Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran.
Beberapa hari menjelang Natal, putri Pendeta Jeff Callender yang berusia tiga tahun begitu gembira melihat banyaknya hadiah dan kesibukan memberi hadiah. Ayahnya menulis, “Suatu pagi ia memungut, memeriksa, menggoncang-goncang dan menebak isi setiap bungkusan. Lalu, tiba-tiba seperti mendapat ilham, ia memungut sebuah pita merah besar yang jatuh dari salah satu bungkusan dan menempelkannya di atas kepalanya. Dengan mata berbinar dan senyum lebar ia berkata, “Lihat saya, Ayah! Saya ini sebuah hadiah!”
Setiap anak Allah seharusnya juga berkata demikian kepada Bapa Surgawi. Dengan mengingat semua yang telah dilakukan-Nya bagi kita, sudah seharusnya kita memberi diri sepenuhnya kepada-Nya, termasuk tubuh kita. Dengan melakukan hal itu, kita akan “mematikan perbuatan-perbuatan tubuh” (Roma 8:13). Dan kita mempersembahkan diri kita kepada Tuhan sebagai persembahan yang hidup (Roma 12:1). Mereka yang benar-benar menyerahkan seluruh keberadaannya kepada Tuhan dapat berkata seperti Paulus, “Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku” (Filipi 1:20).
Natal adalah waktu yang tepat untuk memperingati hadiah terbesar yang diberikan Allah kepada umat manusia, Anak-Nya, Yesus Kristus. Saat kita merenungkan kasih yang mendasari pemberian itu, biarlah kita menanggapinya dengan menyerahkan hidup kita kepada-Nya bagi kemuliaan-Nya.
Mari kita gemakan kata-kata gadis kecil tersebut, “Lihat saya, Bapa! Saya adalah sebuah hadiah!”
Untuk membuat hidup Anda berarti, serahkanlah hidup Anda kepada Allah.