Lalu perempuan itu memegang baju Yusuf sambil berkata: “Marilah tidur dengan aku.” Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar.
Bagaimana jika seandainya Yusuf menyerah pada godaan istri Potifar? (Kejadian 39). Bayangkan bahwa sebenarnya ia dapat membenarkan dosanya. “Tapi Tuhan, Engkau tentu tak ingin saya tidak bahagia, dan Engkau tahu betapa kesepiannya saya di sini. Lagi pula, saya pikir saya sungguh mencintainya.”
Bagaimana jika seandainya Abram tidak taat saat Allah menyuruhnya meninggalkan Ur dan pergi ke daerah yang tak dikenal? (Kejadian 12). Bagaimana jika seandainya ia berkata, “Tapi Tuhan, saya sudah mantap di sini. Saya tidak dapat mengambil risiko untuk sebuah masa depan yang tak pasti. Saya harus menjaga Sarai. Saya tidak mau pergi.”
Terpujilah Allah karena Yusuf dan Abram melakukan hal yang benar. Yusuf kabur dari godaan; ia lari dari dosa. Abram meninggalkan Ur; berkelana dengan penuh ketaatan.
Dalam hidup, kita menghadapi dua macam pilihan. Kadang godaan muncul di hadapan kita. Saat itu, kita bisa lari meninggalkan godaan dan memperoleh penghargaan dari Tuhan, atau kita menyerah, dan menuai konsekuensi yang menyedihkan, lalu membuat alasan-alasan penyesalan. Kadang kita merasa Tuhan menuntun kita ke arah tertentu. Kita dapat memilih mengikuti Dia dan percaya bahwa Dia Mahatahu, atau kita dapat memberikan alasan yang mengada-ada dan hidup di dalam ketidaktaatan.
Kesalehan yang memberi hidup berkelimpahan jauh lebih baik daripada hidup yang penuh dengan alasan dan keputusasaan. Mari kita hidup dengan cara demikian sehingga kita tidak akan menyerah kepada keinginan untuk berkata, “Tetapi Tuhan…”
Allah tidak menuntut kesuksesan, hanya ketaatan.