Renungan Minggu Kedua Agustus 2016

KEMERDEKAAN YANG KEBABLASAN

(Galatia 5 : 1-15)

Merdeka atau mati adalah sebuah pilihan (kalau tidak merdeka ya mati). Ada beberapa guru Yahudi memaksa orang-orang Galatia yang dimenangkan oleh Paulus supaya mereka disunatkan dan menerima kuk Taurat Musa sebagai syarat-syarat yang perlu untuk di selamatkan dan rupanya Paulus sangat kecewa terhadap jemaat Galatia yang begitu cepat berbalik dari Tuhan Yesus dan mengikuti suatu injil lain.

Paulus menulis surat ini untuk menegaskan bahwa syarat-syarat yang dituntut hukum, seperti sunat tidak ada hubungan dengan pekerjaan kasih karunia Allah dalam Kristus untuk keselamatan sehingga manusia menerima Roh Kudus dan hidup rohani oleh iman kepada Tuhan Yesus Kristus dan bukan oleh ikatan kepada hukum taurat.

Kemerdekaan sejati yaitu: 1. memperoleh hidup kekal, menerima kasih karunia berarti mengaku tidak berdaya. Sebaliknya dengan melakukan Taurat berarti bisa membanggakan diri telah mengerjakan keselamatan untuk diri sendiri. 2. Kemerdekaan sejati menjadi bagian dari semua orang (bukan hanya untuk segelintir orang dan bukan sebagai penyebab orag lain menjadi susah) 3. kemerdekaan sejati dibatasi oleh hukum, yaitu hukum Allah yang memperbolehkan seseorang menyatakan diri sepenuhnya dengan cara yang patut, membina, dan bermanfaat dan yang mengakui hak-hak orang lain, sehingga menyumbang kepada kebahagiaan semua orang. 4. Kemerdekaan juga tidak mengikuti hawa nafsu, kemerdekaan sejati tidak sama dengan suka-suka nya kita asalkan kita puas. Kemerdekaan dalam batas-batas yang diberikan Allah menghasilkan kebahagiaan. Kemerdekaan untuk kesukaan hati Tuhan dan kesaksian dan sukacita bagi orang lain. Ada beberapa catatan dari bacaan ini antara lain: 1. Tuhan itu berpihak dan mengerjakan kemerdekaan. Tuhan membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di mesir. Ia memberi tahu orang Israel bahwa mereka akan bebas dari kemiskinan asalkan mereka mematuhi perintah-perintah-Nya (Ul 15:4,5). 2. Menggunakan kemerdekaan Kristen dengan benar antara lain: 1.  kemerdekaan tidak boleh disalahgunakan sebagai kesempatan untuk memuaskan diri dalam perbuatan daging. 2. tidak boleh sebagai selubung untuk menutupi keburukan. Rasul Paulus menikmati kemerdekaan yang Ia peroleh melalui Kristus tapi ia tidak menggunakan kemerdekaan untuk menyenangkan diri sendiri atau menggunakannya sampai melukai hati orang lain tapi berusaha untuk kemerdekaan itu dinikmati oleh orang lain. 3. kemerdekaan seseorang tidak boleh dihakimi menurut hati nurani orang lain. Paulus berkata jika aku mengambil sebagian dengan syukur, mengapa aku harus dicaci karena sesuatu yang aku syukuri? Meskipun demikian, sang rasul bertekad untuk menjalankan kebebasannya dengan cara yang membina, bukan merusak ( 1 Kor 10:23-33). Kemerdekaan yang kita alami juga harus menjadi berkat bagi banyak orang. Amin

 

Ringkasan Khotbah: Pdt. Anthonetha Manobe, S.Th

 

 

 

Comments

comments