header image
 

All posts in November 6th, 2016

Suatu ketika seorang pria menelepon Norman Vincent Peale. Ia tampak sedih. Tidak ada lagi yang dimilikinya dalam hidup ini. Norman mengundang pria itu untuk datang ke kantornya.

“Semuanya telah hilang. Tak ada harapan lagi,” kata pria itu. “Aku sekarang hidup dalam kegelapan yang amat dalam. Aku telah kehilangan hidup ini.”

Norman Vincent Peale, penulis buku “The Power of Positive Thinking”, tersenyum penuh simpati. “Mari kita pelajari keadaan anda,” kata Norman dengan lembut. Pada selembar kertas ia menggambar sebuah garis lurus dari atas ke bawah tepat di tengah-tengah halaman. Ia menyarankan agar pada kolom kiri pria itu menuliskan apa-apa yang telah hilang dari hidupnya. Sedangkan pada kolom kanan, ia menulis apa-apa yang masih tersisa.

“Kita tak perlu mengisi kolom sebelah kanan,” kata pria itu tetap dalam kesedihan. “Aku sudah tak punya apa-apa lagi.”

“Lalu kapan kau bercerai dari istrimu?” tanya Norman tiba-tiba. “Hei, apa maksudmu? Aku tidak bercerai dari istriku. Ia amat mencintaiku!” “Kalau begitu bagus sekali,” sahut Norman penuh antusias. “Mari kita catat itu sebagai nomor satu di kolom sebelah kanan “Istri yang amat mencintai.” Nah, sekarang kapan anakmu itu masuk penjara?” “Anda ini konyol sekali. Tak ada anakku yang masuk penjara!” “Bagus! Itu nomor dua untuk kolom sebelah kanan “Anak-anak tidak berada dalam penjara.” kata Norman sambil menuliskannya di atas kertas tadi.

Setelah beberapa pertanyaan dengan nada yang serupa, akhirnya pria itu menangkap apa maksud Norman dan tertawa pada diri sendiri. “Menggelikan sekali. Betapa segala sesuatunya berubah ketika kita berpikir dengan cara seperti itu,” katanya.

Kata orang bijak, bagi hati yang sedih lagu yang riang pun terdengar memilukan. Sedangkan orang bijak lain berkata, sekali pikiran negatif terlintas di pikiran, duniapun akan terjungkir balik. Maka mulailah hari dengan selalu berfikir positif.

Norman Vincent Peale
Penulis buku The Power of Positive Thinking

Seorang pekerja pada proyek bangunan memanjat ke atas tembok yang sangat tinggi.

Pada suatu saat ia harus menyampaikan pesan penting kepada teman kerjanya yang ada di bawahnya.

Pekerja itu berteriak-teriak, tetapi temannya tidak bisa mendengarnya karena suara bising dari mesin-mesin dan orang-orang yang bekerja, sehingga usahanya sia-sia saja.

Oleh karena itu untuk menarik perhatian orang yang ada di bawahnya, dia mencoba melemparkan uang logam di depan temannya.

Temannya berhenti bekerja, mengambil uang itu lalu bekerja kembali.

Pekerja itu mencoba lagi, tetapi usahanya yang keduapun memperoleh hasil yang sama. Tiba-tiba ia mendapat ide. Ia mengambil batu kecil lalu melemparkannya ke arah orang itu.

Batu itu tepat mengenai kepala temannya, dan karena merasa sakit, temannya menengadah ke atas? Sekarang pekerja itu dapat menjatuhkan catatan yang berisi pesannya.

Tuhan kadang-kadang menggunakan cobaan-cobaan ringan untuk membuat kita menengadah kepadaNya.

Seringkali Tuhan melimpahi kita dengan rahmat, tetapi itu tidak cukup untuk membuat kita menengadah kepadaNya.

Karena itu, agar kita selalu mengingat kepadaNya, Tuhan sering menjatuhkan “batu kecil” kepada kita.

Beberapa orang dari Eropa pergi ke Afrika. Di tengah-tengah padang belantara yang panas mereka menjumpai sebuah oase / danau kecil. Di dekat danau itu banyak batu-batuan dan mereka menemukan sebilah papan bertuliskan “Yang mengambil batu akan menyesal. Yang tidak mengambil batu juga akan menyesal.”

Seorang diantara mereka tidak menggubris perkataan itu. Tetapi seorang yang lain terus memikirkan arti tulisan itu. “Kalau Saya membawa batu-batu itu, Saya akan tahu seberapa menyesalnya Saya karena Saya membawa batu-batu itu. Kalau Saya tidak membawanya, juga akan menyesal, tetapi tentu dengan penyesalan berbeda.” Akhirnya ia memutuskan untuk membawa sedikit batu-batu itu dan menyuruh orang lain untuk tidak membawanya. Ada juga orang lain yang tidak menggubris kata-kata itu dan bermain-main, berlomba melempar batu-batu itu ke tengah danau dan menganggap mereka tidak akan menyesal karena tidak memikirkan kalimat itu lebih jauh. Setelah kembali ke Eropa, mereka menyuruh ahli batu-batuan untuk memeriksa dan menyelidiki batu-batuan yang mereka bawa itu. Setelah beberapa saat diselidiki, ternyata batu-batuan itu adalah semacam Safir yang di luar tampaknya jelek tetapi di dalamnya merupakan permata yang sangat indah dan mahal harganya. Yang tidak membawa batu itu akan menyesal karena tidak membawanya, tetapi yang membawanya pun akhirnya juga menyesal karena tidak membawanya lebih banyak.

Bukankah hidup manusia serupa seperti cerita di atas?
Yang Maha Kuasa memberikan kehidupan yang sangat berharga.
Namun, bukankah kita seringkali kurang menghargai waktu hidup ini justru saat kita masih bisa hidup lama?

Hidup ini begitu bernilai.
Jauh lebih bernilai daripada batu-batu permata.
Itulah sebabnya agar kita tidak menyesal di kemudian hari, maka kita harus menjalani hidup dengan maksimal.

Bekerja dengan maksimal, mengasihi keluarga dengan maksimal,berkarya bagi sesama dengan maksimal.

Intinya ketika kita sudah mengusahakan yang terbaik selama hidup ini,maka kita tidak perlu lagi menyesal di kemudian hari.

Usahakan yang terbaik selama kesempatan itu masih ada.