Konon ada seorang Kaisar yang sangat kejam sekali, rakyatnya sangat takut pada Kaisar itu; sebab kalau apa yang diperintahnya tidak dapat dipenuhi maka rakyatnya bakal dihukum. Satu-satunya orang yang tidak takut padanya hanya sang putri tunggalnya. Apa saja yang diminta putrinya pasti dikabulkan.
Suatu hari sang putri datang pada papanya “Pa, saya mau minta sebuah cincin.” “Bukankah kamu sudah mempunyai banyak cincin anakku? ” tanya sang papa kembali. “Ini yang lain Pa, saya menginginkan cincin yang bermata embun.” Sambil merengek-rengek di depan Papanya. “Baiklah anakku, Papa akan memberikan padamu.”
Keesokan harinya Kaisar memberikan pengumuman ;”Semua pandai-pandai emas di negeri ini supaya berkumpul di istana, karena ada tugas yang harus diberikan kepada kalian.” Mendengar ini semua pandai-pandai emas sangat ketakutan, sebab apabila mereka tidak dapat memenuhi permintaan Kaisar, maka ganjarannya dipenjarakan atau dibunuh.
Tibalah hari yang ditetapkan, maka semua pandai-pandai emaspun berkumpul di Istana. Kaisar mengatakan “Putriku ingin memiliki sebuah cincin emas bermata embun, saya harap kalian dapat mengerjakan untuknya.” Semua pandai-pandai emas tercengang mendengar itu, tidak ada seorangpun yang berani angkat tangan, sebab apa yang ditugaskan oleh raja adalah suatu tugas yang tidak masuk akal.
Mereka sudah putus asa, karena mustahil membuat cincin yang bermata embun. Di tengah keheningan dan ketakutan, maka berdirilah seorang kakek tua dan berkata : “Saya bersedia.” Mereka gembira bercampur sedih, sebab mereka bayangannya sebentar lagi kakek itu bakal mati, dan kalau berhasil maka mereka semua tertolong. Namun kakek tua ini dengan tenang berkata, Saudara-saudara doakanlah supaya Tuhan memberi saya hikmat. “Lalu kakek ini berpaling pada sang putri Kaisar dan berkata “Putri, besok pagi-pagi jam 04.00 saya tungu di halaman Istana.
Keesokan harinya, pagi-pagi sebelum jam 04.00 sang putri sudah bangun, ia mengenakan gaun putih yang paling mahal, kaus kaki putih, sepatu serta sarung tangan yang serba putih. Lalu ia berjalan menemui kakek itu, “Baiklah Nak, sekarang saya persiapkan alat-alat untuk membuat cincinmu; sementara itu engkau boleh memilih embun yang engkau paling sukai, lalu bawa kemari.”
Dengan senang hati sang putri berjalan-jalan mengelilingi taman Istana untuk mencari embun yang paling indah. Namun sudah lebih kurang dua jam ia masih belum menemukannya, sebab setiap embun yang dia ambil selalu menjadi air. Gaun indahnya sudah basah, kaus kakinya sudah kotor, sepatunya basah bahkan sarung tangannya sudah menjadi jorok. Akhirnya sambil menangis sang putri berlari menuju kakek tua itu dan berkata : “Saya tidak mau lagi cincin itu.” Kakek tua itu hanya tersenyum tanpa berkata apa-apa, sementara Kaisar melihat dari lantai atas Istana sambil menggeleng-gelengkan kepala. Kakek itu selamat, berikut semua pandai emas lainnya.
Di sini kita melihat bahwa permintaan yang dipaksakan , berakibatkan kegagalan. Apalagi meminta sesuatu pada Tuhan, mintalah yang seturut dengan apa yang dikehendaki-Nya.