header image
 

All posts in October, 2015

Kumpul dan Doa

Persiapan saat tiba di tempat tujuan

Pelayanan pengobatan gratis

Pemutaran Film

KPI Anak

 

 

KPI Dewasa

 

YANG DIPERSATUKAN ALLAH

Bacaan Firman Tuhan: Markus 10: 2-16

“Sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu” – Markus 10: 8

Tentang pernikahan, Tuhan Yesus dengan tegas mengatakan: “Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia”. Sebab Tuhanlah yang mempersatukan laki-laki dan perempuan menjadi satu daging, maka tidak ada hak siapapun untuk menceraikan yang telah dipersatukan Allah.

Jika ada yang mau bercerai, itu artinya dia telah menentang keputusan Allah atas hidupnya.

Ikatan pernikahan yang dibuat oleh Tuhan tidak hanya sebatas pada satu daging, tetapi juga kesatuan yang utuh dan menyeluruh. Maka kesatuan dalam pernikahan yang dibentuk oleh Allah pada hakikatnya juga satu dalam iman, kasih, kesetiaan, pergumulan dan sukacita. Maka orang Kristen tidak dapat memandang ikatan pernikahan hanya sebatas pada ikatan daging saja.

Nas firman Tuhan ini ingin mengingatkan kita kembali ketika menerima pemberkatan pernikahan. Dari sekian lama waktu yang sudah berlalu, kita patut merenungkan kembali “hal-hal apakah yang telah terjadi ditengah-tengah kehidupan pernikahan kita?” dan “apa hasil perenungan kita dari sekian lama kita telah membangun rumah tangga dengan pasangan kita”.

Dari nas ini kita dapat melihat bahwa sesungguhnya masalah “perceraian” sudah sejak lama ada. Namun yang mungkin membedakannya adalah penyebab perceraian pada jaman kita saat ini sudah lebih kompleks. Bisa itu terjadi karena tidak sehati sepikiran, ekonomi, keturunan, nafsu, dan sebagainya. Tetapi apapun alasan yang mungkin dapat dikemukakan, tetap Allah tidak dapat menerima perceraian.

Mengapa bisa muncul perceraian? Satu hal yang sangat mendasar yang harus dipahami adalah motivasi seseorang atau pasangan yang hendak menikah. Ketika pernikahan itu dilandaskan oleh keinginan daging, maka besar kemungkinan pernikahan itu akan menuju titik buntu. Tetapi hanya ada satu motivasi pernikahan yang dapat membuat pernikahan mendapat berkat Tuhan, yakni ketika pasangan menyadari bahwa pernikahan itu adalah untuk memenuhi kehendak Tuhan bukan kehendak pribadi atau manusia. Kasih kepada pasangan hidup terjalin adalah karena kasih kita kepada Allah.

Selanjutnya, Tuhan Yesus juga mengajar tentang anak-anak. Dia mengatakan: “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka”. Berbicara tentang pernikahan, maka kita juga akan berbicara tentang anak sebagai buah pernikahan. Kekudusan pernikahan itu sendiri akan secara otomatis pasti juga akan tersalur kepada anak.

Tetapi sebaliknya, pernikahan yang tidak melandaskan motivasi yang benar dapat berpengaruh dalam hal pengajaran kepada anak. Pernikahan yang tidak mengenal kasih dan kesetiaan pada Tuhan dapat menjadi penghalang bagi anak untuk datang kepada Yesus. Maka mau kemana kita membawa anak kita? Membawa pada kehidupan atau kematian? 

Dalam perjalanan pernikahan yang terbentuk, akan ada banyak pengalaman-pengalaman hidup yang silih berganti dapat dialami. Namun ketika berhadapan pada masalah hidup yang sesulit apapun tidak akan pernah ada niat untuk “bercerai” ketika kita menyadari bahwa Tuhanlah yang mempersatukan dan mengikat kita dalam pernikahan. Justru keluarga akan menjadi wadah dimana kita akan semakin mengenal Tuhan dalam setiap persoalan hidup yang kita lalui.

Disadur dari Khotbah dan Renungan Kristen

PERUMPAMAAN “ANAK YANG HILANG”

Lukas 15:11-32; Bacaan Mazmur 63:1-8
Adalah suatu kebahagiaan tersendiri jika ada suatu benda yang sudah lama hilang dan akhirnya kita temukan kembali. Terlebih lagi jika ada keluarga atau saudara kita yang hilang beberapa lama karena perbuatan dosanya,namun ia kembali lagi dengan pertobatan  dan menyesali perbuatannya yang salah.Adalah sungguh merupakan sukacita tersendiri yang tidak ternilai dalam kehidupan kita. Ilustrasi seperti itulah yang ingin ditegaskan oleh Tuhan Yesus ketika Ia mengilustrasikan mengenai domba, dirham dan anak yang hilang. Tuhan Yesus ingin memperlihatkan bahwa betapa bersukacitanya Allah ketika manusia itu berbalik dari dosa-dosanya.

Hal ini disampaikan oleh Tuhan Yesus ketika orang-orang Farisi dan ahli Taurat bersungut-sungut: “Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka” (15:1). Dalam perumpamaan Tuhan Yesus tentang anak yang hilang, ingin menjelaskan hakikat daripada dosa itu sendiri dan ingin memperlihatkan kepada orang Farisi bahwa Yesus tidak membenarkan perbuatan dosa dalam hidup manusia walaupun sering duduk bersama dengan orang-orang berdosa. Dari perumpamaan ini Yesus menegaskan bahwa dosa akan membuat manusia itu sengsara dan Allah dengan penuh kasih akan menerima orang berdosa itu kembali.

Dalam perumpamaan anak yang hilang ada tiga tokoh yag menonjol, yaitu: Anak Sulung, Bapa dan Anak Bungsu. Jika kita menghubungkan cerita ini dengan konteks ketika Yesus menyampaikan perumpamaan ini, maka Anak sulung adalah gambaran dari orang Farisi dan ahli taurat; Bapa gambaran dari Allah; Anak Bungsu adalah orang-orang yang berdosa. Sungut-sungut orang farisi dan pemungut cukai itu adalah bentuk kemarahan anak sulung karena ketidak senangannya atas tindakan bapanya yang menerima si bungsu kembali.

Mari kita lihat beberapa refleksi dari perumpamaan ini.

  1. Allah sungguh mengasihi segala yang telah diciptakanNya.

Kita ingin di hantarkan pada suatu pengertian bahwa Allah adalah kasih. Tuhan tidak menginginkan segala yang diciptakanNya itu hilang. Allah akan senantiasa menanti kembalinya kita kepadaNya. Sejauh mana kita pergi meninggalkan Tuhan, namun Ia akan senantiasa menantikan kepulangan kita, itulah kasih setia Tuhan.

  1. Dampak dari perbuatan dosa

Setelah kepergian anak bungsu membawa bahagian harta yang menjadi haknya dan dari kisah perjalanan kehidupanNya mencerminkan kehidupan manusia yang jatuh kedalam dosa sungguh amat mengerikan. Bagi orang yang berpikiran pendek memang sungguh enak hidup dalam dosa dan pada akhirnya dosa itu sendiri akan membinasakan kita secara perlahan-lahan. Godaan dosa itu memang menggiurkan namun pada hakikatnya adalah mematikan.

  1. Pintu pertobatan terbuka lebar

Sejauh manapun kita jatuh kedalam dosa, namun Allah tetap menerima kita kembali. Perubahan hidup dari anak bungsu itu adalah ketika “ia menyadari keadaannya” (ayat 17). Dia masih mengenal bapanya yang begitu baik dan penuh kasih, ia yakin bahwa bapanya akan menerima ia kembali serendah-rendahnya menjadi seorang upahan bapanya, karena juga mengetahui bahwa pekerja upahan bapanya saja tidak diperlakukan seperti yang dia rasakan. Kesadaran itulah yang membawa ia mendapatkan hidup yang baru. Maka sadarlah selama Allah berkenan menantikan engkau.

  1. Menyadari posisi hidup

Ada dua gambaran hidup yang diperlihatkan oleh perumpamaan ini yaitu pribadi anak bungsu dan anak sulung. Kedua anak itu mau jauh ataupun dekat dengan bapanya, namun yang pasti keduanya sama-sama tetap rentan untuk jatuh ke dalam dosa. Sehingga yang menjadi kuncinya adalah kita “menyadari kasih Allah”. Walaupun kita dekat dengan Allah, namun jika kita tidak menyadari kasih Allah maka kedekatan kita itu akan sia-sia. Sebab sikap orang yang telah dekat dengan Allah adalah semakin serupa dengan Allah yaitu mengasihi. Sementara yang jauh dari Allah, pintu masih terbuka lebar untuk kembaliNya kita kepadaNya. Sejauh manapun kita lari dari Tuhan, pada akhirnya kita akan dipanggil kehadapanNya untuk mendapatkan penghakiman.

Disadur dari Khotbah dan Renungan Kristen

BAPA SEBAGAI RAJA

“Ketika saat kematian Daud mendekat, ia berpesan (charged / commanded) kepada Salomo, anaknya” [ I Raja-Raja 2:1].

Kata yang perlu diperhatikan dari ayat diatas adalah berpesan. Terjemahan harafiahnya lebih tepat adalah charged atau commanded, yaitu memberi perintah. Setiap perkataan Daud sebagai Raja Israel memang bersifat memerintah, dalam arti mengandung otoritas dan harus ditaati oleh seluruh Israel. Tetapi kita akan melihat ayat ini dari sudut yang lain, yaitu dari sudut hubungan Daud dan Salomo sebagai bapa dengan anaknya. Daud sebagai bapa juga mempunyai otoritas untuk memberi perintah kepada Salomo sebagai anaknya. Pada ayat selanjutnya, kita lihat perintah pertama Daud untuk anaknya yaitu agar Salomo melakukan kewajibannya dengan setia kepada Tuhan.

Disini kita lihat bagaimana Daud sebagai bapa menjalankan otoritasnya kepada Salomo dengan memberi perintah. Demikian telah kita lihat juga bahwa Abraham memberi perintah kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya, agar tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan Tuhan [ Kej. 18:19 ]. Yosua juga menggunakan otoritas atas anak-anak dan seisi rumahnya, dengan membuat pernyataan yang tegas [ Yosua 24:15 ]. Semua ini menunjukkan bahwa seorang bapa harus menjalankan otoritas yang didelegasikan Tuhan padanya, atas anak-anak yang dipercayakan kepadanya.

Tetapi perlu diingat disini bahwa otoritas seorang bapa adalah terhadap anak-anaknya, bukan terhadap pasangannya. Perintah agar seorang isteri tunduk pada suaminya, bukanlah karena suami memiliki otoritas untuk mendidik isterinya, sebagaimana seharusnya ia mendidik anak-anaknya. Seorang isteri tunduk pada suami, semata-mata karena peran isteri adalah sebagai penolong suaminya. Kalau kita menggunakan istilah Raja dan Ratu, maka bapa adalah raja sedangkan ibu adalah ratu, dan secara bersama-sama, mereka didelegasikan otoritas untuk mendidik anak-anaknya.

Bagaimana caranya seorang bapa, dengan bantuan seorang ibu, menjalankan otoritas terhadap anak-anaknya ? Amsal 13:24 menjelaskannya demikian, “Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya,…” Kapan tongkat didikan ini harus dikenakan pada seorang anak ? Umumnya, pada usia 3 sampai 6 tahun, seorang anak harus mengalami tongkat didikan berulang-ulang, agar ia mengenal dan mengakui otoritas orang tua, sehingga ia menjadi anak yang penurut. Bapa yang tidak menggunakan tongkat didikan, benci pada anaknya, dalam arti ia membiarkan kebodohan melekat pada anaknya [ Amsal 22:15 ]. Bukan hanya itu, seorang bapa yang tidak menggunakan tongkat, akan menciptakan anak-anak yang tidak mengenal otoritas yang ada pada gurunya di sekolah, pada pemerintahannya mulai dari polisi di jalan sampai presiden, dan yang paling parah adalah pada para pembimbing rohani di gereja yang telah ditetapkan Tuhan baginya. Dapat dipastikan, anak pemberontak ini tidak akan berguna dalam pekerjaan Tuhan.

Tongkat melambangkan otoritas. Anak-anak harus mulai belajar apa itu otoritas sejak masa kecilnya, dan ini dimulai melalui tongkat didikan seorang bapa di rumah. Seorang bapa perlu belajar tegas terhadap anak-anak, bahkan sampai hal-hal yang kecil nampaknya, misalnya film apa saja yang boleh ditonton anak-anak.

Semoga para bapa menyadari bahwa ia adalah raja, dan pasangannya adalah ratu, bagi anak-anaknya.

 

 

Disadur dari E-Artikel

PERSEMBAHAN KELUARGA KRISTEN

Katakanlah kepada Harun dan anak-anaknya, supaya mereka berlaku hati-hati terhadap persembahan-persembahan kudus yang dikuduskan orang Israel bagi-Ku, agar jangan mereka melanggar kekudusan namaKu yang kudus; Akulah Tuhan [ Imamat 22:2 ].

Supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup[Roma 12:1].

Marilah kita senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan namaNya [ Ibrani 13:15 ].

Didalam Imamat 22:2 diatas, keluarga Harun diperintahkan agar berlaku hati-hati terhadap persembahan-persembahan kudus yang dikuduskan orang Israel bagi Tuhan. Yang dimaksud dengan berlaku hati-hati adalah agar keluarga Harun tidak memakan persembahan-persembahan yang dikuduskan orang Israel bagi Tuhan, sementara mereka dalam keadaan najis.

Keadaan najis keluarga Harun dapat disebabkan oleh berbagai hal, misalnya, sakit kusta, mengeluarkan lelehan, kena kepada sesuatu yang najis, dan yang lainnya. Jadi, keluarga Harun haruslah dalam keadaan tahir, kemudian dapatlah mereka memakan persembahan-persembahan kudus.

Bukan saja keluarga Harun yang dituntut untuk tahir, tetapi juga persembahan itu sendiri haruslah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, agar persembahan itu dapat diterima Allah. Segala sesuatu yang berkaitan dengan persembahan, haruslah memenuhi peraturan yang ada. Semuanya ini terjadi agar umat pilihanNya tidak melanggar kekudusan nama Tuhan.

Bagaimana dengan keluarga-keluarga Kristen saat ini ? Allah berkehendak agar keluarga kristen saat ini juga berlaku hati-hati terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan persembahan-persembahan. Berlaku hati-hati disini berarti keluarga Kristen haruslah dalam kondisi tahir. Keluarga Kristen haruslah dalam kondisi penuh dengan Roh Kudus. Keluarga Kristen haruslah juga dalam kondisi bertumbuh dalam karakter Kristus hari lepas hari. Keluarga Kristen haruslah berada didalam kehendak dan rencana-Nya.

Jika keluarga Kristen berada dalam kondisi tahir, maka ia dapat mempersembahkan tubuhnya sebagai persembahan yang hidup dan yang berkenan kepadaNya ( Roma 12:1 ). Inilah keluarga yang beribadah dengan sesungguhnya.

Keluarga ini juga dapat senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan namaNya. Dalam percakapan sehari-hari, nama Tuhan dipermuliakan. Tidak ada kata-kata tajam, pedas, dan yang saling melukai. Tidak ada sungut-sungut. Keluarga ini dipenuhi oleh kata-kata pujian, dan saling membangun.

Demikian juga keluarga ini dapat mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah ( I Petrus 2:5 ). Semua ini dimungkinkan karena keluarga ini dalam kondisi tahir, yaitu kondisi penuh dengan Roh Kudus. Semoga keluarga kita berada dalam kondisi sedemikian.

Disadur dari E-Artikel

 

BETAPA BERARTINYA KELUARGA

Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata: “Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, dan setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh.

(Lukas 11 : 17).

Saya menabrak seorang yang tidak dikenal ketika ia lewat. “Oh, maafkan saya” adalah reaksi saya. Ia berkata, “Maafkan saya juga, saya tidak melihat Anda.” Orang tidak dikenal itu, juga saya, berlaku sangat sopan. Akhirnya kami berpisah dan mengucapkan selamat tinggal.

Namun cerita lainnya terjadi di rumah, lihat bagaimana kita memperlakukan orang-orang yang kita kasihi, tua dan muda.

Pada hari itu juga, saat saya tengah memasak makan malam, anak lelaki saya berdiri diam-diam di samping saya. Ketika saya berbalik, hampir saja saya membuatnya jatuh. “Minggir,” kata saya dengan marah. Ia pergi, hati kecilnya hancur. Saya tidak menyadari betapa kasarnya kata-kata saya kepadanya.

Ketika saya berbaring di tempat tidur, dengan halus Tuhan berbicara padaku, “Sewaktu kamu berurusan dengan orang yang tidak kau kenal, etika kesopanan kamu gunakan, tetapi anak-anak yang engkau kasihi,sepertinya engkau perlakukan dengan sewenang-wenang. Coba lihat ke lantai dapur, engkau akan menemukan beberapa kuntum bunga dekat pintu. Bunga-bunga tersebut telah dipetik sendiri oleh anakmu, merah muda, kuning dan biru. Anakmu berdiri tanpa suara supaya tidak menggagalkan kejutan yang akan ia buat bagimu, dan kamu bahkan tidak melihat matanya yang basah saat itu.”

Seketika aku merasa malu, dan sekarang air mataku mulai menetes. Saya pelan-pelan pergi ke kamar anakku dan berlutut di dekat tempat tidurnya, “Bangun, nak, bangun,” kataku.

“Apakah bunga-bunga ini engkau petik untukku?” Ia tersenyum, ” Aku menemukannya jatuh dari pohon. Aku mengambil bunga-bunga ini karena mereka cantik seperti Ibu. Aku tahu Ibu akan menyukainya, terutama yang berwarna biru.”

Aku berkata, “Anakku, Ibu sangat menyesal karena telah kasar padamu; Ibu seharusnya tidak membentakmu seperti tadi.”

Si kecilku berkata, “Oh, Ibu, tidak apa-apa. Aku tetap mencintaimu.”

Aku pun membalas, “Anakku, aku mencintaimu juga, dan aku benar-benar menyukai bunga-bunga ini, apalagi yang biru.” Renungan : Apakah anda menyadari bahwa jika kita mati besok, perusahaan di mana kita bekerja sekarang bisa saja dengan mudahnya mencari pengganti kita dalam hitungan hari? Tetapi keluarga yang kita tinggalkan akan merasakan kehilangan selama sisa hidup mereka.

Mari kita renungkan, kita melibatkan diri lebih dalam kepada pekerjaan kita ketimbang keluarga kita sendiri, suatu investasi yang tentunya kurang bijaksana, bukan? Jadi apakah anda telah memahami apa tujuan cerita di atas? Apakah anda tahu apa arti kata KELUARGA?

FAMILY = (F)ather (A)nd (M)other, (I), (L)ove, (Y)ou

Sumber: Oliver N-post on E-Artikel

I LOVE YOU FOREVER

Kalimat “I love you” adalah kalimat yang sangat universal, singkat tapi memiliki power yang sangat kuat. Hanya dengan mengucapkan kalimat ini, kita bisa membuat hati dari pasangan kita bergetar dan tiba-tiba ada perasaan yang sulit dilukiskan oleh ribuan kata-kata sekalipun memenuhi seluruh hatinya. Ketika orang tua berkata, “I love you” atau “Aku sayang kamu nak”, hal yang sama juga terjadi kepada mereka. Hati mereka mendapatkan ketentraman dan perlindungan yang sulit dilukiskan oleh pujangga hebat sekalipun.

Jadi, kalimat “I love you” adalah seperti tetesan air segar di musim kering, seperti harum bunga mawar di tengah kesesakan, seperti terang bulan purnama di tengah kegelapan. Semua orang rindu untuk mendapatkan hal ini.

Suami istri, apalagi yang baru menikah pasti mendengar dan mendapatkan kalimat ini hampir setiap saat. Orang tua yang baru mendapatkan bayi juga pasti membisikkan kalimat ini di telinga sang bayi berkali-kali sambil mencium gemas sang buah hati. Kalimat “I love you” sanggup membawa suasana kebahagiaan bagi segala usia.

Namun, pada saat rumah tangga mulai dihadang badai, perahu rumah tangga terombang-ambing di tengah samudera masalah, adakah kalimat “I love you” sesekali terdengar ? Ketika sang buah hati mulai pandai membantah, sang bayi yang dulu menggemaskan telah tumbuh menjadi anak yang lihai dalam melawan orang tua, pandai berbohong, juara dalam menjadi anak yang malas serta menghindar dari pekerjaan yang ditugaskan, adakah kalimat “I love you” ini tetap memiliki power ? Rasanya kalimat ini tiba-tiba hilang begitu saja seperti melarikan diri dari rumah tangga !!! Hilang tanpa meninggalkan jejaknya.

Untuk itu, alangkah baiknya jika setiap orang menambahkan satu kata lagi di belakang kalimat yang powerful ini menjadi “I LOVE YOU FOREVER” !!!. Karena kata FOREVER berarti selamanya kita akan mencintai orang tersebut. Selamanya sang suami akan mencintai istrinya sekalipun ada gunung masalah yang harus dilaluinya. Selamanya sang istri akan mencintai suaminya, sekalipun harus melewati lembah kekelaman yang sangat dalam. Selamanya orang tua akan mengasihi anak-anaknya sekalipun sang anak rasanya tidak tahu lagi cara berterima kasih kepada orang tuanya.

Kiranya kalimat “I LOVE YOU FOREVER” ini mampu membantu bahtera-bahtera keluarga yang sedang berjuang keras di tengah-tengah hantaman gelombang masalah dan tiupan angin badai yang sangat kencang. Sekalipun di tengah gelora masalah ucapan ini hilang terbawa badai, tetapi kalimat ini telah diukir dalam hati setiap kita oleh tangan Tuhan yang penuh kasih … I LOVE YOU FOREVER !!!

Oleh Ev.Sudiana-post on E-Artikel

 

CINTA SEJATI SEORANG IBU

Ayat hafalan :
Tetapi kami berlaku ramah diantara kamu, sama seperti seorang ibu yang
mengasuh dan merawati anaknya.”1 Tes.2 : 7

“Bisa saya melihat bayi saya?” pinta seorang ibu yang baru melahirkan penuh kebahagiaan. Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu itu menahan nafasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang kearah luar jendela rumah sakit. Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga.

Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk. Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan sang ibu yang menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Anak lelaki itu terisak-isak sambil berkata, “Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh.”

Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Iapun disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Ibunya mengingatkan,”Bukankah nantinya kau akan bergaul dengan remaja-remaja lain?” Namun dalam hati ibu merasa kasihan dengannya.

Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga untuknya. “Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya,” kata dokter. Kemudian, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya pada mereka.

Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelakinya, “Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia.” kata sang ayah.

Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun lahirlah. Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya. Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia menemui ayahnya, “Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia
mengorbankan ini semua padaku, ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya.” Ayahnya menjawab, “Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu.” Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, “Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua. rahasia ini.”

Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga suatu hari tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku itu, lalu menyibaknya sehingga tampaklah… bahwa sang ibu tidak memiliki telinga.

“Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya,” bisik sang ayah. “Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan?” Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh namun di dalam hati.

Renungan :

Harta karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun pada apa yang tidak dapat terlihat. Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui.

Disadur dari E-artikel

SAYANGILAH ORANGTUA KITA

Ada sebatang pohon mangga. Daunnya rimbun, sarat berbuah sepanjang tahun. Seorang anak kecil sangat senang bermain di pohon mangga setiap harinya. Memanjat ke puncak pohon, merayap ke dahan, dan memetik buahnya. Kemudian meluncur turun bersandar di batang pohon dan terlelap dalam kesejukan naungan daun yang rimbun. Ia mencintai pohon mangga itu dan demikian pula pohon mangga itu kepadanya.

Waktu berlalu dengan cepatnya. Anak kecil itu tumbuh menjadi remaja. Dia tidak lagi suka bermain-main dan tentunya jarang mendatangi pohon mangga itu.

Sampai suatu hari si remaja menghampiri pohon mangga dengan wajah muram. Pohon mangga menyambutnya dengan gembira:
“Mari bermain seperti dahulu”.
“Saya bukan anak-anak lagi, saya sudah remaja, sudah tidak senang bermain”.
“Lalu apa masalahmu. Katakanlah, mungkin saya dapat menolongmu,” pohon mangga membujuk.
“Begini, saya ingin mempunyai kecapi yang merdu untuk menghibur kekasihku,” si remaja ini mengutarakan kemusykilannya.
“Oh, itu mudah, petiklah buahku, kemudian juallah untuk memperoleh uang. Maka engkau dapat membeli kecapi yang merdu”.

Si remaja itu bangkit semangatnya. Dipetiknya buah mangga itu sampai tak bersisa. Pohon mangga tampak gembira, karena telah mengeluarkan si remaja itu dari kesusahannya.

Suatu hari remaja itu datang lagi ke pohon mangga. Bergembiralah pohon mangga memanggilnya untuk bermain.
“Saya tidak punya waktu untuk bermain, saya telah dewasa, telah beristeri,”
ujar remaja yang telah dewasa itu.
“Lalu kesulitan apa pula, boleh jadi saya dapat menolongmu lagi,” kata pohon mangga. “Begini, saya membutuhkan rumah tempat tinggal”. Belum sempat pemuda dewasa itu mengakhiri kalimatnya, pohon mangga menyela:
“O, mudah pangkaslah semua dahan, dan cabang batangku, cukuplah itu untuk mendirikan rumah. Pemuda itu lalu memangkas. Maka tinggallah pohon mangga seperti tonggak, hanya batang tanpa dahan, cabang, ranting bahkan daun. Tumbuh tidak, matipun tidak.

Waktu berlalu, datanglah si pemuda itu ke pohon mangga yang sudah menjadi tonggak.
“Boleh jadi inilah yang terakhir saya minta nasihat kepadamu. Saya sudah menjelang manula. Aku ingin menikmati hari tua, berlayar di danau. Bagaimana mungkin saya mendapatkan perahu,?”
“Tebanglah batangku pada pangkalnya, buatlah perahu”, kata akhir pohon mangga.

Kini pohon mangga yang dahulu berdaun rimbun, berbuah lebat, hanya tinggal akar-akarnya saja yang tersembul sedikit di atas tanah.
Musim dan tahun berganti. Laki-laki yang sudah tua renta itupun datang kembali. Yang diinginkannya hanya sekedar melabuhkan dirinya berbantalkan akar pohon mangga.

Pohon mangga ibarat kedua orang tua kita. Ketika kecil kita senang bermain dengan mereka. Tatkala dewasa, kita tinggalkan beliau berdua, hanya datang bila dianggap perlu. Padahal bagaimanapun keadaan mereka, orang tua tetap akan memberikan segalanya kepada kita. Selayaknyalah kita mendoakan kedua orang tua kita.

Disadur dari E-Artikel

Keluarga Yang Baik Akan Selalu Berjumpa Dengan Allah

Pembicara : Cavik Martentje Pah

Nats Pembimbing : Mazmur 8 : 1-10

 

Manusia ditempatkan Allah pada kedudukan yang istimewa,dan diberi mandat sebagai wakil Allah didunia.Manusia adalah mahluk yang diberikan akal budi,terbatas pula dalam segala sesuatu.Kita dijadikan serupa dengan Allah tetapi tidak sama dengan Allah.Namun manusia seringkali tidak pernah puas dan ingin yang lebih lagi dalam hidup ini.Bahkan ada yang ingin sama seperti Allah.

Allah melengkapi kita dengan sifat-sifat mulia,antara lain belajar bersyukur.Tuhan sendiri mengangkat kita sebagai mahluk mulia ,yang diberi tanggungjawab mengelola bumi dan segala isinya,bukan untuk merusaknya.Tuhan memahkotai kita dengan kuasa dan kemuliaan-Nya.Apapun kedudukan seseorang dan siapapun dia,ia harus bertanggungjawab.Minta kekuatan dari Tuhan saja untuk dapat menjalankan tanggungjawab itu dan sadarilah tanggungjawab itu.

Yang dapat kita pelajari dari kitab Mazmur ini adalah :

1.Jagalah apa yang sudah Tuhan buat untuk kita.Bertanggungjawablah atas peran dalam keluarga dengan sukacita sebagai bentuk rasa syukur kita pada Tuhan.

2.Jangan sombong ! Jagalah kekudusan dalam tugas dan tanggungjawab kita.

3.Keluarga adalah dasar atau wadah untuk mengenal siapa diri dan Tuhan kita.Jangan lah kita sebagai orangtua hanya memenuhi kebutuhan fisik anak-anak ,tetapi moral dan etikanya juga.

Marilah,jaga kepercayaan Tuhan untuk kita masing-masing dalam tugas dan tanggungjawab kita dalam keidupan keluarga.Amin.

« Older Entries     Newer Entries »