header image
 

All posts in March 2nd, 2015

Seandainya Tuhan Tidak Menolong..
Lalu Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab raja Nebukadnezar: “Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” (Daniel 3:16-18).
Saya sangat menyukai kisah tiga pria yang imannya begitu bulat ini, bahkan mereka tidak tergoyahkan sekalipun di perhadapkan kepada kematian. Anda lihat pada ayat di atas, Sadrakh, Mesakh dan Abednego tidak tahu apakah Tuhan akan menyelamatkan mereka atau tidak. Tetapi ada dua hal yang mereka ketahui dengan pasti: Tuhan berdaulat atas segala sesuatunya dan mereka tidak bersedia menyembah Allah lain! Anda tentu tahu cerita selanjutnya, Anda pasti tahu Tuhan menyelamatkan ketiga orang pria berani tersebut. Tetapi apa yang Anda pelajari dari iman yang dipertontonkan oleh tiga orang pria tersebut? Kematian itu pasti. Jadi yang perlu Anda tanyakan bukan, “Bagaimana saya akan mati?” Tetapi pertanyaan yang seharusnya diajukan adalah, “Bagaimana saya akan hidup?” Cara hidup kita menunjukkan siapa Allah yang kita percaya. Jadi, hiduplah sebagai pribadi-pribadi dewasa yang kuat. Tidak terus menjadi umat yang ke kanak-kanakan, yang marah kepada Tuhan ketika pertolongan Tuhan tidak datang seperti yang kita mau. Mulai hari ini, mari kita belajar menjadi seperti Sadrakh, Mesakh dan Abednego dan berkata, “Tetapi seandainya Tuhan tidak menolong, kami tetap tidak akan melepaskan iman percaya kami.” Mari menjadi dewasa dalam iman kita.
Disadur dari Renungan Harian Kristen

Kekuatan Ucapan Syukur..
“Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu”.
(I Tesoloniko 5:18)
Mengucap syukur ketika mengalami hal-hal yang menyenangkan, menguntungkan, dan penuh berkat adalah hal yang mudah. Namun, mengucap syukur dalam hal-hal yang buruk, kurang menyenangkan, dan merugikan tidaklah mudah. Alkitab memberi jawaban atas permasalahan ini. Ketika kita mengalami hal itu, kita harus belajar untuk dapat melihat hal-hal yang positif di tengah-tengah keburukan, kemalangan, kesulitan, kerugian, dan sakit penyakit yang kita alami. Misalnya, ketika tangan kita terluka oleh pisau, kita dapat bersyukur bahwa jari kita tidak putus. Saat mobil mengalami tabrakan, namun kita selamat, kita dapat bersyukur karenanya. Mengalami penipuan atau uang hilang, kita dapat bersyukur tidak semua yang kita miliki hasil kerja keras selama ini habis. Mengalami kejahatan dan perampokan, kita dapat bersyukur badan kita tidak terluka dan kita selamat. Mengalami kebangkrutan atau di-PHK, kita masih dapat bersyukur karena masih hidup sehingga memungkinkan untuk tetap berjuang, bekerja, dan berusaha. Sekalipun mengalami sakit-penyakit, kita tetap dapat bersyukur bahwa Tuhan itu baik sehingga melalui sakit-penyakit mengajari kita untuk menjaga kesehatan, bahwa sesungguhnya tubuh manusia itu lemah dan dapat sakit. Hal ini harus membuat kita mau senantiasa bersandar kepada Tuhan, hidup dengan rendah hati. Kita tidak alergi untuk selalu memerika diri, apakah ada dosa-dosa yang harus dibereskan di hadapan Tuhan dan manusia. Kita bisa menetapkan hati untuk sungguh-sungguh percaya dan berharap kepada Tuhan di tengah-tengah sakit penyakit yang kita alami. Mengucap syukur dalam segala hal membuat para pelakunya memiliki kesanggupan prima untuk menahan tantangan hidup dan mengalami kemenangan dari berbagai masalah yang harus dihadapi. Itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kita. Ini membuat kita mengalami kebaikan Tuhan. Dijauhkan dari kehidupan penuh sungut-sungut, tidak tahu berterima kasih, ketidakpuasan, amarah, maupun menyalahkan orang lain. Ucapan syukur membuat kita menemukan terobosan baru. BERSYUKUR JAUH LEBIH BAIK DIBANDING BERSUNGUT-SUNGUT.
Disadur dari Renungan Harian Kristen

Kristen Amfibi…
“Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Matius 6:24).
Dalam dunia hewan, kita tahu bahwa katak dapat hidup di dalam dua alam, yaitu di darat dan air. Sifat ini disebut amfibi. Hewan ini merasa aman-aman saja serta tidak merasa canggung karena memang Tuhan sudah menciptakannya demikian. Lain halnya dengan sifat manusia. Tuhan sang Pencipta tidak ingin kita menduakan hati terhadap Dia. Dia ingin kita memilih, ikut Dia atau ikut dunia. Keinginan untuk mengikuti Tuhan sekaligus dunia sama halnya seperti sifat katak. Kehidupan seperti itu pasti tidak akan membuat kita merasa nyaman sebab bukan demikian semestinya. Sebenarnya, selama hayat masih di kandung badan, seharusnya kita mempunyai pilihan pasti apakah kita mau tinggal bersama-Nya kelak di sorga atau terpisah dari-Nya di neraka. Jika kita sudah memilih ikut Tuhan, identitas kita semestinya sudah berubah. Karakter kita pun semestinya berubah pula sebab Roh Kudus tinggal di dalam hati kita. Kita sudah menjadi anak Tuhan (Yohanes 1:12). Jadi, sekalipun kita hidup di dunia, namun bukan dunia yang menjadi tuan kita, melainkan hanya Tuhan, Tuan kita diatas segala tuan. Jika kita menjadikan-Nya sebagai Tuan maka kita pasti akan berjalan dalam Dia dan membuahkan kebenaran. Mari kita ambil keputusan menjadikan-Nya sebagai Tuan. KEPUTUSAN KITA SEKARANG AKAN MENGUBAH KEHIDUPAN KITA SETERUSNYA.

Disadur dari Renungan Harian Kristen