header image
 

All posts in September 12th, 2015

MENGAPA MANUSIA  TIDAK PERNAH PUAS?

Manusia adalah makhluk pencari kepuasan. Ia memiliki segudang keinginan dan kebutuhan yang harus dipenuhi. Maka itu ia disebut Homo Economicus. Disamping keinginan dan kebutuhan fisikal, ia juga adalah pencari kepuasan social. Ia butuh orang lain, ia butuh relasi. Ini menjadi suatu kebutuhan dasar pada diri manusia, maka itu ia disebut homo socius.

Kedua sifat dasar manusia, yaitu homo economicus dan homo socius ini berjalan pada jalurnya masing-masing, namun ada kalanya mereka harus berjalan beriringan. Akibatnya, terkadang di dalam diri manusia harus mengalami tabrakan-tabrakan yang tidak dapat ia hindari di dalam pemuasan kedua sifat ini. Contohnya di dalam dunia bisnis, seseorang menginginkan untuk mendapat keuntungan materi yang lebih untuk memajukan ekonominya, namun untuk mencapai hal itu ia harus rela menjatuhkan saingan bisnisnya. Akibatnya, hal-hal kotor harus terjadi dan menodai relasi antar businessman itu. Akibat tabrakan kedua sifat ini, manusia disebut sebagai homo homini lupus, yaitu manusia menjadi serigala bagi sesamanya.

Manusia memahami bahwa ia makhluk yang mencari kepuasan, akan tetapi manusia tidak pernah dapat menjawab ukuran kepuasaannya itu sampai pada taraf seperti apa dan ukuran yang bagaimana? Akibatnya ia tidak pernah dapat menentukan dirinya sudah mencapai kepuasan atau belum. Malahan yang terlihat adalah manusia menjadi makhluk yang “rakus” dalam pencaharian kepuasannya itu.

Pertanyaan yang tepat untuk berbicara tentang hal ini adalah bagaimanakah caranya agar manusia dapat mencapai kepuasan dirinya yang sejati? Permasalahannya adalah tolok ukur manusia dalam mencari kepuasannya adalah hal-hal seputar material dan atau barang-barang yang fana dan tidak kekal. Manusia akan terus menerus mengalami kehausan ketika ia menggantungkan tingkat kepuasan dirinya kepada hal-hal yang bersifat sementara.

Kepuasan yang sejati tolak ukurnya adalah Yesus Kristus. Blaise Pascal mengatakan bahwa di dalam diri manusia terdapat sebuah ruang kosong yang hanya dapat ditempati oleh Allah. Tetapi, selama ini, manusia salah menempatkan sesuatu di dalam ruang kosong itu. Manusia mengisi ruang kosong itu dengan hal-hal fana dan bukan Allah. Akibatnya ia selalu menjadi haus dan tidak pernah mencapai kepuasan. Ruang itu harus ia berikan untuk hadirat Allah menempatiNya. Ketika seseorang membiarkan Allah menempati ruang kosong di dalam dirinya, maka ia akan mengalami kepuasan yang sejati dan dapat berkata “cukup” pada hal-hal yang menantang ia untuk menjadi seorang serigala yang rakus. (Josua J. Sengge)

ADAKAH ILAH-ILAH LAIN DIDUNIA ?

 

Keluaran 12:12 “Sebab pada malam ini Aku akan menjalani tanah Mesir, dan semua anak sulung, dari anak manusia sampai anak binatang, akan Kubunuh, dan kepada semua allah di Mesir akan Kujatuhkan hukuman, Akulah, TUHAN.”

Hal pertama yang harus dimengerti adalah Allah tidak mengakui keberadaan adanya ilah-ilah lain. Adanya ilah-ilah tidak pernah diakui oleh Allah, tetapi manusia. Manusia yang menciptakan bagi dirinya semacam ilah-ilah lain. Menurut Calvin, hal ini terjadi oleh karena pada dasarnya manusia memiliki seed of religion atau benih-benih ilahi di dalam dirinya. Ia membutuhkan suatu rasa ilahi bagi dirinya.

Akibat kejatuhan dalam dosa, seed of religion ini menjadi rusak. Ditunggangi oleh dosa, seed of religion melahirkan rupa-rupa allah yang coba dibentuk oleh manusia berdosa. Menurut tradisi Yahudi, kepercayaan terhadap ilah-ilah ini juga merupakan penyembahan terhadap malaikat-malaikat yang memberontak terhadap Allah disurga yang akhirnya dibuang oleh Allah. Namun tetap saja malaikat-malaikat itu bukanlah allah.

Munculnya ilah-ilah lain ini ditentang oleh Allah. Maka itu, di dalam Perjanjian Lama, untuk menyatakan kehadiranNya, Allah juga menyatakan namaNya untuk dapat membedakan diriNya dengan kepercayaan kepada ilah-ilah buatan manusia itu. Tujuan lain penyataan nama Allah adalah agar : 1) umatnya dapat mengenal diriNya dan 2) berelasi denganNya. Berelasi dengan Allah melalui nama yang spesifik itu penting bagi umat Israel pada waktu itu. Kepercayaan agama-agama kafir (pagan religion) meyakini bahwa penggunaan nama seorang dewa dapat membuka akses untuk dimanipulasikan kekuatannya.

Penyataan Allah untuk menentang ilah-ilah pada waktu itu bukan untuk menentang mereka, melainkan menentang keyakinan dari manusia berdosa dan menyatakan kebenaran tentang Allah yang sejati dan Esa (Monotheism). Maka itu, membaca Keluaran 12:12, bukan memaksudkan Allah yang mengakui keberadaan ilah-ilah lain, melainkan untuk membuktikan kuasa Allah yang melebihi kepercayaan-kepercayaan mereka yang salah dan seharusnya berbalik kepada Allah.

Penciptaan akan allah oleh manusia akibat seed of religion di dalam diri manusia tidak hanya menjangkiti bangsa-bangsa sekitar Israel atau dunia timur dekat kuno (Ancient Near East) pada waktu itu. Hingga hari ini, penyakit itu terus menggerogoti umat manusia. Tanpa sadar, seringkali kita menciptakan ilah-ilah kita sendiri dan menggantungkan hati kita kepada ilah tersebut. Tanpa sadar, seringkali hati kita masih terpaut dengan ilah-ilah lain buatan sesama kita dan lebih percaya kepada patung daripada Allah yang telah menyatakan diriNya langsung di dalam Alkitab. Pertanyaannya adalah dimanakah saat ini hatimu berada? (Josua J. Sengge)

 

Nehemia : Sang Bartender

Ketika kudengar berita ini, duduklah aku menangis dan berkabung selama beberapa hari. Aku berpuasa dan berdoa ke hadirat Allah semesta langit.

(Nehemia 1:4)

 

Bacaan : Nehemia 2:1-8

Dalam salah satu artikel yang saya baca, profesi “bartender” adalah profesi yang menyenangkan bagi anak muda zaman sekarang. Istilah “bartender” mengarah kepada mereka yang meracik minuman untuk dinikmati oleh konsumennya. Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan untuk menjadi seorang “bartender”. Menjadi juru minuman raja, inilah profesi Nehemia. Kala itu, menjadi juru minuman raja merupakan jabatan yang cukup disegani dan sangat terhormat. Seorang juru minuman raja dipercaya oleh raja untuk memastikan makanan dan minuman tersebut tidak berbahaya bagi dirinya. Dari sudut karier menjadi juru minuman raja membuat seseorang berada di zona aman. Ia berlimpah dalam fasilitas yang mewah dan selalu mencicipi makanan dan minuman yang terbaik.

Menjadi juru minuman Raja Artahsasta, adalah pekerjaan Nehemia. Dengan jabatan itu, sesungguhnya hidup Nehemia sudah cukup mapan dan nyaman. Namun Nehemia bukanlah orang yang mudah tergiur dengan kemapanan. Ketika mendengar informasi mengenai kehancuran Yerusalem, hati Nehemia menjadi sedih. Ia duduk menangis dan berkabung selama beberapa hari. Ia pun berpuasa dan berdoa ke hadirat Allah, memohon agar beroleh belas kasihan raja untuk menolong bangsa Yahudi di Yerusalem. Doa yang dipanjatkan Nehemia didengar oleh Tuhan. Raja Persia memberikan izin kepadanya untuk berangkat ke Yerusalem guna membangun kembali tembok kota itu.

Nehemia bersedia keluar dari kemapanan dan zona nyamannya untuk menjadi alat di tangan Tuhan bagi bangsa Israel. Nehemia keluar dari zona nyamannya, bagaimana dengan kita? Mau dan mampukah kita keluar dari zona nyaman untuk menjadi alat di tangan Tuhan?

 

 Disadur Dari Renungan TEENS FOR CHRIST

 

 

 

 

Mencintai Tuhan,Keluarga,Lalu Pekerjaan

Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!”

(Yos. 24:15)

Bacaan : Yosua 24:1-15

Dalam sebuah acara pembinaan kaum muda di gereja, seorang pembina bertanya kepada seorang remaja: “Maukah kamu kelak menjadi penatua di jemaat ini?” Dengan cepat remaja itu menjawab: “Tidak!” Pembina tersebut agak bingung sehingga bertanya apa alasannya. Remaja tersebut menjawab: “Aku nggak mau jadi penatua seperti Papa karena jadi jarang di rumah. Senin-Jumat sibuk di kantor, sedangkan Sabtu-Minggu seharian di gereja, jadi tidak ada lagi waktu untuk keluarga.”

Yosua adalah pemimpin bangsa Israel, yang tentu kehidupannya dipenuhi oleh kesibukan pelayanan dan kepemimpinan. Boleh jadi waktunya untuk keluarga akan sangat tersita. Namun, ternyata ia bukan hanya pemimpin umat yang sukses, melainkan juga teladan di dalam keluarga. Di Sikhem, Yosua yang sudah tua seolah menantang bangsa Israel untuk tetap memiliki kesetiaan kepada Tuhan. Ia bahkan mengambil contoh di dalam keluarganya sendiri, bahwa ia dan keluarganya akan tetap memiliki kesetiaan kepada Tuhan karena menyaksikan pemeliharaan Tuhan serta janji-Nya yang tidak berkesudahan.

Youth, sering kali karena intensitas pekerjaan yang cukup tinggi, waktu kita untuk bertumbuh bersama Tuhan dan memperhatikan keluarga menjadi berkurang. Kerap kali kita membela diri. Karena “sibuk,” tidak ada lagi waktu kita untuk bersaat teduh atau berbagi kisah dengan keluarga. Tanpa sadar kita kemudian dikuasai oleh pekerjaan kita. Pekerjaan adalah anugerah Tuhan, sedangkan keluarga adalah ruang di mana cinta kasih Allah semestinya diwujudkan serta kita dapat menjadi teladan di dalamnya.

  1. Mengapa Yosua kembali menekankan kesetiaan kepada Tuhan?
  2. Apa yang membuat Anda sulit membagi waktu?

Renungkanlah.Amin.

Disadur Dari Renungan Youth For Christ

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Menjadi Dingin di Tengah Dunia yang Semakin Panas

Tuhan Yesus dalam Matius 24:12 menjelaskan sbb : “Karena makin bertambahnya kedurhakaan maka kasih kebanyakan  orang akan menjadi dingin.” Perhatikan istilah “sebagian besar“- ini menunjukan kepada jumlah mayoritas umat Tuhan .Hanya golongan minoritas saja yang kasihnya kepada Tuhan tetap berapi-api. Ini benar-benar sebuah nubuat yang sangat menyedihkan. Dunia semakin panas dengan segala pergolakan dan permasalahan , namun kenyataannya sebagian besar orang Kristen bukannya makin berapi-api dengan Tuhan , mereka malah semakin dingin kasihnya kepada Tuhan.

Apakah ciri-ciri orang Kristen yang kasihnya kepada Tuhan sudah menjadi dingin? Ingat, hubungan antara jemaat dan Kristus itu diumpamakan dengan hubungan suami-istri. Perhatikanlah bagaimana relasi suami-istri yang sudah menjadi hambar dan dingin.

A. MINAT UNTUK FELLOWSHIP DENGAN TUHAN AMAT MINIM
Waktu pacaran dulu dimana ada cinta membara, komunikasi lancar sekali (bisa berjam-jam lamanya). Tetapi ketika kasih menjadi dingin, antara suami dan istri sudah tidak ada lagi komunikasi. Ngomong aja ogah! Dulu suka sekali bersekutu dan berkomunikasi dengan Tuhan, praise worship & prayer jadi life-stylenya. Tapi itu dulu. Sekarang semangat seperti itu sudah semakin kurang……..semakin kurang………lalu padam sama sekali, menjadi dingin (seperti sop buntut di kulkas)!

B. SELERA UNTUK MAKANAN ROHANI TIDAK ADA
Waktu cinta masih hangat membara, membaca surat cinta mendatangkan suka cita besar. Tetapi ketika kasih sudah menjadi dingin, tak ada kerinduan sama sekali untuk membaca surat. Dulu suka membaca dan mendalami Firman Tuhan. Lama-kelamaan minat itu semakin berkurang-semakin berkurang-akhirnya tidak ada lagi selera sama sekali untuk Firman Tuhan.

C. KERINDUAN IBADAH JUGA MINIM BANGET 
Waktu cinta masih membara ,saat untuk bertemu sang kekasih selalu dinanti-nantikan. Pergi berduaan sambil bergandeng tangan adalah saat yang didambakan. Tetapi ketika kasih sudah menjadi dingin, ketemu saja enggan apalagi pergi berduaan. Dulu sikapnya seperti Mazmur 122 :1 – penuh suka cita masuk rumah Tuhan. Tetapi lama-kelamaan suka cita itu mulai pudar dan akhirnya hanya jadi kristen kapal selam saja. Hanya muncul pada waktu ada acara-acara khusus saja seperti Natal, Paskah, dlsb. No time for God but have time for hobby and traveling.

D. SUKA LONTARKAN KRITIKAN 
Ketika kasih masih hangat membara, semuanya nampak serba oke. Suami dan istri dapat menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing.Tetapi ketika kasih sudah menjadi dingin, mulailah suami dan istri menjelek-jelekkan satu sama lain. Perhatikanlah orang-orang yang suka menjelek-jelekkan gereja dan para pelayan Tuhan. Kalau anda menjumpai orang semacam itu, ketahuilah dengan pasti : Orang ini masuk golongan PSUGO, kasihnya kepada Tuhan sudah menjadi dingin!.

E.TIDAK ADA PERSEMBAHAN KASIH 
Waktu kasih masih hangat, selalu ada pemberian antara suami-istri, misalnya oleh-oleh dari luar kota, waktu ulang tahun, dlsb. Ketika kasih sudah menjadi dingin, tidak ada lagi pemberian kasih. Demikian juga orang Kristen, satu tanda yang jelas bahwa kasihnya kepada Tuhan sudah menjadi dingin ialah dengan menghentikan persembahan persepuluhan/syukur/dlsb. Yang dahulu selalu ia berikan dengan kasih kepada Tuhan, sekarang dipakai untuk diri sendiri. Bukan itu saja, ia lalu menghalang-halangi orang lain yang mau memberi kepada Tuhan dengan kasih.

F. MINAT UNTUK HAL-HAL DUNIAWI BESAR SEKALI
Di waktu cinta masih hangat berapi-api, hati selalu berpaut kepada si dia. Ketika kasih menjadi dingin, perhatian ditunjukan kepada si dia yang lain (PIL dan WIL – pria idaman lain atau wanita idaman lain). Begitulah juga keadaan orang Kristen. Ketika kasihnya kepada Tuhan menjadi dingin maka hatinya tertarik kepada keduniawian : keinginan mata, keinginan daging, dan keangkuhan hidup (Yoh. 2:15-17).

  AKIBAT KASIH YANG MENJADI DINGIN
Akibatnya sungguh sangat berbahaya! Pehatikanlah prosesnya : Mulanya hanya dingin, kemudian beku, lalu menjadi keras seperti es. Hal semacam ini bisa terjadi pada diri orang yang sudah menerima anugrah kasih karunia dari Yesus. Istilah Biblikalnya kita peroleh dari Daud ketika ia mengalami keadaan “psugo” adalah : Kehilangan sukacita keselamatan (The joy of salvation). Itulah sebabnya Daud berdoa – Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu dan lengkapilah aku dengan roh yang rela (Mazmur 51:14).

 BAGAIMANA MENCAIRKAN KEBEKUAN 
Bagaimanakah memulihkan kasih yang dingin supaya hangat kembali? Untuk itu kita belajar dari nasehat Tuhan Yesus kepada jemaat di Efesus (Wahyu 2:1-7). Istilah yang dipakai oleh Yesus adalah – “meninggalkan kasihmu yang semula” (ay.4). Ini sama dengan kasih yang tadinya hangat (kasih yang mula-mula), lalu menjadi dingin. Untuk bisa pulih kembali ada nasehat 3R dari Yesus (ay.5):

A. REMEMBER (INGATLAH)
Ingat masa yang lalu ketika kasih masih membara. Sukacitanya beribadah dan melayani.
Nikmatnya persekutuan dengan Yesus. Bayangkanlah itu baik-baik dalam imajinasi kita.
B. REPENT (BERTOBATLAH)
Ambil sikap tegas untuk tidak membiarkan situasi dingin berlarut terus-menerus. Ambil putusan bermutu untuk berubah secara total!
C. REDO (LAKUKANLAH LAGI)
Apa yang sudah ada pada imajinasi tentang suka cita masa lalu itu harus diulangi lagi /dilakukan kembali pada masa kini. Kalau masih tetap “psugo“dan es yang keras tidak mencair kembali, Tuhan Yesus memberikan “discipline” terhadap anak-Nya yang menyimpang – lihat Ibrani 12:5-11 tentang didikan Tuhan. Yang benar ialah : Jangan menunggu sampai Tuhan mendidik kita, tetapi tetaplah melekatlah kepada Yesus, Pokok Anggur yang benar dan berbuah lebat untuk kemuliaan nama-Nya. Soli Deo Gloria! 

 Sumber : http://dedhotindra.blogspot.co.id

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Joyce Meyer – Kisah Hidup Anak Teraniaya yang Menjadi Hamba Tuhan Populer

JOYCE MEYER

Pada saat Joyce berusia sekitar 12 tahun, ia mendapatkan kesempatan untuk belajar mengendarai mobil dari ayahnya. Namun sayangnya, ada udang di balik batu atas keputusan ayahnya tersebut karena ia melakukannya agar bisa membawa Joyce keluar dari rumah dan jauh dari pantauan ibunya, dengan tujuan untuk melakukan perbuatan amoral dengan putrinya tersebut. Bahkan, di suatu hari pada musim panas, ayahnya memaksa Joyce untuk minum alkohol hingga mabuk, dan kemudian ayahnya bisa melampiaskan nafsu bejatnya. Joyce sudah berulang kali menceritakan kisah tersebut didalam buku-bukunya dan pada setiap konferensinya. “Saya tidak menceritakannya untuk mengundang belas kasihan Anda,” katanya di sebuah gereja di Tampa, Florida, pada bulan September 2003 yang lalu. “Saya bermaksud menceritakannya untuk menunjukkan bahwa orang-orang bisa punya pengalaman yang buruk dan bahkan sangat buruk. Saya tahu hidup saya jauh lebih kuat karena apa yang telah terjadi tersebut, dibandingkan seandainya hal itu tidak pernah terjadi.”

Joyce Merasakan Kuasa Allah

Joyce lahir pada 4 Juni 1943 dengan nama Pauline Joyce Hutchison. Ayahnya adalah seorang tentara bergabung sehari setelah ia dilahirkan. Namun sayangnya, tiga tahun setelahnya, ayahnya dipecat dari kesatuannya dan mengakibatkan perubahan pada sikapnya. Ia kembali ke keluarganya sebagai pria yang kepahitan, pemarah dan kecanduan alkohol, bahkan yang lebih parahnya, sang ayah pun mulai menganiayanya secara seksual. Kondisi ini terus berlanjut dan semakin memburuk hingga ia menginjak usia remaja. Walaupun ibunya mengetahui masalah ini, namun karena takut terhadap ayahnya maka memilih untuk bersikap seolah-olah tidak tahu dan tidak pernah terjadi apa-apa.

Pada saat berumur 9 tahun, Joyce mengaku untuk pertama kalinya merasakan kuasa Allah. Pada suatu malam, saat sedang mengunjungi kerabatnya di luar kota, ia menyelinap pergi untuk mengikuti suatu kebaktian di gereja setempat. Di sanalah ia mengalami proses kelahiran baru. “Saya merasa bersih, seperti baru saja mengalami pemandian batin,” kenangnya sekian tahun kemudian. Namun, saat pulang kembali ke rumah, damai sejahtera yang sempat dialaminya tersebut menjadi hilang. Sebagai seorang gadis yang menginjak remaja, Joyce punya ketertarikan terhadap hal-hal yang bersifat rohani, kisah-kisah persepsi ekstra-inderawi, fiksi ilmiah maupun film horor. Selain itu, ia juga berminat pada hipnotis dan astrologi. Pada saat umur 13 tahun, ia berusaha untuk lebih mandiri dengan menjadi seorang pelayan toko setempat.

Pernikahan Pertama yang Berantakan

Joyce bersekolah di O’Fallon Technical High School. Lulus pada tahun 1961, ia mengepak barang-barangnya ke dalam mobil Chevrolet 1949 hitam miliknya untuk pergi meninggalkan rumah keluarganya. “Di dalam pikiran saya, timbul keinginan yang kuat untuk mengurus hidup saya sendiri mulai saat itu,” katanya. Pada tahun tersebut juga, ia memutuskan untuk menikah dengan pemuda pertama yang jatuh cinta padanya. Pemuda tersebut putus sekolah saat kelas lima dan kemudian menjadi penjual mobil paruh waktu. Pernikahan mereka tidak berjalan dengan baik karena sejak awal menikah memang sudah amburadul. Pekerjaan suaminya tidak tetap dan mereka sering berpindah-pindah tempat. Suaminya juga sering pergi dari rumah, terkadang hingga berbulan-bulan. Suatu waktu, saat ia bertugas sebagai tenaga tata buku di sebuah perusahaan, suaminya membujuknya mencuri uang dengan menulis sebuah cek palsu. Mereka kemudian mencairkan uang itu dan kabur ke daerah California. Saat berusia 21 tahun, Joyce hamil namun kemudian mengalami keguguran. Tahun berikutnya, ia kembali hamil dan melahirkan anak pertamanya. Di tengah udara kering di St. Louis pada musim panas, ia nyaris kehabisan akal sehat. Kondisi pernikahan dan keuangan mereka membuatnya mengalami depresi berat. Ia susah makan dan tidur, serta lebih sering menelan obat tidur. Beberapa bulan setelah kelahiran anak laki-lakinya, Joyce memutuskan untuk berpisah dengan suaminya yang tidak setia dan sering bermasalah dengan hukum. Ia kembali ke rumah ayahnya, yang menerimanya dengan senang hati. Dalam keadaan depresi dan kacau, ia mencari hiburan di bar-bar setempat dan mulai tidur dengan pria-pria yang tidak dikenalnya.

Perjalanan Bertahap Menuju Pelayanan

Pada akhir tahun 1966, saat sedang mencuci mobil milik ibunya, secara tidak sengaja ia bertemu dengan David Benjamin Meyer. Setelah beberapa kali bertemu, akhirnya cinta tumbuh di hati mereka dan mereka kemudian memutuskan untuk menikah di St. Louis pada 7 Januari 1967. Dave seorang pria yang baik hati, pekerja keras dan sangat mencintainya. Namun, kebahagiaan belum juga merengkuhnya. Saat berangkat kerja suatu pada Februari 1976, di tengah rasa frustasi dan depresi, ia berseru kepada Tuhan. Ia mendengar Tuhan memanggil namanya dan memintanya bersabar.

Malam harinya, ia merasa Tuhan memenuhinya dengan “cairan kasih yang melimpah-limpah.” Tidak lama kemudian, ia mulai mengadakan kelas pemahaman Alkitab di sebuah kafetaria. Semula aktif di Our Savior Lutheran Church, Joyce dan suaminya meninggalkan gereja itu awal 1980-an. Mereka lalu bergabung dengan Life Christian Church, yang saat itu masih beranggotakan 30 orang. Gereja ini lalu bertumbuh sampai sekitar 3.000 orang, sebagian karena popularitas Joyce Meyer. Di gereja itu Joyce Meyer mulai mengadakan kelas pemahaman Alkitab bagi para wanita di rumahnya. Kelas ini berkembang sampai diikuti sekitar 500 orang. Tahun 1983, ia mulai diminta berkhotbah di gereja dan ikut mengisi acara di radio.

Mulai Mendirikan Life in the Word

Joyce Meyer berada di Life Christian selama lima tahun. Ia pamit dari gereja itu ketika Tuhan berkata kepadanya, “Bawalah pelayananmu dan pergilah ke daerah utara, selatan, timur dan juga barat.”Pada bulan Agustus 1985, Joyce Meyer dan suaminya mendaftarkan Life in the Word sebagai sebuah badan nirlaba. Pada awal terbentuknya tidaklah mudah. Saat pergi ke konferensi, mereka sering harus tidur di dalam mobil di tempat parkir McDonald karena tidak mampu membayar sewa kamar motel yang sangat mahal. Namun pada tahun 1993 Tuhan membukakan kepada Dave tentang arah pelayanan tersebut. Dave pun membulatkan hati untuk menyokong pesan yang disampaikan melalui Joyce, agar bisa go international melalui televisi.

Acara mereka semula disiarkan di WGN di Chicago dan Black Entertainment Network. Dalam tempo singkat yaitu lima tahun, acara itu disiarkan di sekitar 600 stasiun radio dan televisi, tujuh jaringan kabel dan tujuh jaringan satelit. Pada bulan November 1988, Joyce Meyer muncul dalam laporan utama Charisma & Christian Life sebagai “America’s most popular woman minister.” Meyer percaya bahwa panggilan hidupnya adalah untuk meneguhkan orang-orang percaya di dalam Firman Allah. Dari pengalaman hidupnya, ia mendapati bahwa kemerdekaan untuk hidup berkemenangan diperoleh melalui penerapan Firman Tuhan. Ia yakin, setiap orang yang sudah hidup dalam kemenangan dapat menuntun banyak orang lain menuju kemenangan. Ia mendapatkan gelar Honorary Doctorate of Divinity dari Oral Roberts University di Tulsa, Oklahoma dan PhD in Theology dari Life Christian University di Tampa, Florida.

Memulihkan Masa Lalu

Di tengah-tengah kesuksesan pelayanan dan serangkaian kemenangan pribadi yaitu Joyce Meyer sembuh dari kanker payudara pada awal 1990-an dan memperbaiki hubungan yang retak dengan keempat orang anaknya. Ia merasa tantangan terbesarnya bisa jadi adalah menghadapi masa lalunya sendiri. Dua kali ia mencoba untuk mendatangi ayahnya, menyatakan bahwa ia telah mengampuni apa yang pernah terjadi dahulu. Namun, dua kali pula ayahnya menolak mengakui apa yang terjadi. Pada November 2000, Meyer dan suaminya membelikan rumah seharga 130.000 dolar bagi orang tuanya. Pemulihan terjadi tiga tahun kemudian ketika mereka berkunjung pada perayaan Thanksgiving. Saat mereka memasuki pintu rumah, ayahnya mulai menangis. “Aku ingin mengatakan betapa aku menyesal atas apa yang dahulu pernah kulakukan kepadamu,” katanya. Joyce mengampuni ayahnya. Sepuluh hari kemudian, ia membaptis ayahnya dalam sebuah upacara sederhana di St. Louis Dream Center. ***

(Sumber: St. Louis Post-Dispatch) Dimuat di Bahana, Januari 2005.

 

 

Mata Tuhan Melihat Segala Hal Yang Tak Terlihat

Suatu hari seorang pematung sedang memahat sebuah patung yang akan diletakkan di depan sebuah tembok, dimana tidak seorangpun akan melihat bagian belakang dari patung tersebut. Namun demikian, pematung itu tetap memahat bagian belakang itu dengan sangat teliti dan sama indahnya dengan bagian depan. Seorang pengamat yang melihat pemahat itu bekerja, kemudian bertanya, ‘Kenapa Anda memahat bagian belakang patung itu dengan sangat teliti? Toh tidak ada satu orangpun yang akan melihatnya?” Pematung itu kemudian menjawab, “Tetapi Tuhan melihatnya sampai ke belakang.”

Banyak orang cukup puas dengan penilaian orang lain yang baik tentang dirinya. Termasuk juga dalam hal beribadah. Mereka tidak mengarahkan perhatian mereka sepenuhnya kepada Allah dan kebenaran-Nya. Mereka juga tidak perduli dengan penilaian Allah tentang dirinya. Mereka melakukan kewajiban agamanya, semata-mata hanya untuk dilihat orang. Mereka mungkin rajin memuji Tuhan, memberi persembahan dan menyumbangkan hartanya untuk amal, namun perbuatan mereka sehari-hari sangat jauh dari kehendak Tuhan. Namun mereka tidak memusingkan hal tersebut. Mereka hanya perduli dengan tampilan luar mereka, sehingga tidak jarang, mereka pun tumbuh menjadi orang-orang yang sangat munafik, yang tidak pernah tulus dalam beribadah. Sebenarnya, mereka punya modal yang besar untuk memberikan yang terbaik bagi Allah. Namun sikap mereka yang seperti itu yang membuat mereka gagal melakukan ibadah dengan maksimal.

Tuhan mau memberkati hidup kita, jika kita mau beribadah dengan tulus. Bukan hanya dalam upacara atau pujian semata, namun lebih dari itu, kita harus mewujudkan ibadah tersebut dalam perbuatan yang nyata, yaitu pendengar yang baik dan berkenan bagi Tuhan. Kita tidak boleh hanya puas menjadi pendengar, tetapi kita sendiri harus menjadi pelaku-pelaku Firman. Jangan pernah puas dengan pujian atau penilaian yang baik tentang diri kita, namun bagaimana kita yang sebenarnya, apakah kita sudah benar-benar baik, itulah yang penting. Tuhan tidak perduli dengan penampilan kita, tetapi Tuhan menilai kita secara keseluruhan, termasuk dari apa yang tidak tampak di mata orang lain. Tuhan menilai ketulusan hati dan penyerahan diri kita secara mutlak kepadaNya.

 

Sumber : http://dedhotindra.blogspot.co.id