SANG AKROBAT

Seorang pemain akrobat. Di ujung dua buah tiang yang tinggi dipasang sebatang balok besi yang menghubungkan kedua tiang tersebut. Dan di atas balok besi itulah ia berjalan kesana kemari sambil berusaha menjaga keseimbangan badannya. Ia mencoba beberapa gerakan yang nampaknya amat berbahaya yang membuat penonton harus menahan nafas agar jantung tidak terputus.

Sang akrobat lalu berhenti sejenak dan memperhatikan semua penontonnya, lalu bertanya; “Siapa di antara kalian merelakan diri agar saya pikul melewati balok besi ini?” Tak satupun di antara para penonton itu yang rela menerima tawaran tersebut. Semua tentu saja takut kalau-kalau suatu kefatalan terjadi maka mereka akan terjatuh. Dan bila sungguh terjadi demikian maka ajal mereka akan berakhir di balik balok besi tersebut.

Tiba-tiba seorang anak kecil secara amat berani menaiki tiang tersebut dan merelakan diri untuk dipikul sang akrobat melewati balok besi tersebut. Ketika ia berada di atas pundak sang akrobat, semua penonton menahan nafas. Semua mengatupkan tangan berdoa agar keduanya selamat. Ada pula di antara penonton tersebut yang memejamkan mata tak berani menonton.

Ketika adegan ini berakhir dan sang akrobat maupun anak kecil yang ada di pundaknya selamat tiba di seberang, ada orang datang bertanya kepada anak tersebut; “Mengapa anda begitu berani membiarkan dirimu berada dalam bahaya seperti itu?”

Sang anak kecil itu dengan penuh rasa bangga berkata; “Karena ia adalah ayahku. Bersama ayahku, aku tak akan pernah merasa takut, bahkan di tengah mara bahaya sekalipun.”

Tahukah anda siapa Allah yang anda sembah?? Kita selalu menyapaNya sebagai Bapa. Dan dengan sapaan itulah kita mendoakan doa yang diajarkan Yesus kepada kita: “Bapa kami yang ada di Surga…”. Namun apakah kita juga sama seperti sang anak kecil di atas, yang kendatipun berada di tengah bahaya namun tak merasa takut? Si kecil tak merasa takut karena ia percaya sepenuhnya pada cinta dan kasih setia ayahnya. Hendaknya kitapun demikian; Bersama Allah, kita tak perlu takut, bahkan ketika harus berhadapan dengan mara bahaya yang paling mengerikan sekali pun.

Hendaknya kitapun bersama sang Pemazmur bermadah: “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.” (Maz 23; 4).

Comments

comments