Ketika Keadaan Baik-Baik Saja
“Aku telah berbicara kepadamu selagi engkau sentosa, tetapi engkau berkata: ‘Aku tidak mau mendengarkan!’ Itulah tingkah langkahmu dari sejak masa mudamu, sebab engkau tidak mau mendengarkan suara-Ku!” Yeremia 22:21
Sudah menjadi sifat manusia ketika hidupnya dalam keadaan sentosa, artinya baik-baik saja, aman, sehat, makmur dan berkecukupan, ia cenderung melupakan Tuhan dan sepertinya tidak lagi membutuhkan kehadiranNya. Saat keluarga baik-baik, anak-anak berhasil dalam studi, pekerjaan sudah mapan dengan gaji cukup tinggi, apa lagi yang perlu kita kuatirkan dan takutkan dalam hidup ini? Jadi kita tidak perlu ngoyo-ngoyo (berusaha keras – istilah Jawa, red.): ibadah ke gereja seminggu sekali saja; berdoa saat mau makan, hendak tidur pada malam hari dan setelah bangun pagi saja. That’s enough! Sudah cukup! Ini sering kita lakukan. Sebaliknya kita baru mau mencari Tuhan sungguh-sungguh apabila bisnis sedang hancur, toko hampir bangkrut, studi gagal total, belum memiliki anak meski sekian tahun berumahtangga atau hal-hal buruk lain sedang menimpa kita.
Tidak salah bila kita datang mencari Tuhan ketika dalam masalah. Namun, apakah kita harus menunggu sampai musibah menimpa kita dahulu baru kita sungguh-sungguh di dalam Tuhan dan melayani Dia? Mengapa ketika masih muda, kuat, sehat dan berkellimpahan kita ‘hitung-hitungan’ dan tidak mau melakukan yang terbaik bagiNya?
Dalam Matius 19:16-22 ada anak muda yang hidupnya makmur dan segalanya baik-baik saja. Bahkan dalam hal kerohanian sepertinya dia tidak bercacat, semua hukum Taurat dia lakukan dengan baik. Namun ada satu hal yang kurang, seperti kata Yesus, “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” (Matius 19:21). Dan ternyata anak muda ini lebih memilih mencintai hartanya daripada harus mengikut Tuhan. Harta/kemewahan/uang menjadi prioritas utama dalam hidupnya melebihi kasihnya kepada Tuhan. Oleh sebab itu dia memilih meninggalkan Tuhan daripada harus kehilangan hartanya.
Bersungguh-sungguhlah di dalam Tuhan selagi keadaan kita baik, jangan tunggu sampai Dia menegur kita!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup