header image
 

All posts in November 19th, 2014

Friend Of God

Who am that I You are mindful of me
That You hear me when I call
Is it true You are thinking of me
How You love me
It’s amazing

I am a friend of God
I am a friend of God
I am a friend of God
He calls me friend

God Almighty
Lord of Glory
You have called me friend


Tau lagu diatas??? tau siapa pencipta nya? well ….
Kenalin Israel Houghton, seorang penyanyi, worship leader en penulis lagu-lagu gospel.

Buat yang belum tau, lagu gospel itu sebutan buat lagu worship versi orang kulit hitam. Israel Houghton emang orang kulit hitam, tapi dia dibesarin di keluarga kulit putih, di tengah lingkungan Hispanik (orang latin), hasilnya gaya bermusik Israel juga jadi campur-campur tapi dengan irama gospel yang kental banget. Tapi justru itu yang bikin album Israel beda sama album live worship yang udah ada.

Yang bikin album Israel lebih beda yaitu adanya New Breed, nama pelayanannya Israel, yang isinya pemusik dan penyanyi yang udah malang melintang di dunia musik rohani. Bersama New Breed, Israel menelurkan album New Season, Lakewood Live, Real, Live Another Level, en yang terbaru Alive in South Africa.

Lewat lagu-lagunya Israel berharap bisa membawa banyak orang dari berbagai ras, umur, budaya buat sama-sama bersatu dalam penyembahan sama Tuhan, tanpa batasan, ato tembok. Makanya dia pernah ngomong, ‘Ini bukan lagu orang kulit hitam. Ini bukan lagu orang kulit putih. Ini lagu kerajaan Allah.’

Sukses bikin album bukan artinya Israel and New Breed sibuk ke sana ke sini, bikin tour, promo dll. Yang luar biasanya di sela-sela kesibukan mereka yang luar biasa padat mereka masih sempat melayani di berbagai gereja lokal di Amerika en tentu saja gak ketinggalan melayani gereja lokal mereka sendiri. Selain itu Israel juga jadi worship leader tamu di Lakewood Church, gereja yang dipimpin Gembala Sidang Pastor Joel Osteen. Malah semua anggota New Breed juga masih pelayanan di gereja lokal masing-masing.

Kesuksesan Israel and New Breed bikin mereka dapat banyak penghargaan, diantaranya aja: nominasi Grammy Award buat kategori album soul gospel kontemporer, Stellar Award buat kategori CD of the year en penyanyi pria favorit, Soul Train Award buat kategori album gospel terbaik, Dove Awards buat album gospel kontemporer terbaik en lagu gospel kontemporer. Selain menangin banyak penghargaan mereka juga sering jadi bintang tamu di acara TV kaya Lift Every Voice, Praise The Lord, The 700 Club.

Kesuksesan en lagu-lagu Israel rupanya gak cuma ada di luar negeri aja. Penyanyi rohani di Indonesia juga ada yang kena pengaruhnya sebut aja True Worshippers yang waktu konser di Bandung sempat bawain dua lagunya Israel, Cover The Earth en Rain own. Gak ketinggalan juga Nyonk dari Saint Loco yang ngefans berat sama Israel.

Source : nhkbp-menteng.org

Suatu hari ketika hendak menyeberang, seorang nahkoda tidak berani menyeberangkan kapal karena badai. Lalu, seorang pengasuh yatim piatu mengajaknya turun kebawah untuk berdoa. Doanya sangat sederhana: “Tuhan, Engkau tahu hambaMu harus menyeberang untuk ,emjalankan tugas, Engkau tahu hambaMu tidak pernah tidak menepati janji, kiranya Tuhan meredakan badai.” Ketika selesai berdoa, mujizat terjadi. Badai reda sehingga ia bersama penumpang lain dapat menyeberang. Pengasuh yatim piatu itu adalah George Muller. Kehidupan doa dan imannya telah menjadi inspirasi banyak generasi.

George Muller (1805-1898) adalah seorang misionaris kristen dan kepala dari sebuah rumah yatim piatu di Bristol Inggris. Selama hidupnya ia mengasuh 10,024 anak yatim piatu. Tidak hanya dikenal karena menyediakan kebutuhan pendidikan bagi anak-anak asuhannya, tetapi juga karena ia telah meninggalkan teladan iman yang bergantung penuh pada pemeliharaan Allah. Hal ini nampak dari cara kerja dan kehidupan pribadinya.

Memberi hidup
Sebelum masuk sekolah teologia di universitas Halle, kehidupan Muller sangat berbeda. Lahir di sebuah desa di daerah Kroppenstedt, dekat dengan daerah Halbestadt, wilayah kerajaan Prussia (Jerman), sejak muda ia tidak mempunyai tujuan hidup yang baik. Ia adalah pencuru, pembohong, dan suka berjudi. Bahkan ibunya meninggal saat Muller sedang berjudi dan mabuk-mabukan bersama dengan teman-temannya. Pada waktu itu ia berusia 15 tahun.

Dengan motivasi yang kurang tepat, ayahnya memasukan Muller di pendidikan Theologia Universitas Halle. Jabatan rohaniawan saat itu merupakan incaran dan kedudukan yang bisa menghasilkan gaji besar, apalagi jika direkrut sebuah gereja milik negara.

Saat menempuh pendidikan disana, Muller bertemu dengan seorang rekan yang mengundangnya ikut dalam pertemuan kristen. Muller disambut baik dalam pertemuan itu. Selanjutnya dengan teratur ia membaca Alkitab dan berdiskusi tentang kekristenan dengan rekan-rekan lainnya di pertemuan tersebut. Akhirnya, hidup Muller berubah. Ia segera meninggalkan kebiasaan buruknya dan memberi hidupnya menjadi seorang misionaris.

Pada tahun 1828 Muller mendapatkan tawaran kerja di London Missionari Society. Memasuki tahun 1829, ia jatuh sakit dan sempat berpikir bahwa ia tidak dapat bertahan. Mujizat Tuhan menyembuhkannya. Ia kemudian mendedikasikan hidupnya untuk melakukan kehendak Tuhan. Ia langsung meninggalkan London Missionary Society dengan keyakinan bahwa Tuhan akan menyediakan apa yang ia butuhkan bagi pekerjaan Tuhan.

Institusi ini bertujuan membantu sekolah-sekolah kristen dan para misionaris serta membagikan Alkitab. Institusi inii tidak menerima dukungan dana dari pemerintah dan hanya menerima dukungan atau pemberian sukarela. Meski demikian, institusi ini menerima dan menjalankan 1,5 juta poundsterling (setara dengan 2,718,844 US dollar) pada waktu Muller meninggal dunia, yang dipergunakan untuk mendukung biaya rumah yatim piatu, penyebaran hampir 2 juta Alkitab, dan juga mendukung “misionaris iman” lainnya di seluruh dunia seperti Hudson Taylor.

Iman
Muller bersama dengan istrinya kemudian mengelola rumah yatim piatu pada tahun 1836 dengan menggunakan rumah mereka sendiri di kota Bristol. Awalnya rumah mereka digunakan untuk menampung 30 anak perempuan. Kemudian jumlah anak yatim piatu bertambah menjadi 130 anak sehingga membutuhkan 3 rumah.

Pada tahun 1845 terjadi peningkatan jumlah anak yatim piatu sehingga Muller memutuskan untuk membangun gedung yang baru dan dapat digunakan pada tahun 1849 dengan kapasitas akomodasi 300 anak. Jumlah anak ini terus bertambah hingga mencapai 2000 anak di tahun 1870 sehingga membutuhkan 5 rumah yang dapat menampung seluruh anak-anak tersebut.

Muller mengambil satu keputusan dimana ia tidak pernah meminta dukungan dana dari siapa pun dan tidak berhutang pada pihak manapun meskipun diperlukan lebih dari 100,000 poundsterling untuk membangun kelima rumah yang menjadi akomodasi 2000 anak.

Keyakinan yang kuat atau lebih tepatnya sikap percayanya yang kuat terhadap pemeliharaan Allah bagi kebutuhannya sejak 1829 membuat Muller dapat menyaksikan mujizat Allah dinyatakan melalui hidupnya. Seringkali ia menerima bantuan makanan yang datang tanpa diminta dan bantuan makanan itu hanya datang beberapa jam sebelum waktu makan anak-anak yatim piatu itu tiba. Peristiwa-peristiwa ini seperti menguatkan iman muller.

Setiap pagi setelah jam makan pagi, selalu diadakan waktu untuk membaca Alkitab dan berdoa. Setiap anak diberikan sebuah ALkitab disaat mereka pergi meninggalkan rumah yatim piatu. Anak-anak yatim piatu itu diberikan pakaian yang baik dan pendidikan yang baik.

Muller telah membaca alkitab lebih dari 200 kali dan separuh dari waktunya dilakukan untuk berdoa. Ia mengatakan bahwa 50,000 jawaban doa yang khusus yang telah ia terima, berasal dari permohonan doanya hanya kepada Allah! lebih dari 3000 anak yatim piatu yang diasuhnya, dimenangkan bagi kristus melalui pelayanannya oleh penyertaan Roh Kudus

Kesaksian dan kisah nyata Nick 

“Kondisi Tubuh Saya Adalah Karunia”

Nick Vujicic adalah seorang pria asal Australia yang mempunyai kondisi tubuh cacat. Dia tidak mempunyai kedua tangan dan kaki yang utuh. Kaki sebelah kirinya pendek sekali, nyaris hanya dari mata kaki sampai telapak kaki. Bagaimana Nick dapat menerima kondisi tubuhnya ini dan bagaimana dia menjalani kehidupannya? Simak wawancara SOLUSI dengan Nick Vujicic berikut ini.

Host: Suatu saat dalam hidup anda, pasti pernah kecewa pada Tuhan. Pernahkah anda berpikir untuk bunuh diri?

Nick: Waktu saya berusia 12 tahun, saya berniat untuk bunuh diri. Saya memang pergi ke sekolah, tapi hidup saya tidak ada di sekolah. Saya melihat diri saya tidak layak lagi untuk hidup… dan saya begitu menyesali keadaan diri saya… Tapi yang saya harapkan saat itu seseorang datang dan berkata semuanya akan baik-baik saja. Masalahnya jika orang mengatakan hal itu, maka saya akan katakan, “Bagaimana bisa, kamu tidak tahu pahitnya hidup dan masa depan saya. Yang membuat saya senang adalah memiliki orang tua dan saudara yang sangat mendukung saya. Saya selalu terbuka dengan mereka tentang hidup dan perjuangan saya.

Host: Apakah anda pernah protes kepada Tuhan?

Nick: Tentu saja, khususnya pada saat saya berusia 7 sampai 9 tahun. Saya tumbuh di keluarga Kristen, semua orang berkata bahwa tuhan itu Kasih. Setiap orang berkata bahwa Tuhan baik selamanya dan untuk selamanya Tuhan baik. Tapi saya tidak bisa mengatakan itu. Saya tidak dapat melihat kasih Tuhan dalam hidup saya karena rasa sakit dan penderitaan yang saya alami. Saya tidak mengerti kenapa ini bisa terjadi atas diri saya. Rupanya Tuhan tahu kalau saya akan dilahirkan seperti ini dan saya pikir kalau Dia mengasihi saya, seperti kepada yang lainnya, kenapa Dia membiarkan saya dilahirkan seperti ini… dan juga, kalau Dia dapat melakukan segala sesuatu, mengasihi dan memperdulikan saya, lalu mengapa Dia tidak memberikan saya tangan dan kaki secara mujizat?

Untuk beberapa tahun saya marah pada Tuhan, tidak bicara kepadaNya dan tidak mau melakukan apapun untukNya, sebab dalam setiap keadaan membuat saya bertanya dimanakah Tuhan? Apakah Dia itu benar-benar ada? Apakah Dia mendengar doa kita? Pertanyaan-pertanyaan ini yang selalu terlintas dalam benak saya.

Host: Kapan anda bisa menerima diri anda apa adanya?

Nick: Waktu saya berusia 8 tahun, saya mengalami depresi yang sangat berat. Dipenuhi oleh kemarahan saya terhadap Tuhan, membuat saya ingin menyerah dari hidup ini. Saya selalu bergantung pada orang lain, bahkan untuk mengambil segelas airpun saya tidak mampu. Jadi daripada saya membebani orang lain, lebih baik saya akhiri saja hidup saya. Saya tidak menemukan arti dan tujuan hidup saya…

Seperti tertulis dalam kitab suci, bahwa Tuhan memiliki harapan dan masa depan untuk kita, tapi saya sama sekali tidak meemukan harapan dan masa depan bagi hidup saya. Jadi seringkali saya tidak mengerti bagaimana saya bisa menikah, berkeluarga, hidup sepeti orang normal dan yang lainnya… dan sekalipun menikah, bagaimana saya bisa memegang tangan istri saya? Hal-hal inilah yang terjadi atas diri saya. Namun perubaan datng saat umur saya 13 tahun.

Tadinya saya berpikir bahwa saya adalah satu-satunya orang di dunia ini yang memiliki ketidakmampuan seperti ini. Lalu ibu saya menunjukkan sebuah koran yang memuat artikel tentang seseorang yang mampu mengatasi ketidakmampuannya sendiri. Dan itu membuka pikiran saya, bahwa mungkin saya bukan satu-satunya orang yang menderita. Saya mulai melihat ini sebagai berkat, dan saya melihat hidup saya bukan setengah kosong melainkan setengah penuh. Saya tidak tahu berapa penuh, tapi saya melihat kekurangan ini sebagai karunia.

Host: Pernahkah anda berpikir untuk menikah?

Nick: Tentu saja

Host: Menurut anda, mengapa orang mudah menyerah? Apa harapan anda jika mereka saat ini melihat anda?

Nick: Saya di sini bukan untuk memotivasi karena itu bersifat sementara, saya di sini untuk memberikan inspirasi, karena inspirasi itu bersifat kekal. Dan saya ingin orang mengingat saya waktu mereka melalui masa yang sukar. Saya ingin orang melihat hidup saya sebagai contoh dari kasih karunia Tuhan, supaya semua orang tahu bahwa saya memiliki harapan hanya di dalam Yesus Kristus.

Bagi anda yang ingin mendapatkan DVD kisah nyata dari Nick Vujicic, anda dapat membelinya di situs http://www.%20lifewithoutlimbs.org/

“Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” (Roma 5:3-5)


“Saya Punya Sesuatu Yang Tidak Dimiliki Orang Lain”


Banyak penyanyi rohani yang juga sukses di dunia musik sekuler. Salah satunya adalah penyanyi senior Lita Zein. Siapa yang tidak mengakui eksistensi grup vokal Elfa’s Singer yang sering mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. Sungguh menarik pengalaman hidupnya yang berhasil kita korek dalam interview eksklusif berikut.


Nama : Lita Zein
Tgl Lahir : Bandung 22 Januari 1967
Hobby : Browsing Internet

Ceritakan awal karir Anda di dunia musik!

Secara profesional, saya memilih menyanyi sebagai jalan hidup saya pada 1986, yaitu ketika Elfa merekrut saya sebagai personil Elfa’s Singers. Sebelum direkrut Elfa, saya sudah sering nyanyi di sekolah, gereja, dan rajin ikut festival. Mama penyanyi dan papa penggemar musik. Jadi, musik sudah jadi bagian dari keluarga.

Hidup banyak pilihan. Mengapa memilih nyanyi?

Tahun 1986 Elfa merekrut saya. Ketika direkrut, saya tahu kalau saya dipegang oleh orang yang tepat. Elfa punya background musik yang baik dan kami dibentuk jadi grup musik yang cukup solid pada saat itu.

Awalnya, orang tua kurang setuju. Alasannya, musik tak bisa dijadikan pegangan hidup. Namun saya bilang, kesempatan tidak datang dua kali dan saya tahu Elfa’s Singers bukan grup musik asalan. Akhirnya orang tua kasih izin.

Mereka berpesan saya harus serius. Kalaupun satu kali saya gagal, itu sudah resiko. Saat direkrut, saya sedang kuliah di Akademi Bahasa Asing. Jadi, saya harus memilih salah satu.

Sejak kapan nyanyi rohani ada Yesus-nya?

Sebelum terima Yesus, nyanyi lagu rohani sekedar kepingin atau permintaan saja. Namun sejak ikut Nindy Ellesse dan terlibat dalam Unity Music Ministry, saya mulai mempelajari firman Tuhan. Waktu JPCC baru berdiri, saya dan Uthe malah menawarkan diri sebagai singers. Di gereja, kami tidak berpikir soal punya nama. Di hadapan Tuhan, kita semua sama.

Banyak penyanyi baru muncul. Takut bersaing nggak?

Dulu sih saya sirik kalau lihat ada penyanyi baru. Wah, gue terancam nih! Tapi setelah terima Yesus dan bertambahnya umur, saya nggak pernah takut lagi. That’s life. Kita harus hadapi! Saya percaya, saya punya sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain. Asal kita punya karakter, tidak meniru penyanyi lain karena kita pasti tidak akan pernah lebih baik dari orang yang kita tiru.

Dengan karakter yang kita miliki dan mau belajar terus, kita akan tetap eksis. Apalagi, saya punya Tuhan yang hebat. Saya percaya, berkat Tuhan tidak pernah habis asal kita selalu berpedang pada Dia.