RENUNGAN HARIAN 19 MEI 2015

KETIKA IMAN DIUJI

Ayat bacaan: Daniel 1:5
===================
“Dan raja menetapkan bagi mereka pelabur setiap hari dari santapan raja dan dari anggur yang biasa diminumnya. Mereka harus dididik selama tiga tahun, dan sesudah itu mereka harus bekerja pada raja.”

ketika iman diujiLulus atau tidak, itu menjadi hasil dari sebuah ujian. Untuk berhasil tentu diperlukan ketekunan dan keseriusan dalam mempersiapkan diri menghadapi ujian. Sebaliknya jika kita menyepelekannya, maka kemungkinan untuk gagal pun akan besar. Dalam kehidupan ini, ada kalanya iman kita pun harus melewati ujian. Bisa jadi lewat tekanan atau bahkan ancaman dari orang-orang sekitar kita, baik di lingkungan atau pekerjaan. Perasaan takut dikucilkan, takut ditolak, takut tidak naik jabatan, diperlakukan tidak adil dan sebagainya seringkali membuat sebagian orang menyembunyikan identitas dirinya dari segi keimanan. Jatuh hati kepada seseorang pun sering menjadi penyebab lunturnya keimanan. Ada banyak orang yang akhirnya berkompromi demi mendapatkan pujaan hatinya, bahkan memilih untuk meninggalkan Kristus. Ironi seperti ini banyak terjadi di tengah masyarakat. Memang tidak mudah hidup sebagai minoritas di tengah mayoritas. Namun sesungguhnya pada saat-saat seperti itulah iman dan ketaatan kita akan Kristus tengah diuji. Lulus atau tidak, itu semua tergantung keputusan kita sendiri. Apakah kita mau berkompromi mengorbankan Tuhan yang telah begitu mengasihi kita dan menebus dosa-dosa kita, mengganjar kita yang sebenarnya tidak layak ini dengan keselamatan kekal, atau memilih untuk terus setia apapun resikonya. Ada banyak pahlawan iman yang tercatat dalam Alkitab, sebagian di antaranya harus rela mengakhiri hidupnya di dunia sebagai martir. Hari ini saya rindu mengajak teman-teman melihat kisah Daniel, Hananya, Misael dan Azarya.

Kisah Daniel dibuka dengan kekalahan bangsa Yehuda di tangan bangsa Babel, bangsa penyembah berhala. Layaknya bangsa yang kalah, harta dan kehidupan Yehuda pun dirampas masuk ke dalam bangsa yang menang. Pada saat itu, raja Babel memerintahkan kepala istana untuk mengambil sebagian orang Israel yang berasal dari keturunan raja dan bangsawan untuk dilatih mengenai bahasa, budaya dan cara hidup Babel sampai identitas mereka sebagai orang Yehuda bisa terkikis habis. “Lalu raja bertitah kepada Aspenas, kepala istananya, untuk membawa beberapa orang Israel, yang berasal dari keturunan raja dan dari kaum bangsawan, yakni orang-orang muda yang tidak ada sesuatu cela, yang berperawakan baik, yang memahami berbagai-bagai hikmat, berpengetahuan banyak dan yang mempunyai pengertian tentang ilmu, yakni orang-orang yang cakap untuk bekerja dalam istana raja, supaya mereka diajarkan tulisan dan bahasa orang Kasdim.” (Daniel 1:3-4). Ini termasuk mengenai makanan. Mereka harus makan dari makanan yang sama yang dipersiapkan bagi anggota keluarga raja. Mereka juga harus siap dilatih selama 3 tahun dan dipersiapkan untuk bekerja bagi raja. “Dan raja menetapkan bagi mereka pelabur setiap hari dari santapan raja dan dari anggur yang biasa diminumnya. Mereka harus dididik selama tiga tahun, dan sesudah itu mereka harus bekerja pada raja.” (ay 5). Dari kriteria ini, terdapatlah 4 orang pemuda Yehuda, yaitu Daniel, Hananya, Misael dan Azarya. (ay 6). Nama mereka pun diganti. “Pemimpin pegawai istana itu memberi nama lain kepada mereka: Daniel dinamainya Beltsazar, Hananya dinamainya Sadrakh, Misael dinamainya Mesakh dan Azarya dinamainya Abednego.” (ay 7). Tapi meski nama mereka diganti, dan mereka diwajibkan untuk menjalani proses pencucian identitas sebagai bangsa Yehuda, ternyata hati mereka tidak berubah sedikit pun. Ujian yang mereka alami tidaklah mudah. Mereka menghadapi ancaman kematian dengan cara mengerikan jika masih terus mempertahankan iman mereka dan menolak menyembah berhala-berhala Babel dan rajanya. Menghadapi ancaman, Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab: “Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini.Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” (3:16-18). Sadrakh, Mesakh dan Abednego menolak menyembah berhala-berhala yang menjadi tuhan bangsa Babel, dan akibatnya merekapun dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala. Daniel pun sama. Ketika ia dijebak dari ketaatannya menyembah Allah setiap hari sebanyak tiga kali, ia pun diancam untuk mati dengan cara dilempar ke dalam gua singa. (6:16). Ini ujian iman yang sungguh tidak main-main. Tapi apa yang terjadi? Kita tahu Sadrakh, Mesakh dan Abednego disertai malaikat dan tidak cedera sedikitpun. Apa yang mereka alami bahkan menjadi kesaksian luar biasa akan kuasa Tuhan yang mereka sembah. (3:24-30). Mengenai Daniel, kita tahu pula bagaimana Daniel selamat dari gua Singa tanpa kekurangan suatu apapun lewat penyertaan malaikat pula. “Allahku telah mengutus malaikat-Nya untuk mengatupkan mulut singa-singa itu, sehingga mereka tidak mengapa-apakan aku, karena ternyata aku tak bersalah di hadapan-Nya; tetapi juga terhadap tuanku, ya raja, aku tidak melakukan kejahatan.” (6:22). Ujian iman yang berat dilalui oleh Daniel, Hanaya (Sadrakh), Misael (Mesakh) dan Azarya (Abednego) dengan gemilang.

Adakah hari ini di antara teman-teman menghadapi pergumulan mengenai iman? Mungkin ditolak atau diusir dari keluarga karena mengikuti Kristus, mungkin disingkirkan oleh lingkungan, bahkan mungkin pula mengalami ancaman atau aniaya, mendapatkan berbagai penderitaan, dan sebagainya. Seperti halnya Daniel dan ketiga pemuda lainnya, itu semua mungkin kita alami juga di hari-hari yang sulit seperti sekarang ini. Adalah penting bagi kita untuk terus setia meskipun apa yang kita hadapi mungkin sungguh berat. Setiap saat kita harus mampu memastikan bahwa diri kita tetap ada bersama dengan Kristus. Paulus mengingatkan demikian: “Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji.” (2 Korintus 13:5). Dalam kesempatan lain, Yakobus justru berkata bahwa kita seharusnya malah merasa beruntung jika kita mengalami berbagai macam cobaan. “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan,” (Yakobus 1:2). Mengapa demikian? “sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.” (ay 2-3). Lihatlah ada buah yang matang yang akan kita petik sebagai hasil jika kita lulus dari ujian iman itu. Petrus mengatakan hal yang sama. “Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu–yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api–sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.” (1 Petrus 1:6-7). Ingatlah bahwa tujuan iman adalah keselamatan jiwa.(ay 9). Keteguhan dan kesetiaan iman kitalah yang akan menentukan seperti apa kita kelak di kehidupan selanjutnya. Apakah keselamatan kekal atau kebinasaan kekal yang kita peroleh sebagai hasil, itu tergantung dari keseriusan kita dalam menjaga kesetiaan kita pada Yesus. Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego telah membuktikan kesetiaan mereka dan lulus dengan gemilang. Menghadapi hari-hari yang mungkin kurang lebih sama, penuh tekanan, ancaman dan bahkan aniaya, mampukah kita memiliki iman seperti mereka?

Jangan pernah tergoda untuk meninggalkan Kristus dalam menghadapi berbagai tekanan dan ujian

Disadur dari Renungan Harian One Worship

Comments

comments