Renungan Harian 22 Maret 2016

SAHABAT SEJATI

(AYUB 11:1-20)

 

            Sahabat, definisinya tidak terlalu penting tetapi kehadirannya sangat penting ; akan tetapi kita perlu berhati-hati terhadap orang-orang disekitar kita karena tidak semua orang tulus dalam berteman.

Teman itu ada tingkatannya seperti halnya studi mulai dari TK lari sama-sama tapi tidak saling mengenal, tingkat SD mulai saling mengenal selanjutnya sampai kuliah teman selalu ada dalam suka dan duka, senang bersama, terlukapun bersama.

            Sama seperti kita, Ayub juga punya teman-teman yaitu Elifas, Bildad dan Sofar. Mereka tahu bahwa Ayub kehilangan rumah, harta, anak dan menderita sakit. Bukan kebetulan mereka datang tetapi mereka tahu bahwa Ayub sedang susah !! Kalau ada orang yang mengaku teman dan dia hanya datang karena kebetulan lewat saja, perlu dipertanyakan. Ayub 2: 12 & 13 menjelaskan bahwa ketika mereka lihat Ayub, mereka menangis, mengoyakkan jubah, mereka duduk ditanah bersama Ayub 7 hari 7 malam tanpa bicara, mengapa tidak bicara? Karena kesusahan Ayub terlalu besar. Tetapi Ayub pasal 11 menjelaskan bahwa dalam percakapan Ayub dan teman-temannya itu ada masalah. Mereka berpikir bahwa Ayub mengalami ini karena dosa, mereka hanya menduga bukan tahu dengan pasti. Teman-teman yang datang dengan maksud yang baik itu malah tidak menjadi berkat. Kehadiran teman-teman Ayub tidak menjadi berkat karena:

  1. Mereka kurang sabar. Mereka diam, ayub diam, tetapi ketika Ayub berbicara satu kali mereka langsung nasehat. Padahal Ayub tidak punya siapa-siapa lagi. Ayub hanya butuh didengarkan. Kehadiran kita kadang-kadang tidak perlu bicara, hanya mendengarkan. Kita harus sabar mendengarkan keluh kesah sahabat yang sedang susah, bukan nasehat.
  2. Karena mereka kurang peka melihat situasi, mereka terlalu reaktif. Mereka masing -masing bicara tiga kali. Ayub bicara satu kali, mereka bicara tiga kali. Mereka orang-orang yang baik tapi terlalu reaktif akhirnya tidak menolong Ayub. Kadang-kadang kita mau merubah sesuatu secara secara cepat akhirnya kita tidak peka dengan keadaan orang lain.
  3. Mereka terlalu terikat oleh pola pikir mereka sendiri. Sudah terlanjur berpikir bahwa setiap orang yang sakit adalah karena ia berdosa, sedangkan Alkitab mencatat bahwa Tuhan mengijinkan Iblis mencobai kesalehan Ayub apakah Ayub tetap hidup saleh dihadapan Tuhan, bukan karena Ayub berdosa .

Teman-teman yang menggembirakan menjadi obat bagi orang yang sakit, anak-anak yang menggembirakan menjadi obat bagi orangtua yang sakit. Tidak kebetulan Tuhan menempatkan teman-teman disekitar kita, bukan tanpa maksud semua itu. Karena itu marilah kita menjadi sahabat atau teman yang menggembirakan, yang menjadi berkat bagi sesama kita yang sedang menderita sakit atau kemalangan. Amin

Ringkasan Khotbah Pdt. Yandi Manobe, S.Th

Khotbah pada Warta Jemaat 29 Juni 2014

Comments

comments