Renungan Minggu Kelima Mei 2016

SAMARIA: TIDAK DIPANDANG, NAMUN BERKENAN

(Lukas 10:25-37)

 

Biasanya kita dapat memiliki bayangan atau stereotype terhadap orang lain. Kalau pandangan kita sudah terbentuk terhadap orang lain, maka sulit untuk mengubahnya. Demikian pula dengan teks yang kita baca mengenai orang Samaria yang sebenarnya dipandang sebelah mata oleh orang Yahudi.

Dalam bertindak kita mendapati bahwa “diam belum tentu emas.” Karena ketika kita melihat itu kebenaran, diam itu belum tentu emas. Tetapi seharusnya kebenaran itu dinyatakan. Demikian juga sebenarnya cerewet belum tentu baik. Kita seringkali tertipu oleh penampilan fisik orang. Jika berpakaian rapi, maka asumsinya adalah orang baik, sedangkan orang gimbal dsb. adalah orang jahat.

Orang-orang yang turun dari Yerikho adalah orang-orang yang tercatat dalam Alkitab, yaitu, Imam, orang Lewi dan orang Samaria. Perumpamaan ini berawal dari pertanyaan Ahli Taurat mengenai siapakah sesamaku itu. Ketika Yesus berbicara tentang siapakah sesamaku, Ia sedang membawa Ahli Taurat kepada perspektif yang baru dalam memahami arti sesama. Orang pertama yang melewati orang sekarat adalah Imam. Ini mungkin bisa dikaitkan dengan pendeta. kemudian hadir kaum Lewi, gambaran Majelis, namun melewati juga. Sedangkan seorang Samaria, datang dan menolong. Disinilah contoh bagaimana seorang Samaria yang baik hati. Yesus pada bagian ini tidak merujuk sesama itu berdasarkan agama, suku, dsb. tetapi sesama itu adalah orang-orang yang dimana kita dapat menaruh kasih kepada mereka. Kebaikan seseorang tidak bergantung siapa orang lain, darimana dia, tetapi masalah bagaimana dia. Jadi, kita dapat melihat sesamaku dengan lebih jelas bukan karena ditutupi oleh latar belakang dsb.

Ketika berbicara tentang Allah, kita menyadari bahwa kita terbatas untuk memahami Dia. Dalam kaitan dengan Trinitas, kita percaya Allah yang Monoteis, Allah hakikatnya adalah satu dengan tiga pribadi yaitu, Bapa, Anak dan Roh Kudus. Kekristenan memahaminya demikian, meskipun kita sadar kita terbatas dalam memahami secara penuh Trinitas tersebut. Melihat dalam teks kita menyatakan bahwa bagi Allah tidak ada yang mustahil.

 

 Pdt. Delvi Snae, M.Th

Comments

comments