Renungan Minggu Keempat Maret 2016

“BANGKITLAH, MULIAKANLAH ALLAHMU”

(Yeremia 24 : 1-10)

 

Pada minggu sengsara ke VII, Yeremia mengajak kita untuk hidup dalam pertobatan. Yeremia adalah seorang Nabi, ayahnya Hilkia seorang imam. Allah memperlihatkan kepada Yeremia dua keranjang buah ara, yang satu isinya buah ara yang baik dan yang satunya lagi berisi buah ara yang tidak baik (jelek). Buah ara yang baik ini menggambarkan orang yang tetap setia kepada Allah selama di Babel, walaupun banyak kesukaran dan penderitaan. Ditengah pergumulan hidup yang berat dan dalam pembuangan menjadi budak. Ada kebaikan Tuhan karena dalam pembuangan itu dalam keadaan itu mereka diijikan untuk berdoa.

Buah ara yang jelek, adalah lambang perlawanan dan pemberontakan dari raja Zedekia, Yoyakhin, pejabat kerajaan, terhadap Nebukadnezar dan menghancurkan bait Allah (Yes.8:10). Tuhan itu punya hati dan penuh pengasihan, Ia memperhatikan umatNya, Ia pun memberi kesempatan kedua kepada Yehuda untuk bertobat. Ada yang memilih untuk tetap setia kepada Tuhan, dan ada juga yang memilih untuk memberontak pada jalan Tuhan. Setiap hari kita diperhadapkan pada dua pilihan ini, mana yang baik mana yang jelek, namun seringkali kita lebih memilih melakukan yang jelek dihadapan Tuhan. Banyak yang diantara kita yang salah memilih, memilih mengikuti Tuhan Yesus sekali seumur hidup, memilih pasangan hidup sekali seumur hidup, memilih pekerjaan sekali seumur hidup.

Orang tidak mau makan yang busuk, orang pasti mau makan yang baik, sekalipun itu sederhana. Yang ada dalam hidup kita yaitu segala kebaikan-kebaikan Allah. Buah ara yang baik dan buah ara yang tidak baik berbicara tentang pertobatan. Pertobatan itu adalah tempat Tuhan bahkan tempat dimana kita menderita mengalami kesukaran menjadi tempat untuk kita kembali ke jalan Tuhan. Karena pertobatan itu secara pribadi di alami oleh semua orang, dalam pertobatan seorang pribadi memberi kesempatan untuk dipulihkan.

Apakah kita tetap setia berdoa kepada Tuhan ketika kita berada diambang kebangkrutan? Ketika keluarga diambang kehancuran? Kalau kita setia maka Tuhan akan setia. Apakah setiap pasangan suami istri tetap setia dengan janji mereka dihadapan Tuhan? Apakah kita sebagai Hamba Tuhan tetap setia dihadapan Tuhan? Apakah kita sebagai anggota sidi jemaat GMIT kita setia dengan Tuhan? Itu bagian dari pertobatan kita untuk kembali setia mengikuti Yesus. Pemberontakan itu terjadi ketika kita tidak mau diatur, tidak mau mendengar nasehat, tidak mau merendahkan diri.

Sodara/I yang dikasihi Tuhan, kesetiaan kita kepada Tuhan harus ditunjukan dalam setiap perbuatan, perkataan, bahkan seluruh kehidupan kita. Kesetiaan bukan hanya sekedar yang terlihat oleh sesame kita seperti rajin beribadah, namun kehidupan di rumah berbeda. Memang wajar kita marah, Hamba Tuhan sekalipun bisa marah, tetapi janganlah sampai matahari terbenam. Kiranya hari-hari hidup kita yang masih sisa ini, kita sungguh-sungguh berjuang untuk mendapatkan mahkota kemuliaan dari Tuhan. Amin.

 

Ringkasan Khotbah Pdt. Desy Rondo – Efendi, M.Th

 

Comments

comments