PRIBADI = FIGUR SEORANG AYAH…
Di Amerika Serikat
- setiap tahunnya sekitar 28% penduduknya mengalami gangguan mental; termasuk di antaranya 7 JUTA anak-anak dan remaja
- 15% – 25% di antaranya adalah orang tua yang berusia 65 tahun ke atas.
- kira-kira 30.000 orang mengakhiri hidup mereka setiap tahunnya=bunuh diri.
- salah satu penyebabnya adalah retaknya keluarga( survey 1999 ).
- AS memegang angka perceraian tertinggi di dunia dan satu dari tiga anak yang lahir di sana dilahirkan oleh ibu yang tidak menikah.
- Saya tidak pernah menerima perlakuan seperti itu dari ayah saya.
- Ayah saya juga jarang bercengkeraman dengan saya
- dan ayah saya tidak tahu apa-apa tentang saya.
Tentu masalah ini mencengangkan kita semua dan membuat kita bertanya-tanya, apa gerangan yang membuat begitu banyak orang di sana hidup merana??????
Pribadi yang retak berasal dari keluarga yang retak dan sebaliknya, pribadi yang retak menciptakan keluarga yang retak pula. Keretakan keluarga bisa bersumber dari suami, istri, atau keduanya, namun fakta yang terungkap di sana ialah 40% anak-anak tinggal di rumah di mana tidak ada ayah mereka lagi. Penyebab keretakan pernikahan pasti beragam tetapi hasilnya tetap sama yaitu hilangnya figur ayah dari keluarga.
Saya mengamati di Indonesia pun masalah keluarga acap kali berhulu pada kurangnya peranan ayah dalam membesarkan anak. Terlalu lama kita-para ayah-dirantai oleh “budaya” yang mengatakan bahwa pria yang jantan adalah pria yang tidak mengurus anak. Kita menganggap memperhatikan anak merupakan tugas dan kewajiban istri sedangkan mencari nafkah adalah tugas dan kewajiban suami.
Saya tidak berkeberatan dengan hal prioritas dan pembagian tugas di antara suami dan istri. Seyogianyalah pria bekerja untuk menghidupi keluarganya dan oleh karenanya waktu yang dapat ia bagikan dengan keluarga menjadi terbatasi pula. Akibatnya, untuk mengkompensasikan kekurangan waktu itu, ibu akan lebih berperan serta terlibat dalam membesarkan anak.
Yang menjadi keprihatinan saya adalah, sebagian pria, masalah ini bukan lagi menjadi hal prioritas-yang mana harus didahulukan-melainkan sudah menjadi masalah pembagian tugas yang diyakini secara kaku. Begitu kakunya sampai-sampai kita menjadi takut dibebani “tugas” kewanitaan ini dan seakan-akan untuk menambah bukti kejantanan, kita semakin dipacu untuk lebih menjauh dari tugas membesarkan anak. Betapa kelirunya dan betapa besar dampak negatifnya pada anak-anak kita!
Sebagian dari kita-para ayah-merasa tidak mampu menjadi ayah yang baik. Mungkin kita berdalih :
Saya memahami bahwa ketidaktahuan akan apa yang harus dilakukan memang merupakan perintang bagi sebagian dari kita.
- PERAN SEORANG AYAH YANG BAIK BUKAN DITUNTUT KESEMPURNAAN; tetapi mau belajar ; ayah yang baik mengakui kesalahannya dan mencoba memperbaikinya. Sebaliknya, ayah yang tidak baik ;sukar mengakui kesalahannya dan tidak peduli untuk memperbaikinya. Ada satu prinsip berkeluarga yang saya pelajari: Ternyata bukan saja anak belajar dari orangtua, orangtua pun belajar dari anak. Sebetulnya tidak terlalu susah untuk belajar dari anak. Jikalau kita bersikap terbuka kepada anak, ia pun akan merasa bebas untuk memberitahukan kita hal-hal yang perlu kita koreksi. Tuhan Yesus pun bilang belajarlah dari anak2 ; mat 18:3 “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.
- PERHATIKAN TINDAKAN KITA ; cara bicara ; Adakalanya kemarahan kita berubah menjadi penghinaan dan teguran , kita bukannya membangun tapi kita menjatuhkan dengan tuduhan yang berat sebelah. Kadang kekhawatiran kita yang berlebihan terlalu membelenggunya sehingga menghambat pertumbuhannya. Dengarlah tangisannya, kemarahannya, dan keluhannya. Semua sinyal ini membunyikan pesan yang penting untuk kita perhatikan. Evaluasilah dengan kepala dingin dan hati terbuka; jika kita keliru, akui dan kalau perlu, mintalah maaf kepada anak. Perbaiki agar kita tidak mengulang tindakan kita yang keliru itu.
- MENYADARI SEBAGAI MANUSIA KITA MEMPUNYAI KETERBATASAN ; kita tetap berpotensi berbuat kesalahan. Jika kita mengakui keterbatasandalam banyak hal, mengapa justru dalam menghadapi anak, kita berpikir bahwa kita tidak pernah salah? Dalih bahwa kita melakukan segalanya untuk kebaikan anak, tidak menutup kemungkinan bahwa dalam pelaksanaannya kita telah mengambil langkah yang keliru. Ayah yang baik adalah menyadari keterbatasan dan bersedia mengubah dirinya.
- AYAH YANG BAIK ADALAH AYAH YANG TEGAS DANMENGHARGAI ; perasaan anak. Firman Tuhan memberi tugas sekaligus peringatan kepada kaum ayah, “Dan kamu bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” Efs 6:4. berkaitan dengan cara memberikan didikan kepada anak. Kita mungkin masih dapat mengingat betapa tidak nyamannya menerima teguran atau bahkan pukulan dari orangtua sewaktu kita masih kecil. Apalagi jika kita merasa bahwa orangtua telah memperlakukan kita secara tidak adil. Itu sebabnya sebagai ayah kita mesti berhati-hati dengan didikan yang kita berikan kepada anak. Adakalanya kita gagal mengerti perasaan anak sehingga terlalu memaksakan kehendak dan kita tahu betapa mudahnya kita, sebagai ayah, memaksakan kehendak pada anak. Janganlah lupa untuk menempatkan diri pada posisinya dan menyelami perasaannya sebagai anak.
- ALKITAB SANGAT MENARIK ; MENDIDIK bukan hanya tugas para ibu melainkan tugas ayah. Dengan kata lain, ayah seharusnyalah terlibat dalam urusan membesarkan anak. Firman Tuhan menambahkan agar ayah mendidik anak dalam “ajaran dan nasihat Tuhan.” Artinya medisiplin melalui ucapan, bukan kasar atau selalu menggunakan tangan untuk memukul anak. Tuhan meminta ayah untuk mendidik anak melalui perkataan dalam kerangka yang jelas yakni di dalam Tuhan.
- SEDIAKAN WAKTU YANG TEPAT ayah yang baik adalah ayah mempunyai waktu untuk anak. Andaikan Anda bertanya kepada saya, bagaimanakah kita dapat mengetahui berapa besarnya kasih kita kepada seseorang, jawaban saya ialah, tanyalah, berapa banyaknya waktu yang kita berikan untuk orang itu. Dengan kata lain, kita dapat mengukur kasih kita kepada anak dengan cara mengevaluasi berapa banyak waktu yang telah kita berikan kepada anak-anak kita.
- MEMANG BANYAK HAL YANG HARUS DIKERJAKAN SEORANG AYAH ; misalnya mencari nafkah, beribadah, atau menjalin relasi, dan semua itu menuntut waktu namun wajar. Yang tidak wajar adalah bekerja berlebihan melewati batas kebutuhan mencari nafkah; terlalu repot beraktivitas di gereja, atau terlalu sering keluar dengan teman-teman. Semua itu tidak wajar dan sudah tentu akan menyita waktu yang seyogianya kita dapat berikan untuk anak. Ayah yang baik adalah ayah yang memberikan waktunya untuk anak pada saat anak membutuhkannya. Adakalanya kita, sebagai ayah;
– baru mau mendekati anak sewaktu anak sudah beranjak dewasa. Sering kali tindakan kita ini disambut dengan dingin karena pada dasarnya api jalinan antara ayah-anak tidak pernah menyala sedikit pun.
– Pada masa anak membutuhkan kita untuk mengantarnya membeli keperluan sekolahnya, kita terlalu sibuk-atau letih-untuk melakukannya.
– Pada saat ia ingin berbicara dengan kita, wajah kita terlalu serius dan membuatnya enggan mengganggu kita.
– Pada waktu ia ingin bercanda dengan kita, bahasa tubuh kita mengkomunikasikan kepadanya bahwa kita sedang tidak mood.
Ingatlah, tidak selamanya anak membutuhkan kita dan tidak untuk seterusnya ia meminta waktu kita. Akan ada saatnya di mana ia berhenti berharap dan pada momen itu, apa pun yang kita lakukan untuk menyentuhnya tidak akan membuahkan hasil. Ikatan itu telah putus.
- AYAH YANG BAIK adalah ayah yang mempunyai minat terhadap apa yang dikerjakan oleh anak. Salah satu kelemahan pria sangat egois; tidak lagi berminat pada apa yang dikerjakan oleh anak, namun lebih terserap oleh apa yang dikerjakan diri sendiri. Bertanyalah kepada anak sejak ia kecil tentang apa yang dilakukannya, terlibatlah dalam permainannya, perlihatkan bahwa kita tertarik dengan cerita atau permainannya. Anak akan merasa senang jika ia dapat bercerita kepada kita mengenai mainannya. bukankah kita pun merasa senang jika orang tertarik pada apa yang sedang kita kerjakan?. Sadari ini merupakan modal untuk kita berkomunikasi dengannya, sewaktu ia memasuki masa remaja; ia akan membuka pintu komunikasi karena kita telah menjalin komunikasi dengannya. Anak tidak akan membuka pintu komunikasi, kalau menganggap bahwa kita hanya ingin “mengecek” perbuatannya. Karena anak-anak berharap kita sungguh-sungguh tertarik pada dirinya-apa yang disukainya dan apa yang dikerjakannya.
Amsal 18:19a berkata, “Saudara yang dikhianati lebih sulit dihampiri daripada kota yang kuat.” Anak akan merasa dikhianati bila ia tidak memperoleh apa yang seharusnya kita berikan kepadanya yakni perhatian, didikan, kasih, dan waktu-hal-hal yang tak tergantikan. Anak-anak yang telah kita khianati sulit kita menangkan.
Disadur dari Renungan Kristen-oleh Ev.Sudiana