header image
 

All posts in November 23rd, 2015

BAHASA CINTA

Seorang pendeta pernah memberi kesaksian yang menarik. Ia bercerita bahwa selama belasan tahun, setiap kali membeli ayam untuk istrinya, ia selalu membelikan bagian dada. Selama masa pacaran, ia melihat istrinya selalu makan bagian dada, sehingga ia beranggapan pastilah istrinya menyukai dada ayam. Setelah belasan tahun berjalan, ketika mereka saling membuka diri satu sama lain, barulah ia tahu bahwa sebenarnya istrinya paling suka bagian paha ayam. Lalu mengapa istrinya dulu selalu memilih bagian dada? Ternyata dada ia pilih karena ia tahu suaminya menyenangi bagian paha. Belasan tahun berjalan, tapi masih juga ada hal-hal yang belum diketahui mengenai pasangan hidup. Ini bisa terjadi pada siapa saja, termasuk anda dan saya.

Seringkali kita menganggap bahwa apa yang kita sukai pastilah disukai juga oleh pasangan kita, anak kita, keluarga, teman-teman atau orang lain. Ada banyak ayah yang beranggapan bahwa jika mereka mampu mencukupi kebutuhan materi dari anak-anak atau istrinya, ia sudah menjalankan fungsi sebagai ayah teladan. Padahal mungkin pada banyak kesempatan, anak dan istrinya jauh lebih membutuhkan perhatian dan kehadirannya ketimbang pemenuhan kebutuhan materi. Selama saya mengajar dan berinteraksi dengan banyak orang sepanjang hidup saya, saya sampai pada satu kesimpulan: manusia diciptakan Tuhan berbeda-beda. Baik dari sifat, tingkah laku, hobi, kegemaran, dan sebagainya. Artinya, apa yang saya suka, belum tentu orang lain suka. Apa yang terbaik bagi saya, belum tentu terbaik bagi orang lain.

Tuhan Yesus mengajarkan demikian: “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.” (Yohanes 13:34). Kemudian di kesempatan lain: “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.” (Yohanes 15:12) dan “Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain.”(Yohanes 15:17). Perintah Yesus adalah untuk mengasihi orang lain, seperti Tuhan Yesus sendiri telah mengasihi kita. Bagaimana Yesus mengasihi kita? Tuhan Yesus mengasihi kita secara luar biasa, hingga mengorbankan diriNya untuk mati di atas kayu salib agar kita semua tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Mengasihi sesama seperti bagaimana Yesus mengasihi kita akan membuat kita harus mulai memikirkan untuk mengasihi orang lain sesuai dengan apa yang mereka butuhkan/inginkan, dan kemudian berusaha untuk memberikan tepat seperti itu. Bukan menurut kita, namun menurut mereka. Karena semua orang berbeda kebutuhan/keinginan nya.

Dalam kondisi seperti ini, dibutuhkan sebuah pengertian mendalam mengenai “bahasa kasih” agar kita bisa menjangkau hati orang-orang disekitar kita. Yang saya maksudkan dengan bahasa kasih adalah sesuatu yang kita berikan kepada orang lain yang didasarkan sesuai dengan apa yang mereka harapkan, bukan menurut apa yang kita sukai. Ada 5 hal yang biasanya menjadi “bahasa kasih” bagi orang:
1. Kata-kata pujian
Orang yang memiliki bahasa kasih ini biasanya akan bahagia atau merasa dikasihi jika mereka mendapatkan kata-kata positif, seperti dukungan, pujian, pengakuan dan lain-lain. Jika mereka mendapatkan sebaliknya, seperti cacian, kata kasar, melecehkan dan sebagainya, akan menjadi sesuatu yang sangat menyakitkan.
2. Saat Bersama
Jenis ini akan merasa dikasihi jika orang yang mereka sayangi mau meluangkan waktu untuk mendengarkan mereka, berbincang-bincang dari hati ke hati, jalan-jalan dan sebagainya.
3. Hadiah
Tipe seperti ini akan sangat senang jika mendapat pemberian, meski yang paling sederhana sekalipun.
4. Bantuan
Orang dengan tipe bahasa kasih seperti ini akan sangat bahagia jika orang yang mereka sayangi mau meluangkan waktu untuk membantu mereka, meski sedang sangat sibuk. Itu akan sangat berarti bagi mereka.
5. Sentuhan
Tapping on the shoulder, atau bagi suami-istri atau orang tua pada anak: pelukan, ciuman atau gandengan tangan, bisa berarti yang sangat besar bagi mereka.

Beda orang, beda bahasa kasih. Sudahkah anda mengetahui bahasa kasih dari pasangan anda,anak-anak anda, teman anda, dan orang tua anda? Dalam menggenapkan perintah Kristus untuk mengasihi orang seperti halnya Dia mengasihi kita, kita harus tahu apa yang paling mereka butuhkan, sama seperti Yesus mengetahui betul apa yang paling kita butuhkan. Meskipun segala sesuatu yang kita berikan dengan tujuan baik didasari kasih yang tulus tetaplah baik adanya, ada kalanya curahan kasih kita tidak akan maksimal jika kita salah memberi. Terkadang tanpa mengetahui bahasa kasih dari orang yang kita sayangi, kita bisa gagal dalam menyatakan kasih kita pada mereka. Malah bisa berujung pada pertengkaran, karena kita merasa pemberian kita tidak dihargai, mereka merasa tidak diperhatikan dan lain-lain. Jika Yesus mengasihi kita dengan memberikan yang terbaik buat kita, karena Dia tahu betul apa yang kita butuhkan, ini saatnya kita memberikan yang terbaik pula buat orang-orang yang kita kasihi, dengan mengenal terlebih dahulu apa yang paling mereka butuhkan sesuai dengan bahasa kasih mereka. Mari kenali bahasa kasih masing-masing, dan nyatakanlah kasih dengan maksimal.

Kenali bahasa kasih dari orang-orang yang kita sayangi

Di ambil dari Kumpulan Khotbah Bapak Pendeta Andi Setiawan-Post on Renungan Harian Kita

Kebahagiaan Dalam Sebuah Pernikahan

Mazmur 128 : 1-6

Pdt.Yandhi Manobe,S.Th

 

Sebuah pernikahan haruslah membawa orang pada sukacita,kebahagiaan dan kesenangan.Bukan sebaliknya.Yang dapat membawa kita pada keadaan diatas adalah :

1.Takut akan Tuhan

2.Makan jerih payah tangan sendiri

3.Istri yang membawa sukacita dalam rumahtangga itu,bagaikan pohon anggur yang subur

4.Jika anak-anak seperti tunas pohon zaitun

Ada banyak cara untuk bahagia.Tetapi yang paling mudah untuk dilakukan adalah dengan makan bersama dirumah.Mengapa ? Karena :

1.kebahagiaan dapat dicapai dengan berdoa bersama sebelum makan (doa,berisi dua hal yaitu ucapan terima kasih dan pengakuan akan anugerah Tuhan,banyak atau pun sedikit dalam hidup kita).

2.kebahagiaan dapat dicapai jika setiap anggota dapat menempatkan diri dengan baik

3.kebahagiaan dapat dicapai jika saling berkomunikasi

4.Dimeja makan kita belajar untuk mengingat kebutuhan orang lain (saling berbagi dengan apa yang ada)

5.Dimeja makan kita belajar etika dan moral

Kiranya kita dapat mewujudkan keluarga bahagia sesuai dengan firman dan kehendak Tuhan.Amin.

 

Renungan diambil dari khotbah Minggu,22 November 2015 pada ibadah bersama jemaat Embun Hermon di Buat,Soe-TTS

 

MENARI DITENGAH HUJAN

PenyertaanMu sempurna, rancanganMu penuh damai, aman dan sejahtera walau ditengah badai…”

Pagi itu klinik sangat sibuk. Sekitar jam 9:30 seorang pria berusia 70-an datang untuk membuka jahitan pada luka di ibu-jarinya. Aku menyiapkan berkasnya dan memintanya menunggu, sebab semua dokter masih sibuk, mungkin dia baru dapat ditangani setidaknya 1 jam lagi.

Sewaktu menunggu, pria tua itu nampak gelisah, sebentar-sebentar melirik ke jam tangannya. Aku merasa kasihan. Jadi ketika sedang luang aku sempatkan untuk memeriksa lukanya, dan nampaknya cukup baik dan kering, tinggal membuka jahitan dan memasang perban baru. Pekerjaan yang tidak terlalu sulit, sehingga atas persetujuan dokter, aku putuskan untuk melakukannya sendiri..

Sambil menangani lukanya, aku bertanya apakah dia punya janji lain hingga tampak terburu-buru. Lelaki tua itu menjawab tidak, dia hendak ke rumah jompo untuk makan siang bersama istrinya, seperti yang dilakukannya sehari-hari. Dia menceritakan bahwa istrinya sudah dirawat di sana sejak beberapa waktu dan istrinya mengidap penyakit Alzheimer.

Lalu kutanya apakah istrinya akan marah kalau dia datang terlambat. Dia menjawab bahwa istrinya sudah tidak lagi dapat mengenalinya sejak 5 tahun terakhir. Aku sangat terkejut dan berkata, ?Dan Bapak masih pergi ke sana setiap hari walaupun istri Bapak tidak kenal lagi?? Dia tersenyum ketika tangannya menepuk tanganku sambil berkata, ?Dia memang tidak mengenali saya, tapi saya masih mengenali dia, kan?

Aku terus menahan air mata sampai kakek itu pergi, tanganku masih tetap merinding. Cinta kasih seperti itulah yang aku mau dalam hidupku?

Cinta sesungguhnya tidak bersifat fisik atau romantis. Cinta sejati adalah menerima apa adanya yang terjadi saat ini, yang sudah terjadi, yang akan terjadi, dan yang tidak akan pernah terjadi.

Bagiku pengalaman ini menyampaikan satu pesan penting: Orang yang paling berbahagia tidaklah harus memiliki segala sesuatu yang terbaik, mereka hanya berbuat yang terbaik dengan apa yang mereka miliki.
Rata PenuhHidup bukanlah perjuangan menghadapi badai, tapi bagaimana tetap menari di tengah hujan.?

Disadur dari Renungan Harian Kita

MENGASIHI DISAAT YANG TEPAT
Robertson MC Quilkin mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai Rektor di Universitas Internasional Columbia dengan alasan ingin merawat istrinya, Muriel, yang sakit Alzheimer, yaitu gangguan fungsi otak.

Muriel sudah seperti bayi, tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan untuk makan, mandi dan buang air pun ia harus dibantu. Robertson memutuskan untuk merawat istrinya dengan tangannya sendiri, karena Muriel adalah wanita yang sangat istimewa baginya.

Namun pernah suatu kali ketika Robertson membersihkan lantai bekas ompol Muriel dan di luar kesadaran Muriel malah menyerakkan air seninya sendiri, maka Robertson tiba-tiba kehilangan kendali emosinya. Ia menepis tangan Muriel dan memukul betisnya, guna menghentikannya.

Setelah itu Robertson menyesal dan berkata dalam hatinya, “Apa gunanya saya memukulnya, walaupun tidak keras, tetapi itu cukup mengejutkannya. Selama 44 tahun kami menikah, saya belum pernah memukulnya karena marah, namun kini di saat ia sangat membutuhkan saya, saya memperlakukannya demikian. Ampuni saya, ya Tuhan,”

Lalu tanpa peduli apakah Muriel mengerti atau tidak, Robertson meminta maaf atas hal yang telah dilakukannya.

Pada tanggal 14 Februari 1995, Robertson dan Muriel, memasuki hari istimewa karena pada tanggal itu di tahun 1948, Robertson melamar Muriel. Dan pada hari istimewa itu Robertson memandikan Muriel, lalu menyiapkan makan malam dengan menu kesukaan Muriel dan pada malam harinya menjelang tidur ia mencium dan menggenggam tangan Muriel lalu berdoa, “Tuhan Yesus yang baik, Engkau mengasihi Muriel lebih dari aku mengasihinya, karena itu jagalah kekasih hatiku ini sepanjang malam dan biarlah ia mendengar nyanyian malaikat-Mu. Amin!”

Pagi harinya, ketika Robetson berolah-raga dengan menggunakan sepeda statisnya, Muriel terbangun dari tidurnya. Ia berusaha untuk mengambil posisi yang nyaman, kemudian melempar senyum manis kepada Robertson. Untuk pertama kalinya setelah selama berbulan-bulan Muriel yang tidak pernah berbicara memanggil Robertson dengan suara yang lembut dan bening, “Sayangku…. sayangku…”, Robertson melompat dari sepedanya dan segera memeluk wanita yang sangat dikasihinya itu.

“Sayangku, kau benar-benar mencintaiku bukan?” tanya Muriel.

Setelah melihat anggukan dan senyum di wajah Robetson, Muriel berbisik, “Aku bahagia!” Dan ternyata itulah kata-kata terakhir yang diucapkan Muriel kepada Robertson.

Memelihara dan membahagiakan orang-orang yang sudah memberi arti dalam hidup kita adalah suatu ibadah di hadapan Tuhan. Mengurus suami atau istri yang sudah tak berdaya adalah suatu perbuatan yang mulia. Mengurus ayah, ibu atau mertua adalah tugas seorang anak ataupun menantu. Mengurus kakek atau nenek yang sudah renta dan pikun juga adalah tanggung jawab para cucu. Jangan abaikan mereka yang telah renta, apalagi ketika mereka sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Peliharalah mereka dengan kesabaran dan penuh kasih.

Disadur dari Renungan Harian Kita

PERSAHABATAN BAGAI KEPOMPONG
Beberapa waktu lalu ada sebuah lagu yang menjadi populer baik dari kalangan anak-anak hingga orangtua. Referent lyric lagu tersebut berkata seperti ini:

Persahabatan bagai kepompong
Mengubah ulat menjadi kupu kupu
Persahabatan bagai kepompong
Hal yang tak mudah berubah jadi indah
Persahabatan bagai kepompong
Maklumi teman hadapi perbedaan

Dalam Alkitab, persahabatan merupakan tingkat hubungan yang tertinggi. Abraham mendapat sebuah kehormatan dengan disebut sebagai “Sahabat Allah” (Yakobus 2:23b). Selain itu, Daud dikatakan sebagai seorang yang berkenan di hati Allah (1 Samuel 13:14), ini adalah salah satu cara mengatakan bahwa Daud adalah seorang sahabatNya.

Yesus menyebut murid-muridNya adalah sahabatNya, “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.” (Yohanes 15:15).

Banyak hubungan suami istri tidak mencapai hingga hubungan yang sejati, karena mereka tidak bisa menjadi seorang sahabat. Hubungan persahabatan lebih dari hubungan asmara. Karena hanya melihat hubungan suami istri sebagai sebuah hubungan asmaraa akibatnya mereka hanya membangun hubungannya sampai di permukaan saja.

Pernikahan adalah perjalanan seumur hidup menuju keintiman, tetapi juga menuju persahabatan. Seorang suami istri harus bisa menjadi sahabat baik satu sama lain. Siapakah yang lebih mengenal diri kita selain sahabat kita? Terkadang seorang sahabat akan berbagi banyak hal yang tidak pernah dibicarakan dengan keluarganya. Untuk itulah suami istri harus menjadi sahabat, karena mereka tidak boleh merahasiakan sesuatu satu sama lain.

Seorang sahabat menerima satu sama lain, baik dengan kelebihannya maupun kekurangannya. Mereka saling berbagi, baik di hari-hari yang indah maupun saat-saat duka. Kualitas inilah yang memisahkan seorang teman biasa dan seorang sahabat.
Banyak pasangan suami istri sulit menjadi seorang sahabat bagi satu sama lain, mereka lebih mudah menjadi seorang “hamba” dari pada seorang sahabat. Bahkan terkadang, mereka lebih mirip kakak dan adik dari pada seorang sahabat.

Dalam Alkitab, persahabatan dan kasih adalah dua hal yang tak terpisahkan. “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran” (Amsal 17:17). Persahabatan adalah sebuah alat untuk melebur pasangan suami istri menjadi satu kesatuan yang indah. Tidak ada hubungan lain di bumi ini yang sedekat dengan gambaran pernikahan, karena pernikahan adalah gambaran yang ideal yang Allah inginkan sebagai hubungan antara diriNya dengan manusia. Untuk itu, persahabatan adalah sebuah hal yang penting untuk membuat sebuah pernikahan berhasil. Jadilah seorang sahabat sejati bagi pasangan Anda, dan ijinkan dunia melihat bahwa Allah hadir dalam pernikahan kalian.

Disadur dari Renungan Harian Kita

ANGGUR CINTA
“Kiranya ia mencium aku dengan kecupan! Karena cintamu lebih nikmat dari pada anggur” Kidung 1:2

Bukankah cinta itu sesuatu yang menakjubkan? Coba pikirkan tentang cinta pertama Anda; debaran dan kegembiraan yang Anda rasakan ketika ada seseorang yang mencintai Anda! Ketika saudara perempuan Anda selalu mengingatkan Anda betapa menyebalkannya Anda, dan kaus kaki Anda adalah kaus kaki yang paling bau di seluruh dunia, ada wanita lain yang harum dan secantik bunga yang mengatakan Anda sungguh manis!

Lalu Anda menikahi sang bunga, dan menikmati keharumannya selama bertahun-tahun, sampai satu hari, Anda terbangun dan menyadari keharuman itu telah hilang. Anda melihat si pengantin muda Anda, dan waktu telah meninggalkan jejak di dirinya. Anda melihat cermin, dan bayangan Anda sendiri tidak Anda kenali. Kemanakah cinta telah pergi?

Dalam kebanyakan kasus, cinta itu masih tetap ada disana, tetapi telah melalui beberapa perubahan positif dan negatif. Cinta telah berubah ke arah lebih baik melalui pendalaman akan pengertian yang baru dan lebih berkembang mengenai apa cinta itu. Cinta bukan mengenai hubungan seksual, makan malam romantis dan berdansa di malam hari, tetapi mengenai hubungan dan cinta kasih. Pasangan Anda tidak hanya mengedipkan matanya kepada Anda, tetapi sekarang Anda sekarang yang mengedipkan mata yang pedih ketika ia membantu Anda memasang contact lens. Ketika suami Anda dulunya memandang Anda dengan mesra dari seberang meja makan dan dengan lembut menyuapi Anda dengan jarinya, sekarang ia menyuapi Anda makan pagi, siang dan malam selama 6 minggu karena tangan Anda patah akibat cucu Anda tiba-tiba melompat menimpa Anda! Anda melihat rambut istri Anda dan berpikir kemanakah rambutnya yang dulu hitam legam, dan sekarang hanya ada beberapa bayangan abu-abu.. Anda memegang sendiri kepala Anda hanya untuk merasakan licinnya kepala Anda sekarang.

Yah, waktu telah berubah banyak bagi Anda berdua, dan ketika Anda memikirkan kenyataan ini, sudut bibir Anda bergerak naik dan Anda senang Anda tidak sendirian dalam melewati transformasi alamiah ini. Anda berpaling kepada pasangan Anda dan tersenyum tanpa alasan yang jelas, dan ia kembali berpikir Anda sedang pada “masa senioritas” yang lain!

Dan untuk yang negatif, perubahan negatif itu tidak PERLU terjadi, tetapi sedihnya, dalam pernikahan, hal itu sering terjadi karena kita sering saling meremehkan. Kita berpikir hal yang tersulit adalah bagian memasukan cincin ke dalam pasangan kita dan sekarang, kita dapat duduk-duduk santai dan menikmati masa indah selamanya. Dan ketika masa indah itu tidak datang, kita mulai marah, merasa frustrasi dan menyalahkan, “Ia tidak bersikap sama kepada saya seperti dulu!” ujar Anda.

Bagaimana dengan Anda? Bagaimana sikap ANDA terhadap pasangan Anda? Apakah Anda berkata-kata dengan kata-kata pedas dan mengharapkan respon semanis madu? Bagaimana dengan tindakan Anda sendiri? Apakah Anda mengacuhkan kebutuhan pasangan Anda sementara Anda menginginkan ia memenuhi kebutuhan Anda?

Sebagaimana ayat itu membandingkan cinta dengan anggur, pernikahan seperti layaknya kebun anggur harus dirawat, disiram dan dipupuk jika Anda menginginkan buah anggur yang manis dan lezat untuk dibuat anggur. Jika tidak, kebun anggur itu akan mulai mati dan mengering, dan air yang keluar dari buah anggur itu terasa asam.

Cinta dalam pernikahan LEBIH nikmat dibandingkan dengan anggur, karena seperti rasa anggur yang semakin enak seiring dengan berlalunya waktu, cinta kasih yang terpelihara memiliki kemampuan untuk menumbuhkan karakter dan intensitas. Minuman terenak!!

Hal yang sama juga berlaku dalam hubungan kita dengan Tuhan. Mengacuhkan hubungan kita akan menyebabkan kepahitan jiwa dan kehancuran terhadap keselamatan yang telah kita peroleh.

Melanie Schurr,Post on Renungan Harian Kita

PERJUANGAN CINTA YANG DIALAMI YAKUB

Jika Anda dihadapkan pada dua pilihan berikut, mana yang menjadi pilihan Anda? Anda memilih menikah dengan orang yang Anda cintai tetapi tidak mencintai Anda atau orang yang tidak Anda cintai tetapi mencintai Anda? Pilihan yang sulit bukan? Idealnya sih, kita pasti memilih menikah dengan orang yang kita kasihi sekaligus mengasihi kita. Namun, kalau pilihannya seperti di atas, mana yang Anda pilih?

Sekarang, apa yang ada di benak Anda ketika ditanya, “Kisah klasik apa yang Anda ingat?” Sebagian dari Anda pasti menjawab, “Romeo dan Juliet”! Romeo dan Juliet hanyalah drama percintaan tragis besutan dramawan terkenal William Shakespeare. Mau “Drama in real life?” Baca di Alkitab! Di Alkitab ada kisah kasih klasik yang menarik.

“Laban mempunyai dua anak perempuan; yang lebih tua namanya Lea dan yang lebih muda namanya Rahel. Lea tidak berseri matanya, tetapi Rahel itu elok sikapnya dan cantik parasnya. Yakub cinta kepada Rahel, sebab itu ia berkata: ”Aku mau bekerja padamu tujuh tahun lamanya untuk mendapat Rahel, anakmu yang lebih muda itu”” sahut Laban: “Lebih baiklah ia kuberikan kepadamu dari pada kepada orang lain; maka tinggallah padaku”. Jadi bekerjalah Yakub tujuh tahun lamanya untuk mendapat Rahel itu, tetapi yang tujuh tahun itu dianggapnya seperti beberapa hari saja, karena cintanya kepada Rahel!” (Kej 29:16-20).

Namun, saat pernikahan berlangsung, Laban ternyata menukar Rahel dengan Lea. Yakub marah sekali, tetapi karena cintanya kepada Rahel, ia rela bekerja tujuh tahun lagi untuk mendapatkan Rahel. Jadi, ia bekerja 14 tahun untuk mendapatkan orang yang ia kasihi.

Bagaimana dengan kisah klasik masa kini? Banyak anak muda yang tidak lagi berjuang keras untuk mencari pasangan hidup. Bukan berarti pula mereka terlalu religius sehingga meyerahkan calon pasangan hidupnya kepada Tuhan, tetapi karena mereka tidak mau bersusah payah seperti Yakub. Jika ditolak orang yang ditaksirnya, orang zaman sekarang lebih memilih langkah pragmatis, yaitu mencari yang lain.

Yang lebih luar biasa, mereka berani pacaran dengan dua orang atau lebih sekaligus. Seorang karyawan perusahaan swasta bahkan dengan entengnya berkata, “Jika yang satu putus, aku tidak sampai brokenheart karena masih punya ban serep!” Ketika ditanya apa dia setuju jika pacarnya juga punya cowok lain di saat yang sama, ia menolak keras.

Kalau kita renungkan, mengapa bisa terjadi pergeseran yang demikian besar? Saya pikir, jangan-jangan semua itu terjadi bersamaan dengan budaya instan. Karena kita bisa menikmati mie, kopi, susu, bahkan nasi instan, maka kitapun mencari pasangan hidup yang instan juga.

Kalau terlalu lama, kita merasa menghambur-hamburkan waktu kita. Karena pertimbangan itu pulalah, maka orang zaman sekarang begitu kenal dalam waktu relatif singkat sudah berani “NEMBAK”. Kalau gagal? Cari lagi! Semudah itu? Sebenarnya tidak! Namun, ada orang-orang tertentu yang “menebar ranjau pesona” sehingga kalau ada yang kena, ya beruntung. Kalau tidak, sebar lagi!

Mari belajar dari kebijaksanaan klasik karena apa yang didapat dengan mudah, biasanya akan terlepas dengan mudah juga. Mintalah hikmat Tuhan di dalam menemukan pasangan hidup yang seiman, sepadan, dan sepanggilan.

 

Disadur dari Renungan Harian Kita