header image
 

All posts in March 24th, 2015

Cinta Kasih Terbukti Lebih Kuat Daripada Maut…

Peristiwa ini sungguh terjadi. Di Amish, Nickel Mines, Pennsylvania-AS.

Pagi 5 Oktober 2006, dua puluh lima anak sedang belajar di sekolah setempat. Bangunan satu ruang itu berstruktur seperti gudang dengan menara lonceng sederhana dan serambi depan yang ditunjang oleh batang-batang baja. Sekolah itu, yang sepolos kertas buku catatan, mencerminkan nilai-nilai komunitas Amish yang mendidik anak-anaknya di sana. Kaum Amish berasal dari keturunan komunitas orang Swiss Kristen yang anti-kekerasan. Selama abad ke-16 dan ke-17, mereka ini meninggalkan ciri-ciri keduniawian.

Pagi itu, di tengah-tengah kaum Amish, muncullah kegilaan dunia yang terburuk. Pada jam 09:51 waktu setempat, Charles Carl Roberts IV, tukang susu 32 tahun, menerobos ke sekolah kaum Amish di Nickel Mines Barat dan membuyarkan ketenangan komunitas. Sejak lama ia merencanakan kekerasan yang akan dilakukannya, dan ia datang dengan segala persiapan. Dibawanya senapan ukuran 12, pistol 9 mm, senapan bolt-action 30-06, sejumlah amunisi, senjata sengat listrik, dan dua bilah pisau. Dibawanya juga peralatan serta perlengkapan gedung.

Ia menyuruh para gadis muda berbaris cepat-cepat di depan papan tulis. Kemudian diperintahkannya Emma Mae Zook, guru mereka, membawa keluar kelima belas murid pria, seorang wanita hamil, dan tiga orang ibu yang menggendong bayi. Setelah mereka keluar, Charles Roberts menggunakan peralatan dari papan 2 x 6 dan 2 x 4 yang dibawanya sebagai barikadenya di dalam. Dengan tali lentur diikatnya tangan dan kaki para gadis muda yang berusia antara 6 – 13 tahun itu.

Ia rupanya tak diburu waktu. Ia menghubungi istrinya lewat ponsel dan mengaku, serta menjelaskan surat bunuh diri yang ditinggalkannya di rumah, bahwa 20 tahun yang lalu ia telah melecehkan dua orang anak kerabat. Cerita ini agaknya khayalan. Ia juga berbicara tentang kesedihannya atas kematian bayi perempuan mereka. Ketika para gadis Amish bertanya mengapa Roberts hendak mencelakakan mereka, ia menjawab bahwa ia marah kepada Allah.

Tanggapan komunitas Amish lebih cepat daripada yang diantisipasi Roberts, dan para siswi pun membuatnya mengubah rencana. Rencana Roberts untuk melecehkan para gadis agaknya nyata dari perlengkapan yang dibawanya. Tetapi Emma Mae Zook, sang guru, lari ke ladang pertanian tetangga dan menghubungi polisi pada jam 10:36.

Sembilan menit kemudian polisi tiba dengan armadanya. Mereka berbicara kepada Roberts lewat pengeras suara di mobil patroli mereka. Roberts menjawab bahwa jika dalam dua detik orang-orang polisi tidak menarik diri keluar dari area itu, ia akan membunuh setiap orang.
Gadis yang tertua, Marian Fisher, angkat suara. Bahasa ibu kaum Amish adalah bahasaJerman Swiss, tetapi Marian memakai bahasa Inggris sebaik yang bisa diucapkannya. Ia memohon, “Tembaklah saya dan biarlah yang lain bebas.” Barbie, saudara pcrempuan Marian yang baru berusia 11 tahun, minta ditembak setelah Marian. Mereka memperlihatkan kasih terbesar yang mungkin diperlihatkan manusia.

Karena bingung oleh keberanian para gadis dan kehadiran polisi, Roberts berusaha membunuh kesepuluh gadis itu. Dimuntahkannya peluru secepat mungkin kepada mereka.
Mendengar suara tembakan, polisi menyerbu ke dalam bangunan. Dengan satu tembakan terakhir, Roberts menghabisi nyawanya sendiri sebelum tertangkap.

Meskipun Roberts menembak kesepuluh anak itu dari jarak dekat, dan beberapa di antaranya berkali-kali, ia tidak sepenuhnya berhasil menuntut balas kepada Allah seperti rencananya. Lima anak tetap hidup. Barbie, saudara perempuan Marian, salah satunya. Darinyalah diketahui sebagian detil kejadian di sekolah pada hari yang mengerikan itu.

Kematian Charles Roberts terasa menyedihkan hanya karena ia tidak bisa dituntut lagi.

Tetapi di situlah ceritanya membelok ke arah yang tak terduga. Seluruh komunitas Amish mengikuti jejak Marian Fisher muda yang rela berkorban dan mengasihi sesama. Kalau Charles Roberts memilih melampiaskan amarah kepada orang yang tak berdosa, kaum Amish memilih melimpahkan pengampunan kepada orang yang bersalah. Klip video warta berita TV menunjukkan iring-iringan kereta kuda kaum Amish di sepanjang jalan utama Nickel Mines menuju pemakaman anak-anak yang terbunuh. Pemandangannya tajam dan indah.
Tetapi yang melekat di benak adalah gambar pria dan wanita Amish yang menghadiri pemakaman Charles Roberts di sebuah gereja Metodis, gereja istrinya. Mereka menegaskan bahwa mereka tidak berhak mcnghakimi dia. Para pemimpin kaum Amish bahkan meminta agar komunitasnya tidak menganggap Roberts jahat.

Kaum Amish juga mengulurkan tangan kepada Marie Roberts dan anak-anaknya. Mereka mengundang keluarga itu hadir di pemakaman para gadis—karena Alkitab menyuruh menangis dengan orang yang menangis, dan keluarga Roberts sedang menangisi kehilangan mereka. Uang berdatangan untuk menutupi biaya perawatan medis para gadis yang terluka. Para pemimpin komunitas Amish menentukan agar darinya diambil dana untuk mengurus janda dan ketiga anak sang pembunuh.

Pengorbanan kasih dan pengampunan yang menakjubkan, dan sungguh sulit dipahami. Tapi itulah pengajaran dan hidup Yesus, Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” (Matius 5:44). Dalam peristiwa tragis terbunuhnya anak-anak mereka, kaum Amish mempraktikkan kasih yang seharusnya dipraktikkan setiap orang Kristen.

Disadur dari Renungan Fullblessing

Dibawah Kepak SayapNya...

Seorang penginjil India, Sundar Singh, menulis tentang kebakaran hutan di pegunungan Himalaya yang ia saksikan ketika sedang melakukan perjalanan. Saat banyak orang berusaha memadamkan api, ada sekelompok orang yang memandangi sebuah pohon yang dahan-dahannya mulai dijalari api. Seekor induk burung dengan panik terbang berputar-putar di atas pohon. Induk burung itu mencicit kebingungan, seakan-akan mencari pertolongan bagi anak-anaknya yang masih di dalam sarang. Ketika sarang mulai terbakar, induk burung itu tidak terbang menjauh. Sebaliknya, ia justru menukik ke bawah dan melindungi anak-anaknya dengan sayapnya. Dalam sekejap, ia beserta anak-anaknya hangus menjadi abu.

Lalu Singh berkata kepada orang-orang itu, “Kita baru saja melihat hal yang luar biasa. Allah menciptakan burung yang memiliki kasih dan pengabdian begitu besar sehingga rela memberikan nyawanya untuk melindungi anak-anaknya …. Kasih seperti itulah yang membuat-Nya turun dari surga dan menjadi manusia. Kasih itu juga membuat-Nya rela mati sengsara demi kita semua.”

Cerita di atas adalah sebuah ilustrasi yang mengagumkan akan kasih Kristus kepada kita. Kita juga berdiri dengan takjub saat merenungkan api penghakiman suci yang membakar Bukit Kalvari. Di sanalah Kristus bersedia menderita dan “memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib” (1 Petrus 2:24).

KRISTUS MENANGGUNG API PENGHAKIMAN

AGAR KITA MENIKMATI PENGAMPUNAN DARI ALLAH

 

Disadur dari Renungan Harian Fullblessing

Darah Yang Menyelamatkan

Markus 14 ; 24

Dan Ia berkata kepada mereka : “Inilah darah-Ku,darah perjanjian,yang ditumpahkan bagi banyak orang.

Syalom sahabat Agape…

Pernahkah anda melihat atau bahkan mendonorkan darah? Untuk dapat mendonorkan darah,seseorang harus menjalani “proses kelayakan”.Ini adalah sebuah proses yang dilakukan oleh petugas medis,untuk mengetahui apakah kondisi tubuh dan kesehatan anda memungkinkan untuk menjalani donor darah tersebut.Jika layak,maka darah anda dapat diambil untuk kemudian disalurkan kepada yang membutuhkan.Sekantong darah anda dan saya dapat menyelamatkan nyawa seseorang.Tapi sayangnya,tidak semua orang layak untuk mendonorkan darahnya bagi sesama.Hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor kesehatan.Bahkan ada juga yang layak dan memungkinkan untuk mendonorkan darahnya,tapi yang bersangkutan tidak bersedia.Hal ini sebagian besar dipengaruhi oleh faktor psikologis/ rasa takut dan cemas karena harus melihat darah dan merasakan sakit tertusuk jarum pada saat proses donor tersebut.

Sahabat Agape,Tuhan Yesus Kristus telah memberikan,bukan hanya sekantong darahNya saja,tetapi seluruh darahNya tercurah untuk menyelamatkan hidup manusia,bahkan seluruh umat manusia dibumi ini.DarahNya tercurah bahkan sampai Ia mati diatas kayu salib.Ia bukan hanya Allah yang rela mati untuk menebus dosa-dosa kita,tetapi Ia adalah Allah yang telah menjalani proses sejak terlahir dari anak dara Maria,untuk menjalani kehidupan sebagai manusia,sampai akhirnya harus mati diatas kayu salib karena dosa-dosa kita.Kita yang telah menerima pengampunan karena darah Yesus,telah dilayakkan untuk bersama-sama dengan Dia.Memperoleh keselamatan dan mahkota kehidupan.

Hidup kita saat ini karena darahNya,karena kematianNya.Siapakah manusia yang sanggup melakukan hal demikian ? Tidak ada.Hanya Tuhan Yesus saja yang sanggup melakukan semua itu.Karena Ia sungguh sangat mengasihi kita.Amin.

 

Oleh Admin Sekretariat

Jalan Pintas

Filipi 4 : 13

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.

Syalom Sahabat Agape…Puji syukur,pada hari ini,jemaat GMIT Agape Kupang di ijinkan untuk melaksanakan jalan santai bersama.Tentunya ini adalah kegiatan yang sangat menyenangkan.Tua,muda dan anak-anak dapat berpartisipasi didalamnya.Semua penuh semangat dan sukacita saat berkumpul,memulai start jalan santai sambil bercengkerama dan menyanyikan lagu-lagu pujian.

Rute yang ditentukan oleh panitia jalan santai,jaraknya kurang lebih 10km.Bagi yang sudah biasa berolahraga,tentunya jarak tempuh tersebut tidak dirasakan terlalu berat.Tetapi yang tidak terbiasa berolahraga seperti saya,jarak tempuh tersebut terasa cukup melelahkan.Beberapa dari anggota jemaat bahkan ada yang hampir mengambil jalan pintas untuk mempersingkat jarak tempuh agar tidak terlalu melelahkan.Namun tidak jadi,karena dikuatkan oleh teman-teman jemaat yang lain agar berjalan sesuai rute yang telah ditetapkan.

Sahabat Agape, dalam menjalani hidup ini kita seringkali mengambil “jalan pintas” untuk menyelesaikan persoalan hidup yang terasa berat dan menindih.Ada yang mencuri,merampok,membunuh,korupsi,menyogok,bahkan bunuh diri dan bermacam-macam kejahatan lainnya,untuk menyelesaikan berbagai-bagai persoalan hidup.Kita lebih suka persoalan dan beban hidup yang dirasakan cepat berlalu.

Tetapi tahukah sahabat Agape?Disaat Tuhan mengijinkan masalah dan berbagai persoalan datang dalam hidup orang-orang percaya,yang tidak diketahui dan disadari saat kita menjalani persoalan tersebut,ada sebuah proses yang sedang terjadi.Proses yang di buat oleh Tuhan atas kehidupan iman kita,agar kita lebih kuat,dewasa dan menjadi berkat untuk orang lain.Jadi,jangan takut untuk menjalani persoalan hidup.Tidak perlu mengambil jalan pintas untuk menyelesaikan persoalan itu.Jalanilah dengan cara-cara yang positif,dengan mengandalkan kekuatan dari Tuhan.Teguhkanlah hati dan iman kita,karena tidak pernah ada persoalan yang diijinkan Tuhan terjadi dalam hidup anak-anak Nya,kalau bukan untuk sebuah kebaikan.

Jalanlah terus bersama Yesus hingga tiba digaris finish,karena di setiap langkah kaki dan persoalan hidup kita,selalu ada berkat dan sukacita yang tercurah dariNya.Jika Ia yang menuntun kita dijalan kita,maka penyertaan-Nya adalah ya dan Amin.Haleluyah…

Oleh Admin Sekretariat