Baca: Yohanes 1:14-18
Bagi sebagian orang, makna Hari Natal adalah hari libur menjelang akhir tahun. Bagi beberapa orang lain, ini berarti kesempatan bersenang-senang, bahkan berpesta-pora. Bagi yang lain lagi, inilah kesempatan untuk mengeruk keuntungan bisnis sebesar-besarnya dengan menempelkan label Natal pada apa saja yang mereka perdagangkan. Bagi orang lain, Natal adalah kesempatan untuk temu-kangen dengan keluarga dan kerabat, entah itu di sekitaran rumah ataupun di gereja. Jika benar itu yang terjadi di sekitar kita, sungguh menyedihkan, karena itu berarti kedatangan Yesus justru tak terasa dampaknya bagi kita.
Sang Firman yang adalah Allah (1), yang sudah ada sebelum Yohanes (15), yang disebut sebagai Anak Tunggal Bapa yang ada di pangkuan Bapa dan menyatakan-Nya (18), telah menjadi manusia dan berdiam di antara kita (14). Untuk apa Ia menjadi manusia? Supaya kita melihat kemuliaan-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa yang penuh kasih karunia dan kemuliaan (14, 16) dan seperti yang kita baca kemarin, supaya kita boleh percaya dan menjadi anak-anak Allah (12-13). Semua ini mestinya membuat kita bersukacita dan sukacita inilah yang mestinya mendasari perayaan Natal. Kita bersukacita, karena Sang Firman telah menjadi manusia, dan karena-Nya kita boleh menjadi anak-anak Allah. Adakah sukacita yang lebih besar dan lebih indah dari itu?
Maka jangan biarkan nafsu kesenangan atau keuntungan materi mendominasi perayaan Natal kita. Sebaliknya, rasa takjub dan syukur karena Sang Firman telah menjadi manusia seharusnya mendorong kita untuk melakukan beberapa hal. Pertama, kita memuji dan memuliakan Sang Firman di dalam doa syukur dan ibadah kita, baik secara pribadi, bersama keluarga, maupun komunitas jemaat kita. Kedua, kita diingatkan kembali bahwa sama seperti Yohanes bersaksi tentang Sang Firman, kita juga perlu memberitakan kesaksian kita tentang Dia. Kabar bahwa Allah telah berinkarnasi menjadi manusia perlu kita bagikan kepada orang lain, supaya mereka pun beroleh kesempatan untuk merasakan sukacita besar ini.
http://sabda.org/publikasi/sh/2013/12/25