Renungan Harian 17 Oktober 2015

BAPA SEBAGAI RAJA

“Ketika saat kematian Daud mendekat, ia berpesan (charged / commanded) kepada Salomo, anaknya” [ I Raja-Raja 2:1].

Kata yang perlu diperhatikan dari ayat diatas adalah berpesan. Terjemahan harafiahnya lebih tepat adalah charged atau commanded, yaitu memberi perintah. Setiap perkataan Daud sebagai Raja Israel memang bersifat memerintah, dalam arti mengandung otoritas dan harus ditaati oleh seluruh Israel. Tetapi kita akan melihat ayat ini dari sudut yang lain, yaitu dari sudut hubungan Daud dan Salomo sebagai bapa dengan anaknya. Daud sebagai bapa juga mempunyai otoritas untuk memberi perintah kepada Salomo sebagai anaknya. Pada ayat selanjutnya, kita lihat perintah pertama Daud untuk anaknya yaitu agar Salomo melakukan kewajibannya dengan setia kepada Tuhan.

Disini kita lihat bagaimana Daud sebagai bapa menjalankan otoritasnya kepada Salomo dengan memberi perintah. Demikian telah kita lihat juga bahwa Abraham memberi perintah kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya, agar tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan Tuhan [ Kej. 18:19 ]. Yosua juga menggunakan otoritas atas anak-anak dan seisi rumahnya, dengan membuat pernyataan yang tegas [ Yosua 24:15 ]. Semua ini menunjukkan bahwa seorang bapa harus menjalankan otoritas yang didelegasikan Tuhan padanya, atas anak-anak yang dipercayakan kepadanya.

Tetapi perlu diingat disini bahwa otoritas seorang bapa adalah terhadap anak-anaknya, bukan terhadap pasangannya. Perintah agar seorang isteri tunduk pada suaminya, bukanlah karena suami memiliki otoritas untuk mendidik isterinya, sebagaimana seharusnya ia mendidik anak-anaknya. Seorang isteri tunduk pada suami, semata-mata karena peran isteri adalah sebagai penolong suaminya. Kalau kita menggunakan istilah Raja dan Ratu, maka bapa adalah raja sedangkan ibu adalah ratu, dan secara bersama-sama, mereka didelegasikan otoritas untuk mendidik anak-anaknya.

Bagaimana caranya seorang bapa, dengan bantuan seorang ibu, menjalankan otoritas terhadap anak-anaknya ? Amsal 13:24 menjelaskannya demikian, “Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya,…” Kapan tongkat didikan ini harus dikenakan pada seorang anak ? Umumnya, pada usia 3 sampai 6 tahun, seorang anak harus mengalami tongkat didikan berulang-ulang, agar ia mengenal dan mengakui otoritas orang tua, sehingga ia menjadi anak yang penurut. Bapa yang tidak menggunakan tongkat didikan, benci pada anaknya, dalam arti ia membiarkan kebodohan melekat pada anaknya [ Amsal 22:15 ]. Bukan hanya itu, seorang bapa yang tidak menggunakan tongkat, akan menciptakan anak-anak yang tidak mengenal otoritas yang ada pada gurunya di sekolah, pada pemerintahannya mulai dari polisi di jalan sampai presiden, dan yang paling parah adalah pada para pembimbing rohani di gereja yang telah ditetapkan Tuhan baginya. Dapat dipastikan, anak pemberontak ini tidak akan berguna dalam pekerjaan Tuhan.

Tongkat melambangkan otoritas. Anak-anak harus mulai belajar apa itu otoritas sejak masa kecilnya, dan ini dimulai melalui tongkat didikan seorang bapa di rumah. Seorang bapa perlu belajar tegas terhadap anak-anak, bahkan sampai hal-hal yang kecil nampaknya, misalnya film apa saja yang boleh ditonton anak-anak.

Semoga para bapa menyadari bahwa ia adalah raja, dan pasangannya adalah ratu, bagi anak-anaknya.

 

 

Disadur dari E-Artikel

Comments

comments