Renungan Harian 13 Juni 2016

KESENANGAN SEMU

(Wahyu 3:14-22)

 

Bicara masalah kesenangan semu, mungkin kebanyakan orang akan berpikir bahwa kesenangan itu bicara tentang kemewahan, banyaknya harta, atau jabatan yang melekat pada nama yang sejatinya tidaklah berarti apa-apa dimata Tuhan. Tak jarang mereka tersesat, terjerat, menganggap racun adalah makanan terlezat. Berbahaya sekali bila waktu-waktu yang sediakan untuk kesenangan itu melebihi porsi sampai-sampai menyita sebagian besar waktu dan perhatian kita, bahkan membuat kita kecanduan.

Jemaat, kondisi ini bukan saja terjadi di zaman ini, tetapi di dalam Jemaat Laodikia masalah itu pernah terjadi dan menimbulkan kemarahan Tuhan hingga membuat Tuhan harus menegurnya dengan keras. Laodikia, Yunani: λαοδικεια – laodekeia, artinya: keadilan untuk rakyat, adalah suatu kota perdagangan penting di lembah Likos daerah Frigia. kota ini menjadi pusat perdagangan yg sangat makmur, terutama pada zaman pemerintahan Romawi.

Pertanyaannya sekarang, apakah hidup kekristenan yang benar hanya demikian? Dalam perikop ini, kita melihat ada tiga penyebab timbulnya kesenangan semu , yaitu:

  1. Sikap Merasa Puas Diri (Ay. 17a)

Tuhan mengutip perkataan mereka “Karena engkau berkata aku kaya dan telah memperkaya diri dan aku tidak kekurangan apa-apa…” Benar memang mereka kaya! Kota Laodikia terkenal dengan tanahnya yang subur, sangat baik bagi pengembangan pertanian dan peternakan. Produksi yang penting adalah bulu domba hitam yang diolah dan ditenun menjadi karpet “Trimita” dan baju dari bulu domba hitam, karpet tersebut sangat terkenal dan mahal harganya. Jemaat-jemaat kita perlu waspada dengan rasa puas diri. Mungkin pada saat ini secara pribadi kita puas dengan kondisi kita. Kita perlu bertanya pada diri kita sendiri apakah dalam segala kelimpahan ini, kita menyadari darimanakah semuanya?

  1. Menjadi Lupa Diri (ay. 17b-18)

Tuhan berkata: “Dan karena engkau tidak tahu …” (ayat 17 b, 18) Tuhan menggambarkan mereka seperti orang yang melarat (talaipopos) dan malang (eleeinos) yang sebenarnya punya pengertian yang hampir sama hanya sebagai penekanan, yaitu kondisi di mana orang tersebut dalam keadaan penuh penderitaan baik secara emosi maupun kerohanian dan mereka perlu dikasihani. Manusia itu rentan dalam menghadapi kekayaan, kepintaran dan ketenaran. Itu sebabnya kita perlu berhati-hati terhadap kepuasan diri maupun lupa diri. Kadang bila semua yang kita inginkan sudah kita dapatkan, kita lupa pada siapa yang memberi semua itu.

  1. Kehilangan Jati Diri (Ay. 16,17)

Tuhan berkata dalam ayat 16, “Jika karena engkau suam-suam kuku dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku.” Tuhan muak dengan sikap ibadah mereka yang tidak dingin maupun tidak panas, mereka menjadi jemaat yang suam-suam kuku. Biarkan Tuhan berkata-kata kepada jemaat apa yang Tuhan ingin kita lakukan agar kita tidak menjadi jemaat yang suam-suam kuku, agar kita tidak dimuntahkan oleh Tuhan.

Mintalah kepada Tuhan agar Tuhan  memberikan kepada kita hati yang hanya mau bergantung pada-Nya. Tuhan berkata: “Barangsiapa menang, ia akan Ku dudukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhta-Ku.Biarlah Tuhan menolong kita. Amin                                                                    

 Ringkasan Khotbah Kak Timotius Haryono

Comments

comments