header image
 

All posts in May 30th, 2015

AMBISI PRIBADI: Harus Diremukkan!

 Baca:  Kejadian 41:37-57

“Engkaulah menjadi kuasa atas istanaku, dan kepada perintahmu seluruh rakyatku akan taat; hanya takhta inilah kelebihanku dari padamu.”  Kejadian 41:40

Rencana Tuhan bagi kehidupan Yusuf diawali-Nya dengan memberinya mimpi mengenai masa depannya.  Tetapi Tuhan tidak ingin impian yang besar itu terkontaminasi dengan ambisi pribadi Yusuf.  Itu sangat berbahaya!

Karena itulah Tuhan mengijinkan proses demi proses yang secara daging sangat menyakitkan terjadi dalam kehidupannya:  dimasukkan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya dan dijual untuk dijadikan budak orang Mesir  (Kejadian 37:12-36);  saat berada di rumah Potifar harus mengalami fitnahan dari isteri Potifar sampai dijebloskan ke dalam penjara  (Kejadian 39:1-23);  akhirnya Yusuf  ‘lulus’  dalam setiap ujian yang harus dijalani dan Tuhan pun  “…membuat segala sesuatu indah pada waktunya,”  (Pengkotbah 3:11), sehingga hidup Yusuf dipulihkan dan dimuliakan, diangkat menjadi orang kedua dalam pemerintahan Firaun di negeri Mesir  (Kejadian 41:40-43).  Proses yang harus dijalani Yusuf bukanlah waktu yang singkat, ia harus mengalaminya selama 13 tahun sampai akhirnya mimpi itu tergenapi.

Yang patut kita teladani dari Yusuf:  ketika mengalami  ‘peremukan’  lewat berbagai ujian dan penderitaan Yusuf tidak berputus asa, ia terus membangun imannya, senantiasa mengandalkan Tuhan dan hidup berkenan kepada Tuhan.  Pada saat mengalami ujian dan penderitaan ini sesungguhnya Tuhan sedang meremukkan segala ego, mematikan segala kedagingan dan juga ambisi pribadi yang mungkin timbul dalam diri Yusuf setelah memperoleh mimpi tersebut, sehingga ia bisa belajar untuk bergantung sepenuhnya kepada Tuhan dan tidak lagi mengandalkan kekuatannya sendiri.  “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya.”  (Efesus 2:10).  Karena kita adalah buatan tangan Allah sendiri, maka seberat apa pun proses pembentukan yang kita jalani takkan membuat kita hancur berkeping-keping, melainkan semakin dimurnikan dan akhirnya akan timbul seperti emas!  “Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat;”  (Ayub 5:18).

Proses diijinkan Tuhan supaya kita benar-benar bergantung kepada-Nya, mau menanggalkan manusia lama dan tidak lagi dikuasai oleh ambisi pribadi!

 

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup

BERSAKSI: Yesus Harus Makin Besar

 Baca:  Yesaya 44:1-8

“Kamulah saksi-saksi-Ku! Adakah Allah selain dari pada-Ku?”  Yesaya 44:8b

Kalau kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari ada berbagai macam karakter orang Kristen.  Ada orang Kristen yang bersikap cuek dan masa bodoh demikian:  “Yang penting sudah beribadah ke gereja setiap Minggu, itu sudah lebih dari cukup.  Urusan pelayanan di gereja dan persekutuan dengan saudara seiman lainnya aku tidak mau ambil pusing, emang gue pikirin.”  Ada pula orang Kristen yang sukanya hanya menuntut untuk dilayani dan diberi, namun ia sendiri tidak mau melayani dan memberi.  Lebih ekstrem lagi ada orang Kristen yang punya kebiasaan menjadi juri di gereja:  mengkritik sana-sini, menghakimi saudara seiman lainnya dan selalu mencari kelemahan hamba-hamba Tuhan, padahal ia sendiri tidak mau terlibat dalam pelayanan.

Syukur bagi Tuhan ada banyak orang Kristen yang menyadari akan panggilan hidupnya, memiliki roh yang menyala-nyala untuk melayani Tuhan dan menyenangkan hati Tuhan sehingga ia tidak bisa menahan bibir dan lidahnya untuk selalu bersaksi tentang  “…betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus,”  (Efesus 3:18)  kepada setiap orang yang ditemuinya di manapun berada dan kapan pun waktunya.  Bagi sebagian besar orang Kristen istilah bersaksi tentu saja bukan hal yang asing lagi, namun tidak semua orang Kristen mau mempraktekkannya dengan berbagai alasan, padahal kesaksian hidup adalah manifestasi dari pengakuan iman kita sebagai orang percaya.  Kekristenan tanpa sebuah kesaksian hidup bisa dikatakan kekristenan yang imannya mati.  Dikatakan:  “Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.”  (Yakobus 2:17).

Sebagai umat yang telah ditebus, diselamatkan dan mengalami kasih Tuhan, kita memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai saksi-saksi-Nya di tengah-tengah dunia ini.  Yang dimaksud dengan bersaksi adalah menceritakan, memberitahukan dan mengabarkan kepada orang lain tentang segala sesuatu yang telah kita alami bersama dengan Kristus agar orang lain tahu dan dapat mengalami kasih seperti yang kita alami.  Karena kita ini adalah saksi Kristus, maka yang harus kita saksikan dan beritakan adalah pribadi Kristus dan karya-Nya, bukan diri sendiri yang dikedepankan dan dinomorsatukan.

“Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.”  Yohanes 3:30

 

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup

The Blessed Family (Keluarga Yang Diberkati)

blessed fam

Efesus 5 : 22-33

Pembicara : Pdt.Dr.Agung Gunawan TH.M

Setiap pasangan suami istri mendambakan keluarganya diberkati.Keluarga yang diberkati bukan hanya secara materi tapi kebahagiaan.Kebahagiaan adalah hal yang terpenting dalam keluarga.Jika ada kebahagiaan dalam keluarga,maka banyak berkat akan mengalir dalam keluarga tersebut.Banyak keluarga yang tidak bahagia yang ditandai dengan : tidak saling bicara,saling melihat dan saling menyentuh.

Bagaimana menciptakan keluarga yang diberkati dengan adanya kebahagiaan ? Kita harus meneladani Kristus agar keluarga kita diberkati,dengan cara :

  1. Saling menerima (ayat 25 dan 26)

Hubungan suami istri dianalogikan dengan hubungan antara Kristus dan jemaat yang saling mengasihi.Kristus mengasihi jemaat dengan menerima jemaat apa adanya yang penuh dosa dan kelemahan.Untuk menciptakan kebahagiaan dalam keluarga maka suami istri harus mau belajar untuk saling menerima : kekurangan,kelebihan (janganlah bersaing dengan pasangan,tetapi salinglah melengkapi) dan perbedaan (hal ini seringkali menjadi sumber masalah,karena pasangan suami istri memaksakan untuk menjadi sama dengan diri mereka masing-masing,dan tidak bisa menerima perbedaan yang ada.Banyak orangtua juga sering membanding-bandingkan kekurangan masing-masing anak,yang sama dengan tidak mau menerima anak apa adanya).

Laki-laki dan perempuan diciptakan secara unik dan berbeda (Kejadian 1 : 26-31).

Laki-laki

Perempuan

Berpikir secara logika Menggunakan perasaan/emosi
Reaktif Tenang
Memberi perhatian secara umum (berbicara hanya 7rbu kata/hari) Memberi perhatian secara mendetail (berbicara sampai 21rbu kata/hari)
Gampang lupa akan suatu hal Susah melupakan

 

  1. Saling Mengampuni (Ayat 27)

Jemaat dikuduskan dan tidak bercela karena pengampunan Kristus.Kita harus menyadari bahwa diri kita dan pasangan tidak sempurna.Untuk itu kita harus tetap belajar dan meneladani Kristus dalam mengampuni,agar keluarga kita diberkati dengan kebahagiaan.

  1. Saling Menghargai (Ayat 28,30)

Tuhan Yesus mengasihi jemaat-Nya dengan cara menghargai jemaat-Nya.Untuk menciptakan kebahagiaan maka suami istri haruslah saling menghargai.Bagaimana agar suami istri bisa saling menghargai ?

Pria (mengharapkan )

Wanita (mengharapkan)

Istri atraktif (berpenampilan baik,khususnya saat berada dirumah) Suami supportif (dapat menghargai penampilan istri)
Rekan rekreasi (menemani dalam hobi suami,untuk menyenangkannya) Rekan komunikasi (istri butuh tempat curhat dan dukungan suami)
Kepercayaan (istri harus belajar mempercayai suami) Perhatian (Tidak adanya kepercayaan dari istri,salah satunya karena kurang perhatian dan kasih sayang)
Sanjungan(dibutuhkan kata-kata yang manis,sedap didengar.Wanita harus lah belajar dan senantiasa menjaga ucapannya) Kesetiaan (agar istri dapat berkata-kata manis dan sedap didengar,hendaklah suami berlaku setia)

 

  1. Menjaga Intimasi (ayat 32-33)

Kristus sangat menjaga hubungan yang intim dengan jemaat.Hubungan intimasi antara suami dan istri perlu dijaga agar tercipta kebahagiaan dalam keluarga.Intimasi suami istri dapat dijaga dengan melakukan : komunikasi (misalnya dinner talk/obrolan saat makan malam dan walk talk/obrolan sambil jalan-jalan),dating(kencan) serta sex dan affection (sentuhan-sentuhan mesra tanpa harus berakhir dengan sex).

Hubungan intim (dalam hal komunikasi dan tanggungjawab) dilakukan bukan hanya antara suami dan istri saja,tetapi juga antara anak dengan orangtua.Waktu merupakan hal yang penting dalam keluarga,untuk seluruh anggota baik suami istri maupun anak-anak.Anak juga butuh perhatian dan kasih sayang dari orangtua,bukan hanya butuh uang dan harta saja.Bekerja bagi anak dan keluarga memang penting untuk kelangsungan hidup dan masa depan,tetapi janganlah waktu kerja menyita waktu untuk kebersamaan dalam keluarga.Amin.

 

Tanya-Jawab ( Q & A ) :

  • Bpk.Paul

Q : Bagaimana menyikapi masalah anak yang mempunyai hubungan (berpacaran) dengan orang yang berbeda agama?

A : Anak harus diarahkan untuk mencari pasangan yang seiman (sesuai firman Tuhan dalam 2 Korintus 6 : 14 Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya.Sebab persamaan apakah yang terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan ? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?)

  • Bpk.Indra

Q : Bagaimana menghadapi konflik dalam keluarga ?

A : Jika ada konflik/masalah kecil janganlah dibesar-besarkan (seringkali melebar karena tidak fokus pada penyelesaian masalah yang sesungguhnya),jangan pula melibatkan orang lain dalam masalah,serta bersedia untuk mengampuni.

  • Sdra.Angki

Q : Dalam mencari pasangan,bagaimanakah caranya kita memandang pasangan yang terbaik dan bukan pasangan yang sempurna?

A : Memandang pasangan yang baik dapat dilihat dari segi keimanan (seiman),janganlah berbeda umur terlalu jauh (terutama untuk laki-laki haruslah lebih tua,jangan sebaliknya karena perempuan itu lebih cepat tua sehingga dapat menimbulkan ketimpangan fisik dan perselingkuhan).Harus juga dilihat latar belakang keluarganya,dll (detailnya dapat dibaca pada buku The Blessed Family,oleh Pdt.Dr.Agung Gunawan TH.M)

  • Bpk.Lulu

Q : Apa dampak konflik orangtua terhadap anak dan bagaimana harus bersikap kepada anak saat ada konflik antara orangtua ?

A : Sebagai orang percaya,haruslah menyelesaikan koflik dengan baik.Jangan mengeluarkan kata-kata yang menakutkan dan membuat anak merasa tidak aman (misalnya kata-kata perceraian,makian dan kata-kata kotor),dan jangan ada kekerasan (anak cenderung meniru perilaku kasar).

  • Aci Leang

Q : Apakah perlu melibatkan anak dalam masalah orangtua ?

A : Anak juga perlu tahu masalah orangtua (terutama saat anak beranjak remaja),asalkan dalam penyelesaiannya dilakukan dengan memberi penjelasan yang baik dan tanpa kekerasan.

  • Ibu Pdt.Anthonetha

Q : Sejauh mana orangtua dapat menyampaikan masalah yang sedang mereka hadapi kepada anak,dan masalah seperti apakah yang boleh dan tidak boleh disampaikan kepada anak.Serta bagaimana menghadapi pasangan yang cemburu buta ?

A : Untuk pasangan yang cemburu buta memang agak sulit menghadapinya,karena perlu pendalaman serta melihat latar belakang dari pokok permasalahan yang membuatnya bersikap seperti itu.

Adapun masalah yang boleh dibicarakan kepada anak,tergantung dari penilaian orangtua terhadap kedewasaan dan kesiapan anak itu sendiri.Adalah penting sebagai orangtua untuk bersikap selayaknya sahabat terhadap anaknya.Hal ini membuat anak tidak malu dan takut untuk berbagi terhadap orangtuanya.Dengarlah dan terimalah anak apa adanya serta tidak menjadi hakim atas mereka.

  • Ibu Mauboy

Q : Bagaimana dengan pasangan wanita yang lebih tinggi pendidikannya dibanding pasangan pria nya ?

A : Hendaklah pasangan tersebut sepadan,intinya harus dapat saling menerima ( laki-laki harus siap menerima hal tersebut,dan jika memungkinkan maka diusahakan setara dalam pendidikan nantinya)

  • Ev.Foera Era Hura,S.Th

Q : Bagaimana anak menghadapi orangtua yang menyuruh anaknya untuk menipu (menggelapkan uang dana proposal)?

A : Si anak harus taat terutama kepada Allah.Dalam hal ini anak haruslah diberi kekuatan oleh pendamping rohani untuk melawan perintah-perintah yang tidak benar dari orangtua dan jelas-jelas melawan kehendak Allah yang berarti dosa.

  • Ibu S.Guinta

Q : Dalam pernikahan beda agama dengan sebuah perjanjian antara suami dan istri untuk “membagi” anak agar mengikuti kepercayaan masing-masing,apakah anak tidak akan mengalami kebingungan nantinya seiring pertumbuhan mereka,dan apakah salah untuk mengajar dan mengajak anak A (yang dijanjikan ikut kepercayaan suami) beribadah sesuai kepercayaan istri /ibu? Catatan : suami tidak tinggal satu kota dengan istri dan anak-anak nya.

A : Janganlah merasa bersalah karena mengajar dan mengajak “anak perjanjian” untuk ikut kepercayaan ibu dalam pengenalan akan Kristus,karena ibu memiliki tanggungjawab tersebut kepada anak-anaknya.Apalagi suami tidak tinggal bersama-sama.

 

Profil Pembicara :

Pdt.Dr.Agung Gunawan Th.M saat ini adalah rektor pada STT Aletheia Lawang dan sekaligus dosen tetap bidang pastoral konseling STT Aletheia serta berfokus khusus melayani konseling keluarga.

Pendidikan :

  1. Institut Theologia Aletheia Lawang tahun 1987 dengan gelar S.Th.
  2. International Theological Seminary Los Angeles,USA tahun 1995-1997 dengan gelar M.A.
  3. Reformed Theologica Seminary di Jackson,USA tahun 1997-1999 dengan gelar M.Div.
  4. Calvin Theological Seminary tahun 1999-2001 dengan gelar Th.M
  5. Universitas Negeri Malang,2012 dengan gelar Dr.Pelayanan ; Ketua/Rektor STT Aletheia Lawang.

Keluarga :

Istri : Ev.Melani dan dikaruniai seorang putri bernama Grace dan seorang putra bernama Billy.

 

Data Ibadah :

  • MC : Ev.Ellen Amalo S.Th
  • Pemusik : Bpk.Edwin dan Ev.Foera Era Hura S.Th
  • Doa Pembuka : Pdt.Anthonetha Manobe S.Th
  • Doa Penutup : Pdt.Dr.Agung Gunawan Th.M
  • Moderator : Bpk.Laurensius Lulu
  • Jumlah kehadiran : L/P : 28 orang / 47 orang
  • Waktu : 17.00-19.30 wita
  • Panitia : Komisi Kaum Wanita
  • Penyambut Tamu & Multimedia : Komisi Remaja & Sdri.Laura Guinta

***