoalah dulu, bidik ke atas dan tinggallah tetap terfokus.”
Namun, pada saat bersamaan, ia melihat seekor rusa yang adalah lebih menguntungkan. Senapannya ia turunkan dan dibidiknya rusa itu. Tapi lantas ia melihat ada ular berbisa di antara kakinya, siap-siap untuk mematuknya, jadi dia turunkan lebih ke bawah lagi, mengarah untuk menembak ular itu.
Tetap, suara itu masih berkata kepadanya, “Aku bilang ‘berdoalah dulu,bidik ke atas dan tinggallah tetap terfokus.’”
Jadi orang itu memutuskan untuk menuruti suara itu. Ia berdoa, lalu mengarahkan senapan itu tinggi ke atas pohon, membidik dan menembak kalkun liar itu. Peluru itu mental dari kalkun itu dan mematikan rusa. Pegangan senapan tua itu lepas, jatuh menimpa kepala si ular itu dan membunuhnya sekali. Dan, ketika senapan itu meletus, ia sendiri terpental ke dalam kolam. Saat ia berdiri untuk melihat sekelilingnya, ia dapatkan banyak ikan di dalam semua kantungnya.
Seekor rusa dan seekor kalkun untuk bekal makanannya. Ular (Iblis) mati konyol sebab orang itu mendengarkan suara Allah.
Makna :
Berdoalah sebelum kau lakukan apapun, bidik dan arahkan ke atas pada tujuanmu, dan tinggallah terpusat pada Allah.

BERTUMBUH DALAM KRISTUS

(2 Tes 3:1-10)

Kalau kita berbicara tentang bertumbuh, maka istilah ini sering dikaitkan dengan aspek pertanian, cocok tanam dsb. Kita rindu kalau tanam pohon seharusnya bertumbuh dengan baik. Apa yang dikatakan firman Tuhan menolong kita untuk mengerti apa artinya bertumbuh. Kita memahami dan mengerti firman itu susah-susah gampang. Bisa gampang untuk dimengerti tapi susah mengenai menerapkannya. Jawaban penting ketika seseorang menjadi Kristen adalah bertumbuh. Bagaimana bisa bertumbuh dalam Kristus? Tanpa pertumbuhan dalam Yesus kita tidak bisa menjadi garam dan terang bahkan jadi teladan untuk sesama. Banyak orang Kristen kehidupannya tidak bertumbuh padahal sudah lama menjadi orang Kristen. Jelas, bertumbuh bukan berbicara masalah waktu, tetapi kehidupan kita yang sesungguhnya di hadapan Tuhan.

Kalau kita tidak belajar dan mempraktikan firman Tuhan di dalam kehidupan kita, rasanya tidak bisa untuk bertumbuh dalam Kristus. Hal yang penting adalah bagaimana firman Tuhan dalam hidup kita mengalami kemajuan (ay. 1).  Bagaimana dengan hidup kita yang bertumbuh di dalam Kristus?

  1. Dengan pikiran kita yang bertumbuh di dalam Tuhan.

Apa yang selama ini kita pikirkan? Kalau kita mau bertumbuh, kita harus mengalami kemajuan. Mengapa firman Tuhan mampu mengubahkan kita? karena firman itu memiliki kuasa bagi kita. Waktu kita jatuh, gagal, hanya firman Tuhan saja yang mampu menguatkan kita. Bagaimana supaya kita bertumbuh di dalam Kristus? biarkan firman Tuhan memiliki kemajuan dalam hidup kita.

  1. Memiliki hati yang kuat.

Orang hatinya kuat tentunya tidak akan terpengaruh diombang-ambingkan oleh dunia ini. Sekalipun banyak kesulitan, tetap mengasihi Tuhan. Dunia ini tidak lebih baik. Tahun demi tahun semakin rusak. Kalau kita tidak memiliki hati yang kuat, maka kita akan mudah terhanyut dalam arus dunia ini.

  1. Kita harus memiliki kasih dan ketabahan.

Mengasihi Tuhan dan punya kesabaran adalah sesuatu yang beriringan. Kita mengasihi Tuhan tidak selalu semuanya beres. Tetap ada saja hal yang tidak baik yang kita alami. Oleh karena itu kesabaran adalah sesuatu yang penting. Kita belajar terus bertanya kepada Tuhan dalam segala yang kita alami, “apa maksud Tuhan?” sehingga kita memiliki iman yg tidak seperti kerupuk yang dengan mudah dihancurkan, tetapi ada iman yang kokoh dalam segala kesabaran di dalam Tuhan.

 

 

Ringkasan Khotbah: Pdt. Albert Sutanto

Filipi 4:4
Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!

Pencuri datang di saat orang tidur lelap. Pencuri melakukan perbuatannya di kala orang lengah. Tidak diketahui kapan dan bagaimana dia beroperasi. Ada pencuri biasa, ada pencuri luar biasa, yang mampu mencuri perasaan hati yaitu sukacita. Paling tidak, ada empat pencuri sukacita:

  • Situasi buruk.
    Kita lebih merasa bahagia kalau segala sesuatu berjalan baik sesuai kehendak kita. Kalau semua berjalan lancar, maka akan terasa lebih mudah menjalankan kehidupan. Tapi, kalau keadaan berubah menjadi buruk, sukacitapun lenyap!
  • Orang lain.
    Tidak ada manusia yang sempurna. Tetapi karena tidak sempurna maka manusia bisa saling mengecewakan, saling merugikan, saling menyakiti, dan seterusnya. Amat sering orang merasa hilang sukacita karena dikecewakan, dirugikan dan disakiti.
  • Harta benda.
    Yesus berkata, “…walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung daripada kekayaannya itu.” (Lukas 12:15). Ia memberi peringatan tentang menyimpan harta di dunia, yaitu: tidak aman, tidak tahan lama, dan tidak memuaskan. Harta berkurang, sukacita kurang. Harta lenyap, sukacita menguap!
  • Kekuatiran.
    Kekuatiran adalah pencuri yang paling jahat. Banyak orang telah dirampas damai sejahtera dan ketenangan hatinya oleh kekuatiran. Kuatir datang, terhapuslah sukacita.

Waspadalah pada keempat hal ini!

Pastikan sukacita tetap tinggal dalam hati anda, karena iblis selalu memiliki taktik untuk mencurinya.

Kata-kata di atas merupakan wujud syukur. Syukur merupakan kualitas hati yang terpenting. Dengan bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tentram dan bahagia. Sebaliknya, perasaan tak bersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita akan selalu merasa kurang dan tak bahagia.

Ada dua hal yang sering membuat kita tak bersyukur. Pertama : Kita sering memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang kita miliki. Katakanlah Anda telah memiliki sebuah rumah, kendaraan, pekerjaan tetap, dan pasangan yang terbaik. Tapi Anda masih merasa kurang. Pikiran Anda dipenuhi berbagai target dan keinginan. Anda begitu terobsesi oleh rumah yang besar dan indah, mobil mewah, serta pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak uang. Kita ingin ini dan itu. Bila tak mendapatkannya kita terus memikirkannya. Tapi anehnya, walaupun sudah mendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tak puas, kita ingin yang lebih lagi. Jadi, betapapun banyaknya harta yang kita miliki, kita tak pernah menjadi “KAYA” dalam arti yang sesungguhnya.

Mari kita luruskan pengertian kita mengenai orang ”kaya”. Orang yang ”kaya” bukanlah orang yang memiliki banyak hal, tetapi orang yang dapat menikmati apapun yang mereka miliki. Tentunya boleh-boleh saja kita memiliki keinginan, tapi kita perlu menyadari bahwa inilah akar perasaan tak tentram. Kita dapat mengubah perasaan ini dengan berfokus pada apa yang sudah kita miliki. Cobalah lihat keadaan disekeliling Anda, pikirkan yang Anda miliki, dan syukurilah. Anda akan merasakan nikmatnya hidup.

Pusatkanlah perhatian Anda pada sifat-sifat baik atasan, pasangan, dan orang-orang di sekitar Anda. Mereka akan menjadi lebih menyenangkan. Seorang pengarang pernah mengatakan, ”Menikahlah dengan orang yang Anda cintai, setelah itu cintailah orang yang Anda nikahi.” Ini perwujudan rasa syukur.

Ada cerita menarik mengenai seorang kakek yang mengeluh karena tak dapat membeli sepatu, padahal sepatunya sudah lama rusak. Suatu sore ia melihat seseorang yang tak mempunyai kaki, tapi tetap ceria. Saat itu juga si kakek berhenti mengeluh dan mulai bersyukur.

Hal kedua yang sering membuat kita tak bersyukur adalah kecenderungan membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Kita merasa orang lain lebih beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai, lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya diri dan lebih kaya dari kita.

Saya ingat, pertama kali bekerja saya senantiasa membandingkan penghasilan saya dengan rekan-rekan semasa kuliah. Perasaan ini membuat saya resah dan gelisah. Sebagai mantan mahasiswa teladan di kampus, saya merasa gelisah setiap mengetahui ada kawan satu angkatan yang memperoleh penghasilan diatas saya. Nyatanya, selalu saja ada kawan yang penghasilannya melebihi saya. Saya menjadi gemar bergonta-ganti pekerjaan, hanya untuk mengimbangi rekan-rekan saya. Saya bahkan tak peduli dengan jenis pekerjaannya, yang penting gajinya lebih besar. Sampai akhirnya saya sadar bahwa hal ini tak akan pernah ada habisnya. Saya berubah dan mulai mensyukuri apa yang saya dapatkan. Kini saya sangat menikmati pekerjaan saya.

Rumput tetangga memang sering kelihatan lebih hijau dari rumput di pekarangan sendiri.

Ada cerita menarik mengenai dua pasien rumah sakit jiwa. Pasien pertama sedang duduk termenung sambil menggumam,”Dian…Dian.”
Seorang pengunjung yang keheranan menanyakan masalah yang dihadapi orang ini. Si dokter menjawab, ”Orang ini jadi gila setelah cintanya ditolak oleh Dian.” Si pengunjung manggut-manggut, tapi begitu lewat sel lain ia terkejut melihat penghuninya terus menerus memukulkan kepalanya di tembok dan berteriak,”Dian…Dian”.Orang ini juga punya masalah dengan Dian?” tanyanya keheranan. Dokter kemudian menjawab,”Ya, dialah yang akhirnya menikah dengan Dian.”

Hidup akan lebih bahagia kalau kita dapat menikmati apa yang kita miliki. Karena itu bersyukur merupakan kualitas hati yang tertinggi.

Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan cerita mengenai seorang ibu yang sedang terapung di laut karena kapalnya karam, namun tetap berbahagia.
Ketika ditanya kenapa demikian, ia menjawab, ”Saya mempunyai dua anak laki-laki. Yang pertama sudah meninggal, yang kedua hidup ditanah seberang. Kalau berhasil selamat, saya sangat bahagia karena dapat berjumpa dengan anak kedua saya. Tetapi kalaupun mati tenggelam, saya juga akan berbahagia karena saya akan berjumpa dengan anak pertama saya di surga.”