header image
 

All posts in October, 2016

Ini kisah nyata yang benar terjadi. Meskipun sudah terjadi beberapa tahun yang lalu, kisah ini menjadi kisah turun menurun di kalangan Mahasiswa Sekolah Alkitab Lawang – Jawa Timur.

Aturan yang sangat ketat di asrama membuat uang menjadi tidak bernilai di sekolah tersebut. Mereka tidak diijinkan membeli makanan di luar kampus kecuali bila dikirim atau diberi oleh jemaat. Banyak mahasiswa yang menggunakan waktu di antara jam penginjilan dan visitasi untuk mampir ke warung terdekat untuk sekedar membeli bakso, soto atau minum es.

Dari sekian banyak jemaat yang mereka layani, ada seorang nenek tua bernama mbah Ginuk, meski umurnya udah lebih dari 70 tahun, ia hidup sebatang kara tanpa sanak saudara dan harus bekerja sebagai tukang cuci seminggu dua kali dengan gaji Rp. 1,000,- per kunjungan. Setiap seminggu sekali ia selalu memberikan 15 potong pisang goreng untuk bekal bagi mahasiswa yang sedang praktek penginjilan di desanya untuk dibawa ke asrama. Pada mulanya, para mahasiswa menganggap ini suatu pemberian yang menyenangkan dan mereka tidak pernah memikirkan apa yang terjadi dengan si pemberi berkat itu. Hingga suatu hari mereka mendapat kabar kalau mbah Ginuk meninggal dunia karena sakit.

Seminggu setelah mbah Ginuk dikubur, ketika para mahasiswa sedang melakukan praktek penginjilan di desa itu, mereka berpikir bahwa tidak akan ada lagi orang yang memberi mereka makanan. Ternyata, salah satu penduduk desa tersebut datang menghampiri mereka sambil menyerahkan bungkusan berisi 15 potong pisang goreng untuk dibawa pulang. Usut punya usut, ternyata mbah Ginuk sebelum meninggal telah menitipkan sejumlah uang ke penjual pisang goreng tersebut. Sejak saat itu mereka menyadari betapa mulianya persembahan yang dilakukan oleh mbah Ginuk bahkan sebelum mati pun ia masih tetap memikirkan “memberi” untuk orang lain.

Cerita tersebut bisa menjadi cermin bagi kita:

1.Kalau kita memberi dari kelebihan kita itu suatu hal yang biasa, tapi belajarlah memberi dari kekurangan kita dan kita akan melihat betapa pemberian kita bisa menjadi berkat yang besar bagi orang lain. Kita akan mengetahui bahwa Tuhan yang kita sembah itu bukan Allah yang suka ingkar janji. Tuhan akan memberkati kita dengan berlipat kali ganda sesuai dengan janji-Nya bahkan tingkap-tingkap langit akan dibukakan bagi kita yang percaya kepada-Nya.

2.Tuhan lebih menghargai pemberian dalam jumlah kecil yang mungkin juga tidak berarti di mata manusia (cuma pisang goreng) tapi diberikan dengan hati tulus ikhlas daripada persembahan mewah yang diberikan dengan pamrih.

3.Ingatlah bahwa kalau kita memberi pada sesama yang membutuhkan, berarti kita memberi pada Tuhan yang menciptakan manusia.

4.Ingatlah pada hukum Tabur-Tuai, apa yang engkau tabur di masa sekarang itulah yang kelak akan engkau tuai di masa mendatang. Menabur kebaikan, menuai kebaikan. Menabur kejahatan, menuai kejahatan.

Hadiah apakah yang paling indah yang pernah anda dapatkan? Benda-benda yang harganya mahal, sebuket bunga mawar dihiasi pita dengan kartu ucapan, kue ulang tahun yang besar, atau kado yang lainnya?

Pernahkah anda mendengar cerita seperti berikut. Ada seorang anak kecil yang menyiapkan sebuah kado untuk ayahnya. Lalu tepat di hari ulang tahun, sang ayah membuka sebuah bungkusan besar diikat dengan pita cantik. Setelah kertas kado dibuka, sang ayah melihat sebuah kotak.

Tak sabar ia mengkocok kotak tersebut dan menempelkan telinganya. Penasaran ingin tahu kira-kira apa isi kado dari sang anak. Namun, tak terdengar apapun. “Bukalah ayah,”kata si anak.

Ayahpun membuka kotak itu, dan dengan perasaan kecewa ia menemukan kotak itu kosong. Tak ada benda atau kartu apapun disana. Dengan perasaan ingin marah karena seperti dipermainkan sang ayah bertanya,”Apa maksudmu memberikan ayah kotak kosong?”

Lalu dengan menitikkan air mata si anak berkata dengan terbata-bata, “Ayah, aku memasukkan beribu-ribu cintaku ke dalam kotak besar itu untuk ayah.”

Dengan perasaan malu dan terharu sang ayah memeluk anak itu dan berkata,”Maafkan ayah ya, hadiahmu sangat indah dan berharga, ayah sangat mengasihimu nak.”

Terkadang kita sebagai manusia memandang pemberian berupa benda-benda adalah hal yang menyukakan hati kita. Kita mengharapkan sebuah pemberian yang besar, berharga menurut ukuran kita dan nyata.

Tidakkah kita tahu ada sesuatu yang jauh lebih berharga dari pada benda-benda tersebut?

Yaitu sebuah hati.

Ya, hati dengan kasih yang tak terhitung jumlahnya yang kita terima dari orang-orang di sekitar kita entah dari keluarga kita, pasangan kita, teman-teman kita, serta yang paling indah adalah hati yang sungguh Tuhan berikan pada kita.

Sekalipun mata kita tidak dapat “melihat”nya, tetapi Ia memberikan hatiNya yang tulus dan penuh kasih kepada kita. Terbukti ketika Ia rela dan mau memilih untuk menjadi Bapa kita sehingga kitapun dijadikanNya juga sebagai anak-anakNya.

HatiNya sebagai seorang Bapa lebih berharga dari pemberian apapun yang pernah kita dapatkan. Ketika Ia terlebih dahulu memberikan hatiNya kepada kita, kini hadiah apakah yang dapat kita berikan juga kepadaNya? Benda-benda yang super mahal, sebuket bunga yang besar diikat pita emas, kue yang super enak, ataukah yang lebih berharga lagi yaitu loh hati kita?

yanthy aquista

Semua dimulai dari impianku. Aku ingin menjadi astronot. Aku ingin terbang ke luar angkasa. Tetapi aku tidak memiliki sesuatu yang tepat. Aku tidak memiliki gelar. Dan aku bukan seorang pilot. Namun, sesuatu pun terjadilah.

Gedung Putih mengumumkan mencari warga biasa untuk ikut dalam penerbangan 51-L pesawat ulang-alik Challanger. Dan warga itu adalah seorang guru. Aku warga biasa, dan aku seorang guru. Hari itu juga aku mengirimkan surat lamaran ke Washington. Setiap hari aku berlari ke kotak pos. Akhirnya datanglah amplop resmi berlogo NASA. Doaku terkabulkan. Aku lolos penyisihan pertama. Ini benar-benar terjadi padaku.

Selama beberapa minggu berikutnya, perwujudan impianku semakin dekat saat NASA mengadakan test fisik dan mental. Begitu test selesai, aku menunggu dan berdoa lagi. Aku tahu aku semakin dekat pada impianku. Beberapa waktu kemudian, aku menerima panggilan untuk mengikuti program latihan astronot khusus di Kennedy Space Center.

Dari 43.000 pelamar, kemudian 10.000 orang, dan kini aku menjadi bagian dari 100 orang yang berkumpul untuk penilaian akhir. Ada simulator, uji klaustrofobi, latihan ketangkasan, percobaan mabuk udara. Siapakah di antara kami yang bisa melewati ujian akhir ini ?

Tuhan, biarlah diriku yang terpilih, begitu aku berdoa. Lalu tibalah berita yang menghancurkan itu. NASA memilih orang lain yaitu Christina McAufliffe. Aku kalah. Impian hidupku hancur. Aku mengalami depresi. Rasa percaya diriku lenyap, dan amarah menggantikan kebahagiaanku. Aku mempertanyakan semuanya. Kenapa Tuhan? Kenapa bukan aku?

Bagian diriku yang mana yang kurang?Mengapa aku diperlakukan kejam ?

Aku berpaling pada ayahku. Katanya: “Semua terjadi karena suatu alasan.”

Selasa, 28 Januari 1986, aku berkumpul bersama teman-teman untuk melihat peluncuran Challanger. Saat pesawat itu melewati menara landasan pacu, aku menantang impianku untuk terakhir kali. Tuhan, aku bersedia melakukan apa saja agar berada di dalam pesawat itu. Kenapa bukan aku? Tujuh puluh tiga detik kemudian, Tuhan menjawab semua pertanyaanku dan menghapus semua keraguanku saat Challanger meledak, dan menewaskan semua penumpang.

Aku teringat kata-kata ayahku: “Semua terjadi karena suatu alasan.” Aku tidak terpilih dalam penerbangan itu, walaupun aku sangat menginginkannya karena Tuhan memiliki alasan lain untuk kehadiranku di bumi ini. Aku memiliki misi lain dalam hidup. Aku tidak kalah; aku seorang pemenang….

Aku menang karena aku telah kalah. Aku, Frank Slazak, masih hidup untuk bersyukur pada Tuhan karena tidak semua doaku dikabulkan.

Tuhan mengabulkan doa kita dengan 3 cara:

  1. Apabila Tuhan mengatakan YA. Maka kita akan mendapatkan apa yang kita minta.
  2. Apabila Tuhan mengatakan TIDAK. Maka mungkin kita akan mendapatkan yang lain yang lebih sesuai untuk kita.
  3. Apabila Tuhan mengatakan TUNGGU. Maka mungkin kita akan mendapatkan yang terbaik sesuai dengan kehendakNYA.

KASIH ITU TIADA BERKESUDAHAN

 

Orang-orang tua kita ada dalam guncangan ketika berhadapan dengan berbagai situasi, tapi disaat itulah mereka membutuhkan setiap kita, khususnya kita sebagai anak-anak. Mereka begitu merindukan kehadiran kita bersama, suatu kerinduan akan kebersamaan yang sejak dari dahulu sudah terjalin. Mari kita coba melihat kronologi perjalanan kehidupan seseorang dari muda sampai menuju lansia. Waktu mereka (orang tua kita) lahir, kita masih belum ada di dunia ini. Selanjutnya ada dua periode yang dijalani oleh seseorang, yaitu periode umur antara 20-an sampai 50-an dan periode selanjutnya adalah umur 50-an sampai meninggal dunia. Dalam dua periode itu melibatkan kita. Seorang Po melahirkan kita, bersukacita bersama karena seorang anak telah hadir menjadi bagian dari keluarga yang baru. Tahapan pertama yang dijalani adalah mereka melayani kita tanpa syarat. Tahapan keduanya adalah mereka melatih kita baik untuk bicara maupun berjalan. Pada tahap ketiga, mereka mulai mendapat kebanggaan kecil atas anak mereka, seperti mereka mulai bercerita kepada orang lain akan pertumbuhan anak mereka.

Ketika sampai pada anak bertemu dengan pasangan hidupnya, maka orang tua bertemu dalam periode kedua (sekitar 50-an sampai meninggal). Status yang mulai datang adalah mertua, lalu beranjak pada panggilan Kung, Po, Opa dan Oma. Di status yang baru ini kekuatan mereka mulai semakin menurun dan perhatian kita juga semakin lama semakin menurun. Mereka sebagai para orang tua sebenarnya butuh setiap kita peka akan keadaan mereka. Jikalau mengingat dari masa lampau, pada saat orang tua punya anak mereka merasakan kebahagiaan, tetapi sekarang ketika anak-anak sudah tidak ada brsama mereka lagi, sukacita mereka lantas berkurang.

Dalam firman Tuhan yang kita renungkan bersama, kita dapat melihat Yakub di masa tuanya. Dari semua yang dipendam dalam diri Yakub, apa yang paling dirindukannya?

  1. Dia rindu mendengar kabar bahwa Yusuf, anaknya, masih dalam keadaan hidup.
  2. Yakub senang jikalau mendengar anak-anaknya dapat hidup sukses. Hal ini cukup natural karena kalau anak-anak belum sukses, biasanya orang tua akan merasa tertekan dalam dirinya. Inilah yang Yakub rindukan.
  3. Yakub tidak ingin setiap anak-anak berkelahi. Hal ini menjadi penting khususnya sebagai saudara-bersaudara untuk dapat memiliki kehidupan yang bersatu.
  4. Yakub senang mendengar Yusuf sudah menjadi penguasa di Mesir. Di masa tua Yakub berbeda dari dirinya yang dahulu. Ia begitu sadar dirinya sudah tua dan tidak bisa melakukan banyak hal. Ia di masa tuanya memberkati anak-anaknya sebagai bentuk apa yang bisa dilakukannya sebagai seorang ayah.

Kalau kita dapat dilahirkan dari orang tua kita itu semua adalah anugerah. Mungkin saja orang tua kita dahulu berada di dalam kehidupan yang susah, tetapi Tuhan mau mempercayakan kita sebagai anak-anak untuk dapat mereka besarkan. Dan kalau kita bisa hidup sampai sekarang ini, meniti karir, hidup bagi Tuhan, itu semua adalah berkat dari Tuhan yang Dia berikan melalui orang tua kita.

 

Ringkasan Khotbah: Pdt. Yandi Manobe, S.Th

 

Seorang yang sedang melewati hutan melihat seekor serigala yang sudah lumpuh keempat kakinya. Ia ingin tahu bagaimana serigala itu dapat hidup terus.

Lalu ia melihat seekor harimau datang dengan membawa kijang hasil buruannya. Harimau itu makan sepuasnya dan meninggalkan sisa bagi serigala. Hari berikutnya, Tuhan memberikan makan serigala dengan perantara harimau yang sama.

Orang itu pun mulai mengagumi kebaikan Tuhan yang begitu besar dan berkata dalam hati, “Aku juga akan menganggur di rumah saja dengan penuh kepercayaan kepada Tuhan karena Ia akan mencukupi segala kebutuhanku!”

Ia melakukan niatnya berhari-hari lama nya, tetapi tidak terjadi apa-apa.

Ketika orang yang malang itu sudah hampir mati, terdengarlah suara, “Hai, engkau orang yang sesat, bukalah matamu kepada kebenaran. Ikutilah teladan harimau dan berhentilah meniru serigala yang lumpuh!”

Di jalan ia melihat seorang gadis mengigil kedinginan dalam pakaiannya yang tipis. Tiada harapan baginya untuk mendapatkan cukup makanan. Ia menjadi marah dan berkata kepada Tuhan, “Mengapa hal ini Kau biarkan ? Mengapa engkau tidak berbuat sesuatu ?”

Sementara waktu Tuhan tidak berkata apa-apa. Malamnya Dia menjawab dengan sangat tiba-tiba, “Aku telah berbuat sesuatu. Aku menciptakan engkau! Dan membawa engkau kepada gadis itu, tapi engkau sama sekali tidak tergerak untuk menolong gadis malang itu.”

Sering kita mengharapkan segala sesuatu masalah, bencana, dan penderitaan Tuhan yang harus turun tangan untuk menyelesaikan. Tapi satu hal yang harus kita ketahui kita sebagai alat-alat Tuhan harus mau ikut turun tangan dalam membantu permasalahan dan penderitaan orang lain. Tetap teguh dan berjuang dalam menjalani hidup yang telah di anugerahkan kepada kita.

Matius 25:45
Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku.

 

Pada Perang Dunia II, hiduplah seorang kakek yang mempunyai koleksi uang logam yang sangat langka di dunia. Dia takut tentara musuh akan merampas koleksinya. Karena itu, dia memasukkan koleksinya ke dalam karung kecil dan menyembunyikannya. Dan benar, sepasukan tentara menerobos masuk rumahnya. Mereka menodongkan senjata sambil mencari koleksi yang sangat terkenal itu. Mereka membongkar lemari, mengeluarkan isi laci, mencari di dapur, di langit-langit dan semua tempat yang dicurigai secara teliti. Tapi hasilnya nihil. Lalu, dengan kecewa mereka pergi dan tak pernah kembali.

 

Di manakah koin itu? Ternyata kakek meletakkan karung berisi koin itu di tempat terbuka, yaitu di lantai ruang bawah tanah. Meski melihatnya, para tentara mengabaikannya karena mereka justru mencarinya di tempat tersembunyi.

 

Sebagaimana tentara “buta” itu, kita sering kali tidak melihat “harta” yang ada di depan kita. Banyak orang Kristen yang rindu terjun di dunia pelayanan. Kita menunggu sebuah pelayanan “ideal” seperti yang ditampilkan di TV atau dimuat di majalah rohani. Tapi akhirnya kita hanya menunggu saja, karena kita mencarinya di tempat tersembunyi. Padahal ladang pelayanan itu terhampar di depan kita. Entah itu berupa orang gila yang lewat di depan kita, pengemis yang menadahkan tangan di lampu merah atau waria yang mengamen di depan warung kita.
Orang yang tidak berinisiatif melakukan perbuatan baik tidak akan diingat kebaikannya.

Jenny, gadis cantik, kecil berusia 5 tahun, bermata indah. Suatu hari, ketika ia dan ibunya sedang berbelanja bulanan, Jenny melihat sebuah kalung mutiara tiruan. Indah, meskipun harganya cuma 2.5 dolar. Ia sangat ingin memiliki kalung tersebut, dan mulai merengek kepada ibunya. Akhirnya sang Ibu setuju, katanya: “Baiklah, anakku. Tetapi ingatlah bahwa meskipun kalung itu sangat mahal, ibu akan membelikannya untukmu. Nanti, sesampai di rumah, kita buat daftar pekerjaan yang harus kamu lakukan sebagai gantinya. Dan, biasanya kan Nenek selalu memberimu uang pada hari ulang tahunmu. Itu juga harus kamu berikan kepada ibu.”

“Okay,” kata Jenny setuju.

Merekapun lalu membeli kalung tersebut. Setiap hari, Jenny dengan rajin mengerjakan pekerjaan yang ditulis dalam daftar oleh ibunya. Uang yang diberikan oleh neneknya pada hari ulang tahunnya juga diberikannya kepada ibunya. Tidak berapa lama, perjanjiannya dengan ibunya pun selesai. Ia mulai memakai kalung barunya dengan rasa sangat bangga. Ia pakai kalung itu kemanapun ia pergi. Ke sekolah taman kanak-kanaknya, ke gereja, ke supermarket, bermain dan tidur, kecuali mandi. “Nanti lehermu jadi hijau,” kata ibunya. Jenny juga memiliki seorang ayah yang sangat menyayanginya.

Setiap menjelang tidur, sang ayah akan membacakan sebuah buku cerita untuknya. Suatu hari, seusai membacakan cerita, sang ayah bertanya kepada Jenny: “Jenny, apakah kamu sayang ayah?”

“Pasti, yah. Ayah tahu betapa aku menyayangi ayah.”

“Kalau kau memang mencintai ayah, berikanlah kalung mutiaramu pada ayah.”

“Ya, ayah, jangan kalung ini. Ayah boleh ambil mainanku yang lain. Ayah boleh ambil Rosie, bonekaku yang terbagus. Ayah juga boleh ambil pakaian-pakaianku yang terbaru. Tapi, jangan ayah ambil kalungku.”

“Ya, anakku, tidak apa-apa. Tidurlah.” Ayah Jenny lalu mencium keningnya dan pergi, sambil berkata: “Selamat malam, anakku. Semoga mimpi indah.”

Seminggu kemudian, setelah membacakan cerita, ayahnya bertanya lagi: “Jenny, apakah kamu sayang ayah?”

“Pasti, Yah. Ayah kan tahu aku sangat mencintaimu.”

“Kalau begitu, boleh ayah minta kalungmu?”

“Ya, jangan kalungku, dong. Ayah ambil Ribbons, kuda-kudaanku. Ayah masih ingat, kan? Itu mainan favoritku. Rambutnya panjang, lembut. Ayah bisa memainkan rambutnya, mengepangnya, dan sebagainya. Ambillah, Yah. Asal ayah jangan minta kalungku. Ya?”

“Sudahlah, nak. Lupakanlah,” kata sang ayah. Beberapa hari setelah itu, Jenny terus berpikir, kenapa ayahnya selalu meminta kalungnya, dan kenapa ayahnya selalu menanyai apakah ia sayang padanya atau tidak.

Beberapa hari kemudian, ketika ayah Jenny membacakan cerita, Jenny duduk dengan resah. Ketika ayahnya selesai membacakan cerita, dengan bibir bergetar ia mengulurkan tangannya yang mungil kepada ayahnya, sambil berkata: “Ayah, terimalah ini”. Ia lepaskan kalung kesayangannya dari genggamannya, dan ia melihat dengan penuh kesedihan, kalung tersebut berpindah ke tangan sang ayah. Dengan satu tangan menggenggam kalung mutiara palsu kesayangan anaknya, tangan yang lainnya mengambil sebuah kotak beludru biru kecil dari kantong bajunya.

Di dalam kotak beludru itu terletak seuntai kalung mutiara yang asli, sangat indah, dan sangat mahal. Ia telah menyimpannya begitu lama, untuk anak yang dikasihinya. Ia menunggu dan menunggu agar anaknya mau melepaskan kalung mutiara plastiknya yang murah, sehingga ia dapat memberikan kepadanya kalung mutiara yang asli.

Begitu pula dengan Bapa di Surga. Seringkali Ia menunggu lama sekali agar kita mau menyerahkan segala milik kita yang palsu dan menukarnya dengan sesuatu yang sangat berharga. Betapa baiknya Allah kita!

Bacaan : Lukas 8 : 4-15

Benih adalah firman.Tanah adalah kondisi hati,tempat benih tersebut jatuh.Ada 4 jenis tanah (hati),tempat benih bertumbuh dalam perumpamaan yang dipakai Tuhan Yesus dalam bacaan diatas :

1.Benih yang jatuh dipinggir jalan,adalah orang yang mendengar firman Tuhan,tetapi iblis datang dan mengambilnya dari hati mereka (Matius 4 : 19).Karena tidak mengertinya manusia,maka iblis datang dan merampasnya.Inilah intinya,yaitu mengerti akan firman Tuhan tersebut.Mengerti dengan cara apa ? Yaitu dengan mendengarkan (Lukas 8 : 18).

2.Benih yang jatuh ditanah yang berbatu (ayat 13),yaitu orang yang mendengar firman,menerimanya dengan gembira tetapi tidak berakar.Dalam artian menerima firman Tuhan berdasarkan emosi/kondisi hati saja (ada guyon/lelucon dsb nya),ia percaya sebentar saja,dan kemudian dalam masa pencobaan menjadi murtad.

3.Benih yang jatuh di semak duri,yaitu orang yang terhimpit oleh kekuatiran,kekayaan dan kenikmatan hidup,sehingga tidak menghasilkan buah yang matang.Ada beberapa tipe orang seperti ini :

a.orang yang sibuk bekerja dan terlalu kuatir dengan hidupnya

b.orang yang ingin kaya

c.orang yang terjerat dengan kesenangan hidup

Ketiga tipe orang diatas,pada akhirnya hanya akan mengabaikan Tuhan dan firman-Nya.

4..Benih yang jatuh ditanah yang baik,yaitu orang yang menyambut dan mendengar dengan sungguh-sungguh firman tersebut,mengerti,dan menyimpannya dalam hati dengan baik sehingga berbuah berkali-kali lipat ( Markus 4 : 20, Matius 13 : 23)

Jika kita simpulkan,ternyata yang penting agar hati kita menjadi tanah yang baik tempat benih firman Tuhan bertumbuh dan menghasilkan buah yang matang berkali-kali lipat adalah mengerti firman Tuhan yang disampaikan.Mari,kita mohon penyertaan Tuhan agar dimampukan untuk mengerti firman-Nya.Amin.

Khotbah Pdt.Esra A.Soru S.Th,MPdK pada ibadah Komisi Wanita 5 Oktober 2016

Wahyu 21:21
“Jalan-jalan kota itu dari emas murni bagaikan kaca bening.”

 

Suatu hari seorang penambang menemukan emas dalam jumlah yang sangat banyak. Tanpa berpikir lama, emas-emas batangan tersebut dimasukan dalam sebuah tas. Setiap hari kemanapun dia pergi, tas tersebut selalu ditentengnya hingga dia meninggal dan sudah masuk ke surga. Saat penambang itu tiba di tempat barunya itu, seorang malaikat bertanya mengapa ia membawa aspal. “Ini bukan aspal,” jelasnya, “Ini emas.” Sang Malaikat menanggapi perkataan manusia itu dengan berkata, “Di bumi, benda itu memang disebut emas, tetapi disini, di surga, kami memakainya untuk mengeraskan jalan-jalan.”

Kisah diatas memang hanya sebuah lelucon. Namun, cerita ini mengajak kita berpikir tentang apa yang kita anggap berharga, dan apa yang benar-benar berharga bagi Allah.

Dalam Wahyu 21, digambarkan bagaimana jalan-jalan di surga adalah “emas murni bagaikan kaca bening” (ayat 21). Di dunia, kita bisa menilai emas sebagai logam yang paling berharga dan menjadikannya sebagai harta milik kita yang paling berharga. Namun di surga, kita berjalan di atas emas. Sungguh kontras!

Benda apa yang Anda anggap berharga di bumi ini? Saham, rekening bank. Kekaguman dan kemasyuran diri sendiri; itu semua tidak dinilai tinggi di surga. Bila tiba waktunya untuk mengucapkan selamat tinggal di bumi, nilai apakah yang masih tertinggal pada barang-barang tersebut?

Ingat, kekayaan sejati hanya ada di surga. Harta benda duniawi yang Anda miliki saat ini sifatnya hanyalah sementara.

Mereka yang menyimpan harta di surga adalah orang-orang terkaya di bumi.

Sumber: Kingdom Magazine Edisi Oktober 2009

Matius 25:23
Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
Cerita kesetiaan seekor anjing pada tuannya seringkali menyentuh hati. Di Jepang ada legenda seekor anjing yang setia menemani tuannya, Prof. Dr. Elisaburo Ueno, guru besar di Universitas Tokyo. Awalnya, Hachiko, anjing itu diajak mengantar dan menjemput tuannya di sebuah stasiun kereta api. Setiap hari, Hachiko selalu menunggu dengan setia kedatangan profesor. Suatu saat, tahun 1925, sang profesor tidak muncul di stasiun kereta karena meninggal di tempat mengajar. Namun Hachiko, dengan kesetiaan luar biasa tetap menanti hingga tengah malam. Keesokannya, lusa, dan bahkan dikisahkan seterusnya selama 10 tahun, ia terus menunggu. Suatu saat, Hachiko tertabrak dan mati seketika. Kisah ini sangat mengharukan masyarakat Jepang sehingga mereka mengabadikannya dengan mendirikan patung anjing.
Pelajaran apa yang dapat kita ambil dari kisah ini? Matius 25:23 adalah gambaran kerinduan Allah akan kesetiaan anak-anak-Nya. Kesetiaan yang bukan didasari oleh motivasi yang salah misalnya ingin berkat, tetapi murni karena mengasihi Allah. Allah tidak mengidentifikasikan hamba yang setia sebagai orang serba bisa dalam pekerjaannya, tapi lebih kepada kesetiaan atau ketekunan seorang hamba dalam melayani karena kasih. Sudahkah anda setia atas apa yang Allah percayakan kepada anda dengan alasan yang benar? Setialah pada hal kecil agar dipercaya Allah untuk perkara yang besar.
« Older Entries     Newer Entries »