Kemarahan Berujung Dosa.
Amsal 17 : 14 “Memulai pertengkaran adalah seperti membuka jalan air;jadi undurlah sebelum perbantahan dimulai”.
Beberapa hari yang lalu,disuatu siang saya dikejutkan dengan suara teriakan histeris dari seorang anak laki-laki kecil :”Jangan ayah…jangan ayah…,ibu…,jangan ayah…jangan ayah…”.Suaranya begitu putus asa,disertai bunyi pukulan keras dan tangisan seorang wanita.Rupanya telah terjadi pertengkaran hebat antara sepasang suami istri,yang rumahnya berjarak kurang lebih 20 meter dari tempat tinggal saya.Sang suami berteriak dengan kata-kata kasar sambil memukuli istrinya,sementara anak laki-laki mereka hanya bisa berteriak sambil menangis histeris,mencoba menghentikan kemarahan dan pukulan-pukulan ayahnya terhadap ibunya.
Saya mendengar dengan jantung berdegup kencang,tak dapat terbayangkan bagaimana suasana dalam rumah pasangan suami istri yang bertikai tersebut.Yang saya pikirkan hanyalah anak mereka yang masih kecil,sungguh kasihan dia,harus menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga antara ayah dan ibunya tersebut.Jelang beberapa saat,masih saja terdengar keributan tersebut.Saya membuka pintu rumah dan melihat dari balik pintu kearah rumah yang dimaksud.Para tetangga berkumpul didepan rumah tersebut.Mungkin ada yang hanya sekedar ingin tahu,ada yang prihatin tapi tak dapat berbuat apa-apa.Beberapa saat kemudian,ada warga terdekat yang datang menegur sang suami,karena terus memukuli istrinya.
Saya masuk kembali kedalam rumah,dan berdoa dalam hati,agar Tuhan dapat menghentikan kemarahan-kemarahan sang suami terhadap istrinya itu.
Saudara-saudaraku,bukankah kita pun seringkali dikuasai amarah yang sedemikian hebatnya?Marah kepada anggota keluarga,marah kepada rekan kerja,marah kepada pembantu,marah kepada tetangga,marah kepada keadaan,marah kepada diri sendiri,bahkan marah kepada Tuhan.
Amarah tersebut mungkin tidak kita realisasikan dengan teriakan dan pukulan terhadap orang yang menjadi sumber kemarahan kita,tetapi mungkin kita simpan didalam hati sehingga menjadi dendam dan pahit hati yang mengakar sampai bertahun-tahun lamanya,yang membawa kehancuran untuk diri kita sendiri? Bukankah lebih baik saat kemarahan itu datang,kita berusaha tenang,sebelum melakukan hal-hal yang tidak terkendali?Kemarahan adalah wajar,tetapi bagaimana caranya agar kemarahan tersebut tidak membawa kita dalam dosa? Dalam Efesus 4:26 tertulis : ” Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu.” Dalam alkitab pun mencatat bagaimana Yesus marah terhadap orang-orang yang menjadikan bait Allah sebagai tempat berdagang (Matius 21:12-13),atau saat Ia memarahi Petrus (Markus 8:33),atau saat Ia memarahi murid-muridNya karena melarang orang-orang membawa anak-anak kecil kepada-Nya untuk diberkati (Markus 10:13-16).
Tetapi marah yang dimaksudkan disini adalah marah untuk membawa kepada kebaikan,untuk memperbaiki yang salah,dan membawa seseorang kembali kejalan yang benar dan seharusnya.Bukan marah dengan menyakiti orang lain,baik lewat kata-kata maupun perbuatan fisik,bahkan sampai membunuh dan menyebabkan kerugian terhadap diri sendiri.Ingatlah bahwa disaat kita marah,iblis memasok kekuatan yang besar agar kita menjadi tak terkendali,mengeluarkan kata-kata kotor,hinaan,bahkan sampai merusak barang-barang dan membunuh pihak lawan.Saat marah,berusahalah tenang dan sabar. Jangan biarkan iblis mengintimidasi kita.Tegurlah orang yang salah dengan tegas dan lemahlembut,janganlah marah berlarut-larut,belajarlah mengampuni,yakinlah bahwa masalah yang Tuhan ijinkan untuk kita lewati adalah untuk semakin mendewasakan iman kita,bukannya untuk membawa kita dalam masalah lainnya,maka kita dapat terhindar dari kemarahan yang besar dan tak terkendali.
Kolose 3:8, Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu.
Oleh Admin Sekretariat