Jadi, akhirnya, Saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.
By
Categories: Kumpulan Ilustrasi, Renungan Harian
By
Kata anak itu kepada bapanya: Bapa, aku telah berdosa kepada sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. Lukas 15:21
Rita berdiri di jalan menatap sebuah rumah bagus dengan sedih. Melalui korden jendela dia melihat orang yang berpakaian sangat bagus sedang berbincang-bincang dan menikmati saat santai. Rita memegang selembar kertas di tangannya, undangan pribadi untuk pesta makan malam. Malam ini ia diundang untuk menghadiri pertemuan oleh profesornya, yang telah terkesan dengan kemampuan akademisnya, dan menginginkan bertemu dia di tempat lain, bukan di kampus.
Dengan hati-hati dia menyentuh undangan dengan jarinya, melihat ke bawah ke arah “baju pestanya yang bagus”, yang tampak begitu tidak menarik dibandingkan dengan gaun yang dipakai orang di dalam rumah yang dia lihat dari jendela itu. Dengan sedih dia berbalik dan berjalan pergi menjauhi tempat itu.
Adegan yang menyedihkan dari film Inggris “Educating Rita” ini, menggambarkan betapa sulitnya seseorang menerima kemungkinan kehidupan yang baru.
Rita berasal dari keluarga kelas bawah, dan tak seorang pun yang kuliah di keluarganya, selain dia. Dia berjuang dengan perasaan minder, dan selamanya dia ingin tahu bagaimana caranya supaya dia “berhasil”.
Itu perasaan keraguan terhadap diri sendiri yang menyebabkan dia gagal menghadiri undangan itu.
Tetapi, terima kasih kepada profesornya yang gigih, yang melihat dia lebih daripada dia melihat dirinya sendiri, akhirnya dia menerima undangan profesornya untuk bergabung dengan dunia yang baru.
Pada akhir film itu, wanita yang sederhana itu bersinar sebagai seorang ilmuwan.
Undangan untuk menjadi dan kemudian bersinar sebagai orang Kristen, ada dalam diri kita masing-masing. Kegembiraan terbesar adalah mengetahui bahwa Sang Guru kita senantiasa melihat kita lebih daripada kita memandang diri sendiri.
Tuhan tidak meminta kemampuan kita, tetapi kesediaan kita.
Categories: Kumpulan Ilustrasi, Renungan Harian
By
Efesus 5:16 — Dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.
Kalimat di atas bukan hal yang asing, tapi pasti kita sering mendengarnya. Mungkin baru beberapa menit yang lalu ada seseorang yang mengatakannya. Tapi kalimat itu kontraproduktif dengan karakter Allah yang selalu punya waktu untuk beraktivitas. Mungkin sedikit dari kita yang menganalisa, betapa destruktifnya makna dibalik kalimat tersebut. Ketika Rasul Paulus mengatakan agar kita menggunakan waktu yang ada, ia ingin menekankan kita harus bekerja lebih keras dari iblis. Ini lebih berupa perintah daripada sekedar himbauan. 2 Petrus 5:8 mengingatkan kita untuk sadar dan berjaga-jaga, sebab lawan kita, si iblis sedang berkeliling mencari siapa saja yang dapat ditelannya alias ia sedang bekerja keras. Jika Anda tidak punya waktu untuk berjaga-jaga, Anda akan ditelannya.
Pernahkah Anda renungkan bagaimana perasaan Allah ketika kita berkata, “Maaf, saya tidak punya waktu!” Untuk Dia?? Ia juga berkata, “Engkau menyebut Aku Bapa, tapi tidak menghormati Aku. Engkau menyebut Aku Tuhan, tapi tidak melayani Aku. Engkau menyebut Aku sahabat, tapi tidak meyembah Aku. Maaf bila suatu saat engkau bertanya apakah namamu tercantum dalam kitab Kehidupan-Ku, saat itulah Aku akan berkata, ‘Maaf, Aku tidak punya waktu untuk menuliskannya.’” Jelas penyesalan tidak berguna, karena itu selagi masih ada waktu mari kita sediakan waktu untuk Dia.
Milikilah waktu bersama dengan Dia, sebagai bukti Anda sungguh mengasihi-Nya.
Categories: Kumpulan Ilustrasi, Renungan Harian
By
Ada seorang pengembara yang sangat ingin melihat pemandangan yang ada di balik suatu gunung yang amat tinggi. Maka disiapkanlah segala peralatannya dan berangkatlah ia. Karena begitu beratnya medan yang harus dia tempuh, segala perbekalan dan perlengkapannya pun habis. Akan tetapi, karena begitu besar keinginannya untuk melihat pemandangan yang ada di balik gunung itu, ia terus melanjutkan perjalannya. Sampai suatu ketika, ia menjumpai semak belukar yang sangat lebat dan penuh duri. Tidak ada jalan lain selain ia harus melewati semak belukar itu.
Pikir pengembara itu “ Wah, jika aku harus melewati semak ini, maka kulitku pasti akan robek dan penuh luka. Tapi aku harus melanjutkan perjalanan ini. “ Maka pengembara itupun mengambil ancang-ancang dan ia menerobos semak itu. Ajaib, pengembara itu tidak mengalami luka goresan sedikitpun. Dengan penuh sukacita, ia kemudian melanjutkan perjalanan dan berkata dalam hati “ Betapa hebatnya aku. Semak belukarpun tak mampu menghalangi aku . “
Selama hampir 1 jam lamanya ia berjalan, tampaklah di hadapannya kerikil-kerikil tajam berserakan. Dan tak ada jalan lain selain dia harus melewati jalan itu. Pikir pengembara itu untuk kedua kalinya “ Jika aku melewati kerikil ini, kakiku pasti akan berdarah dan terluka. Tapi aku tetap harus melewatinya.” Maka dengan segenap tekadnya, pengembara itu berjalan. Ajaib, ia tak mengalami luka tusukkan kerikil itu sedikitpun dan tampak kakinya dalam keadaan baik-baik saja. Sekali lagi ia berkata dalam hati : “ Betapa hebatnya aku. Kerikil tajampun tak mampu menghalangi jalanku. “
Pengembara itupun kembali melanjutkan perjalanannya. Saat hampir sampai di puncak gunung itu, ia kembali menjumpai rintangan. Batu-batu besar dan licin menghalangi jalannya, dan tak ada jalan lain selain dia harus melewatinya. Pikir pengembara itu untuk yang ketiga kalinya : “ Jika aku harus mendaki batu-batu ini, aku pasti akan tergelincir dan tangan serta kakiku akan patah. Tapi aku ingin sampai di puncak itu. Aku harus melewatinya. “ Maka pengembara itupun mulai mendaki batu itu dan ia…tergelincir. Aneh, setelah bangkit, pengembara itu tidak merasakan sakit di tubuhnya dan tak ada satupun tulangnya yang patah. “ Betapa hebatnya aku. Batu-batu terjal inipun tidak dapat menghalangi jalanku. “ Maka, iapun melanjutkan perjalanan dan sampailah ia di puncak gunung itu.
Betapa sukacitanya ia melihat pemandangan yang sungguh indah dan tak pernah ia melihat yang seindah ini. Akan tetapi, saat pengembara itu membalikkan badannya, tampaklah di hadapannya sosok manusia yang penuh luka sedang duduk memandanginya. Tubuhnya penuh luka goresan dan kakinya penuh luka tusukan dan darah. Ia tak dapat menggerakkan seluruh tubuhnya karena patah dan remuk tulangnya. Berkatalah pengembara itu dengan penuh iba pada sosok penuh luka itu : “ Mengapa tubuhmu penuh luka seperti itu? Apakah karena segala rintangn yang ada tadi? Tidak bisakah engkau sehebat aku karena aku bisa melewatinya tanpa luka sedikitpun? Siapakah engkau sebenarnya ? “
Jawab sosok penuh luka itu dengan tatapan penuh kasih : “Aku adalah Tuhanmu. Betapa hatiKu tak mampu menolak untuk menyertaimu dalam perjalanan ini, mengingat betapa inginnya engkau melihat keindahan ini. Ketahuilah, saat engkau harus melewati semak belukar itu, Aku memelukmu erat supaya tak satupun duri merobek kulitmu. Saat kau harus melewati kerikil tajam, maka Aku menggendongmu supaya kakimu tidak tertusuk. Ketika kau memanjat batu licin dan terjatuh, Aku menopangmu dari bawah agar tak satupun tulangmu patah. Ingatkah engkau kembali padaKU ?”
Pengembara itupun terduduk dan menangis tersedu-sedu. Untuk kedua kalinya, Tuhan harus menumpahkan darahNya untuk suatu kebahagiaan.
Kadang, kita lupa bahwa Tuhan selalu menyertai dan melindungi kita. Kita lebih mudah ingat betapa hebatnya diri kita yang mampu melampaui segala rintangan tanpa menyadari bahwa Tuhan bekerja di sana. Dan sekali lagi, Tuhan harus berkorban untuk keselamatan kita. Maka, seperti Tuhan yang tak mampu menolak untuk menyertai anakNya, dapatkah kita juga tak mampu menolak segala kasihNya dalam perjalanan hidup kita dan membiarkan tanganNya bekerja dalam hidup kita?
Categories: Kumpulan Ilustrasi, Renungan Harian
By
Seorang pemain akrobat. Di ujung dua buah tiang yang tinggi dipasang sebatang balok besi yang menghubungkan kedua tiang tersebut. Dan di atas balok besi itulah ia berjalan kesana kemari sambil berusaha menjaga keseimbangan badannya. Ia mencoba beberapa gerakan yang nampaknya amat berbahaya yang membuat penonton harus menahan nafas agar jantung tidak terputus.
Sang akrobat lalu berhenti sejenak dan memperhatikan semua penontonnya, lalu bertanya; “Siapa di antara kalian merelakan diri agar saya pikul melewati balok besi ini?” Tak satupun di antara para penonton itu yang rela menerima tawaran tersebut. Semua tentu saja takut kalau-kalau suatu kefatalan terjadi maka mereka akan terjatuh. Dan bila sungguh terjadi demikian maka ajal mereka akan berakhir di balik balok besi tersebut.
Tiba-tiba seorang anak kecil secara amat berani menaiki tiang tersebut dan merelakan diri untuk dipikul sang akrobat melewati balok besi tersebut. Ketika ia berada di atas pundak sang akrobat, semua penonton menahan nafas. Semua mengatupkan tangan berdoa agar keduanya selamat. Ada pula di antara penonton tersebut yang memejamkan mata tak berani menonton.
Ketika adegan ini berakhir dan sang akrobat maupun anak kecil yang ada di pundaknya selamat tiba di seberang, ada orang datang bertanya kepada anak tersebut; “Mengapa anda begitu berani membiarkan dirimu berada dalam bahaya seperti itu?”
Sang anak kecil itu dengan penuh rasa bangga berkata; “Karena ia adalah ayahku. Bersama ayahku, aku tak akan pernah merasa takut, bahkan di tengah mara bahaya sekalipun.”
Tahukah anda siapa Allah yang anda sembah?? Kita selalu menyapaNya sebagai Bapa. Dan dengan sapaan itulah kita mendoakan doa yang diajarkan Yesus kepada kita: “Bapa kami yang ada di Surga…”. Namun apakah kita juga sama seperti sang anak kecil di atas, yang kendatipun berada di tengah bahaya namun tak merasa takut? Si kecil tak merasa takut karena ia percaya sepenuhnya pada cinta dan kasih setia ayahnya. Hendaknya kitapun demikian; Bersama Allah, kita tak perlu takut, bahkan ketika harus berhadapan dengan mara bahaya yang paling mengerikan sekali pun.
Hendaknya kitapun bersama sang Pemazmur bermadah: “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.” (Maz 23; 4).
Categories: Kumpulan Ilustrasi, Renungan Harian
By
Seorang karyawan muda berdoa tiap hari sejak ia tahu ada undian berhadiah mobil jaguar pada sebuah bank. Kebetulan ia punya rekening di bank itu. Ia berdoa sambil memaksa Tuhan mengabulkan permintaannya. Pada akhirnya ia memiliki mobil jaguar itu. Ia membayar pajak undian dengan berhutang pada bank. Suatu hari mobilnya harus di-service dan ada penggantian spare-part yang menghabiskan biaya belasan juta. Terpaksa ia harus memakai kartu kreditnya untuk membayar tagihan. Keesokannya ia sakit karena stres dan seringkali hanya makan ‘makanan seadanya’ untuk menghemat uang.
Mobil mewah, jabatan bagus, status sosial, gaji besar, pernikahan dan sebagainya. Kita semua pasti menginginkannya. Jika kapasitas kita tidak memadai untuk mendapatkan hal-hal tersebut, nasib kita akan sama seperti karyawan tadi. Tuhan ingin agar umat-Nya hidup bahagia, namun jika kapasitas mereka tidak mampu menampung berkat besar, hidup malah akan menderita – bukannya bahagia.
Tuhan hanya akan mempercayakan perkara-perkara besar pada mereka yang siap, pada mereka yang selalu berusaha memperbesar kapasitas, hidup berkarakter sesuai dengan buah Roh, dan hidup dengan aturan main yang Tuhan telah atur dalam Alkitab. Seberapa besar kapasitas Anda saat ini? Jika kapasitas kita sudah besar di mata Tuhan, tanpa harus meminta – Dia pasti akan memberikan hal-hal luar biasa pada kita.
Categories: Kumpulan Ilustrasi, Renungan Harian
By
Seorang pemain profesional bertanding dalam sebuah turnamen golf. Ia baru saja membuat pukulan yang bagus sekali yang jatuh di dekat lapangan hijau. Ketika ia berjalan di fairway, ia mendapati bolanya masuk ke dalam sebuah kantong kertas pembungkus makanan yang mungkin dibuang sembarangan oleh salah seorang penonton. Bagaimana ia bisa memukul bola itu dengan baik? Sesuai dengan peraturan turnamen, jika ia mengeluarkan bola dari kantong kertas itu, ia terkena pukulan hukuman. Tetapi kalau ia memukul bola bersama-sama dengan kantong kertas itu, ia tidak akan bisa memukul dengan baik. Salah-salah, ia mendapatkan skor yang lebih buruk lagi.
Apa yang harus dilakukannya? Banyak pemain mengalami hal serupa. Hampir seluruhnya memilih untuk mengeluarkan bola dari kantong kertas itu dan menerima hukuman. Setelah itu mereka bekerja keras sampai ke akhir turnamen untuk menutup hukuman tadi. Hanya sedikit, bahkan mungkin hampir tidak ada, pemain yang memukul bola bersama kantong kertas itu. Resikonya terlalu besar. Namun, pemain profesional kita kali ini tidak memilih satu di antara dua kemungkinan itu.
Tiba-tiba ia merogoh sesuatu dari saku celananya dan mengeluarkan sekotak korek api. Lalu ia menyalakan satu batang korek api dan membakar kantong kertas itu. Ketika kantong kertas itu habis terbakar, ia memilih tongkat yang tepat, membidik sejenak, mengayunkan tongkat, wus, bola terpukul dan jatuh persis di dekat lobang di lapangan hijau.
Bravo! Dia tidak terkena hukuman dan tetap bisa mempertahankan posisinya.
Smiley…! Ada orang yang menganggap kesulitan sebagai hukuman, dan memilih untuk menerima hukuman itu. Ada yang mengambil resiko untuk melakukan kesalahan bersama kesulitan itu.
Namun, sedikit sekali yang bisa berpikir kreatif untuk menghilangkan kesulitan itu dan menggapai kemenangan.
(Inspirasi: Paul W.Cummings)
Categories: Kumpulan Ilustrasi, Renungan Harian
By
“Ada satu hal di mana TUHAN tidak berkuasa untuk melakukannya” TUHAN tidak berkuasa untuk tidak menepati janjiNYA. Ia begitu setia akan janjiNYA.(Mazmur 12:7)
Suatu hari Guru sekolah minggu memberikan tugas kepada murid-muridnya: Seperti apa Allah Bapa itu? “Untuk mudahnya, kalian harus melihat Dia sebagai seorang Bapa… seorang papi,” ujar guru tsb.
Minggu berikutnya, guru tsb menagih PR dari setiap murid yang ada. “Allah Bapa itu seperti Dokter!” ujar seorang anak yang papanya adalah dokter. “Ia sanggup menyembuhkan sakit penyakit seberat apapun!” “Allah Bapa itu seperti Guru!” ujar seorang anak yang lain. “Dia selalu mengajarkan kita untuk melakukan yang baik dan benar.” “Allah Bapa itu seperti Hakim!” ujar seorang anak yang papanya adalah hakim dengan bangga,”Ia adil dan memutuskan segala perkara di bumi.” “Menurut aku Allah Bapa itu seperti Arsitek. Dia membangun rumah yang indah untuk kita di surga!” ujar seorang anak tidak mau kalah. “Allah Bapa itu Raja! Paling tinggi di antara yang lain!” “Allah Bapa itu pokoknya kaya sekali deh! Apa saja yang kita minta Dia punya!” ujar seorang anak konglomerat.
Guru tersebut tersenyum ketika satu demi satu anak memperkenalkan image Allah Bapa dengan semangat. Tetapi ada satu anak yang sedari tadi diam saja dan nampak risih mendengar jawaban anak-anak lain. “Eddy, menurut kamu siapa Allah Bapa itu?” ujar ibu guru dengan lembut. Ia tahu anak ini tidak seberuntung anak-anak yang lain dalam hal ekonomi, dan cenderung lebih tertutup.
Eddy hampir tidak mengangkat mukanya, dan suaranya begitu pelan waktu menjawab,”Ayah saya seorang pemulung… jadi saya pikir… Allah Bapa itu Seorang Pemulung Ulung.” Ibu guru terkejut bukan main, dan anak-anak lain mulai protes mendengar Allah Bapa disamakan dengan pemulung. Eddy mulai ketakutan. “Eddy,”ujar ibu guru lagi. “Mengapa kamu samakan Allah Bapa dengan pemulung?”
Untuk pertama kalinya Eddy mengangkat wajahnya dan menatap ke sekeliling sebelum akhirnya menjawab,”Karena Ia memungut sampah yang tidak berguna seperti Eddy dan menjadikan Eddy manusia baru, Ia menjadikan Eddy anakNya.”
Memang bukankah Dia adalah Pemulung Ulung? Dia memungut sampah-sampah seperti saudara dan saya, menjadikan kita anak-anakNya, hidup baru bersama Dia dan bahkan menjadikan kita pewaris kerajaan Allah.
Yohanes 3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”
Efesus 2:8 Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman, itu bukan hasil usahamu sendiri melainkan pemberian Allah.
Our God is able! “Not by power, not by might, but by My Spirits, says the LORD” (Zach 4:6)
Categories: Kumpulan Ilustrasi, Renungan Harian
By
Sudah bertahun-tahun saya mengajarkan murid-murid saya tentang konsep sederhana namun sangat hebat, yaitu Filosofi Semut. Semut mempunyai empat filosofi yang luar biasa.
Yaitu:
Pertama, semut tidak pernah menyerah. Bila anda menghalang-halangi dan berusaha menghentikan langkah mereka, mereka selalu akan mencari jalan lain. Mereka akan memanjat ke atas, menerobos ke bawah atau mengelilinginya. Mereka terus mencari jalan keluar. Tidak sekali-kali menyerah untuk menemukan jalan menuju tujuannya.
Kedua, semut menganggap semua musim panas sebagai musim dingin. Ini adalah cara pandang yang penting. Semut-semut mengumpulkan makanan musim dingin mereka di pertengahan musim panas.
Sebuah kisah kuno mengajarkan, “Jangan mendirikan rumahmu di atas pasir di musim panas.”
Ketiga, semut menganggap semua musim dingin sebagai musim panas. Ini juga penting. Selama musim dingin, semut mengingatkan dirinya sendiri, “Musim dingin takkan berlangsung selamanya. Segera kita akan melalui masa sulit ini.” Maka ketika hari pertama musim semi tiba, semut-semut keluar dari sarangnya. Dan bila cuaca kembali dingin, mereka masuk lagi ke dalam liangnya. Lalu, ketika hari pertama musim panas tiba, mereka segera keluar dari sarangnya. Mereka tak dapat menunggu untuk keluar dari sarang mereka.
Terakhir, keempat, seberapa banyak semut akan mengumpulkan makanan mereka di musim panas untuk persiapan musim dingin mereka? Semampu mereka! Filosofi yang luar biasa, filosofi “semampu mereka“.
“Semut, Bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas.” ( Amsal 30:25 )
Categories: Kumpulan Ilustrasi, Renungan Harian
By
Hari ini sebelum kamu mengeluh tentang rasa dari makananmu,
Pikirkan tentang seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.
Sebelum Anda mengeluh tidak punya apa-apa,
Pikirkan tentang seseorang yang harus meminta-minta di jalanan.
Sebelum kamu mengeluh bahwa kamu buruk,
Pikirkan tentang seseorang yang berada pada tingkat yang terburuk di dalam hidupnya.
Sebelum kamu mengeluh tentang suami atau istri Anda,
Pikirkan tentang seseorang yang memohon kepada Tuhan untuk diberikan teman hidup.
Hari ini sebelum kamu mengeluh tentang hidupmu,
Pikirkan tentang seseorang yang meninggal terlalu cepat.
Sebelum kamu mengeluh tentang anak-anakmu,
Pikirkan tentang seseorang yang sangat ingin mempunyai anak tetapi dirinya mandul.
Sebelum kamu mengeluh tentang rumahmu yang kotor karena pembantumu tidak mengerjakan tugasnya,
Pikirkan tentang orang-orang yang tinggal di jalanan.
Sebelum kamu mengeluh tentang jauhnya kamu telah menyetir,
Pikirkan tentang seseorang yang menempuh jarak yang sama dengan berjalan.
Dan disaat kamu lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu,
Pikirkan tentang pengangguran, orang-orang cacat yang berharap mereka mempunyai pekerjaan seperti Anda.
Sebelum kamu menunjukkan jari dan menyalahkan orang lain,
Ingatlah bahwa tidak ada seorangpun yang tidak berdosa.
Kita semua menjawab kepada Tuhan.
Dan ketika kamu sedang bersedih dan hidupmu dalam kesusahan,
Tersenyum dan mengucap syukurlah kepada Tuhan bahwa kamu masih diberi kehidupan.
Categories: Kumpulan Ilustrasi, Renungan Harian