header image
 

All posts in October 28th, 2015

PERAN SEORANG ANAK

“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diriNya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak” [Yohanes 5:19].

Peristiwa penyembuhan pada hari Sabat di kolam Betesda, menjadi latar belakang perkataan Yesus pada ayat diatas. Orang-orang Yahudi berusaha menganiaya Yesus, bukan saja karena Ia melakukan penyembuhan itu pada hari Sabat, namun karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya, dengan demikian menyamakan diriNya dengan Allah. Sebagai penjelasan atas keberatan orang Yahudi, Yesus mengungkapkan bagaimana hubungan Anak dengan Bapanya itu. Dengan tegas dikatakan bahwa apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak. Disini Yesus mengungkapkan ketaatan mutlak seorang Anak, dan sekaligus Ia menjelaskan bagaimana peran seorang anak itu seharusnya.

Secara sederhana, peran seorang anak seharusnya adalah mencontoh. Seorang anak harus dapat belajar, mencontoh dan mengikuti apa yang dikerjakan bapanya. Didalam dunia jasmani, sering kita temui kasus-kasus dimana profesi anak tepat sama dengan bapanya. Bila bapanya seniman, anaknya juga demikian; bila bapanya bertekun dalam dunia pendidikan, anaknya juga demikian; bahkan bila bapanya presiden, anaknya juga menjadi presiden. Ini sesuatu yang wajar, dan memang seharusnya demikian, karena anak adalah “perluasan diri” seorang bapa.

Tetapi yang saat ini kita bicarakan adalah sesuatu yang bersifat rohani. Maksudnya, seorang anak seharusnya mencontoh bapanya dalam perkara-perkara rohani. Seorang anak harus belajar memahami apa yang menjadi tujuan, misi dan visi bapanya. Seorang anak bukan saja mengikuti apa yang dikerjakan bapanya, tetapi juga harus meneruskan perjuangan dan pelayanan bapanya.

Tetapi disinilah persoalannya bagi kebanyakan keluarga-keluarga Kristen. Banyak bapa-bapa Kristen yang tidak menjadi bapa rohani bagi anaknya. Bahkan banyak juga kita temui kasus-kasus dimana seorang anak terluka / dilukai oleh bapanya ( yang telah aktif didalam kekristenan ). Sangat sulit bagi seorang anak untuk mencontoh atau menjadi seperti bapanya, apabila ia terluka. Bahkan mungkin ia memutuskan untuk tidak menjadi seperti bapanya. Sangat disayangkan apabila ini terjadi, karena seorang anak harus memulai perjuangan dan pelayanannya dari nol lagi. Kita tahu bahwa penyelamatan dunia ini adalah merupakan perjuangan dan pelayanan yang berkesinambungan, dimana pekerjaan penyelamatan ini dimulai dari seorang bapa yaitu Abraham. Pekerjaan penyelamatan dunia ini tidak dimulai pada saat Yesus memulai pelayananNya. Tetapi Allah telah bekerja ribuan tahun sebelumnya, dan dimulai pada diri Abraham.

Jadi, seorang anak haruslah mencontoh bapanya, dan haruslah ia meneruskan perjuangan serta pelayanan bapanya. Itulah yang menjadi peran seorang anak. Juga kita perlu berdoa agar para bapa Kristen dapat menjadi bapa rohani bagi anaknya.

Disadur dari Renungan Kristen

MEMBESARKAN ANAK

“Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu” [ Amsal 22:6 ].

Yang dimaksud dengan orang muda dalam ayat ini adalah anak kecil. Pada umumnya istilah anak kecil yang dimaksud berumur sekitar 5 tahun. Alkitab mengajarkan supaya anak kecil dididik menurut jalan yang patut baginya. Apabila hal ini dilakukan, maka akan genaplah janji yang indah ini yaitu, pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari jalan itu. Seorang anak yang dididik dengan benar, akan menjadi setia sampai masa tuanya. Anak ini tidak akan menyimpang kekiri atau kekanan, ia tidak akan murtad, ia tidak akan meninggalkan Tuhan, ia akan setia sampai akhirnya. Betapa indahnya janji firman Tuhan ini, terutama bagi para orang tua. Ada suatu kepastian bahwa anak-anaknya tidak akan menyimpang dari jalan Tuhan.

Tetapi sering kita lihat dari pengalaman, bagaimana seorang anak yang rajin pergi ke sekolah minggu, ketika menjadi remaja hilang entah kemana. Atau seorang pemuda/i yang aktif dalam pelayanan kekristenan, ketika menikah tenggelam dalam rutinitas rumah tangga tanpa tujuan, misi dan visi yang jelas. Mengapa demikian ? Alkitab menjelaskan penyebabnya, yaitu karena ia tidak dididik menurut jalan yang patut baginya. Ia tidak setia di jalan yang seharusnya ia lalui, karena memang ia tidak dilatih untuk menempuh jalan itu.

Setiap anak mempunyai suatu jalan yang seharusnya ia lalui, jika ia ingin berhasil sebagai pelayan Tuhan, sebagai suami/isteri, dan sebagai profesional Kristen. Tetapi anak kecil tidaklah mengetahui jalan itu, juga ia belum dipersiapkan untuk melaluinya dengan tekun. Siapa yang bertanggung jawab untuk memberitahukannya, dan melatihnya agar ia dapat melaluinya dengan setia? Tentu saja Orang tualah yang bertanggung jawab dalam hal ini, karena kepada orang tuanya anak-anak ini dititipkan Tuhan. Ayat diatas dapat ditulis sedemikian, ” Hai orang tua, didiklah anak-anakmu;”

Dalam pengalaman kita, sering dijumpai anak-anak dari “pelayan Tuhan” yang nakal dan susah diatur. Anak-anak ini bahkan terluka pada orang tuanya karena merasa kurang diperhatikan. Mereka merasa orang tuanya lebih memperhatikan “pelayanan” dari pada diri mereka.

Memang membesarkan anak, tidak langsung terlihat hasilnya. Banyak orang tua Kristen lebih senang mengerjakan sesuatu yang langsung dapat dilihat hasilnya, entah itu karier atau apa yang disebut pelayanan. Saatnya, orang tua Kristen perlu belajar memahami cara kerja Allah dalam penyelamatan dunia ini. Allah mulai dari satu orang bapa yaitu Abraham, dan penyelamatan ini baru akan dirampungkan oleh keturunannya berabad-abad bahkan berzaman-zaman kemudian. Bagaimana seandainya anak Abraham, nakal-nakal dan susah diatur? Bagaimana jika seandainya Ishak dan Yakub tidak setia di jalan yang harus ditempuhnya? Semoga perintah dalam Amsal 22:6 ini ditaati oleh para orang tua Kristen, dan semoga genaplah janji Tuhan dengan bangkitnya anak-anak yang setia menempuh jalan yang harus dilaluinya.

 

Disadur dari Renungan Kristen